Bab 12

417 38 0
                                    

"Halo, sayang." Bintang tengah menelpon Mentari yang masih sibuk dikantor.

"Iya Bi. Kenapa?"

"Aku berangkat ya. Doain selamat sampek tujuan."

"Ih kok nggak kabar-kabar dulu berangkatnya? Kan aku bisa ngantar ke bandara."

"Nggak usah, aku nggak mau ngerepotin kamu. Kamu juga kan lagi kerja. Ini pas banget adek aku yang anter. Nanti aja kita ketemu lagi kalo aku udah balik ya."

"Yaudah deh Bi ati-ati ya."

"Iya. Kamu jaga diri baik-baik juga."

"Iya. Ya udah aku mau lanjut kerja."

"Oke sayang."

Mentari menutup telponnya dan kembali mengerjakan tugas yang diberikan oleh Langit.

"Kenapa Ri? Kok muka kamu tiba-tiba kusut gitu." Langit nampak khawatir melihat wajah Mentari yang berubah masam.

"Nggak. Nggak papa kok."

"Siapa tadi yang nelpon?"

"Si Bintang. Dia mau berangkat, sekarang dia udah di bandara."

"Kamu mau nyusulin kesana?"

"Nggak sih. Ngapain juga aku kesana Lang, orang dia udah di bandara kok, yang ada kalo nungguin aku dia bisa ketinggalan pesawat."

"Kok dia nggak bilang-bilang sama kamu sebelumnya?"

"Keluarganya pada nganter. Aku nggak mungkin ikutan nongol di sana. Kasihan Bintangnya, nanti bukannya seneng malah ribut di bandara."

"Emmm. Kalo boleh tau kenapa sampek gitu sih Ri? Emang kamu punya salah apa sama keluarganya Bintang? Kok kayaknya mereka nggak suka banget sama kamu."

"Semuanya gara-gara salah paham. Sebenernya masalahnya udah lama banget sih Lang. Tapi nggak tau kok masih dibawa sampek sekarang. Aku aja nggak ngerti aku punya salah apa kok bisa sampek segitunya."

"Tapi sampai sejauh itu pun kamu masih mau mempertahankan Bintang?"

"Lang. Bintang itu satu-satunya orang yang mau nerima dan berjuang buat aku. Dulu waktu masih sekolah aku sering banget dibully dan dicaci sama temen-temen aku sendiri. Dan Bintang adalah orang yang selalu ada dan nolongin aku. Padahal dia beda sekolah."

"Kok bisa dia kenal kamu?"

"Panjang ceritanya. Ya intinya kita pernah ketemu dan kenalan waktu persami."

"Emmmm gitu." Langit terdiam sejenak sebelum melanjutkan pertanyaannya. "Emmm. Terus seandainya kalau ada orang lain yang juga mau nerima dan berjuang buat kamu? Kira-kira apa kamu bakal bisa punya perasaan yang sama kayak perasaanmu ke Bintang?"

"Nggak mungkin Lang. Siapa juga yang mau sama aku se ikhlas itu? Kamu jangan main andai-andai deh. Buktinya nggak ada kan, aku itu cuma punya Bintang. Dan ya aku udah sesayang itu sama dia."

"Kamu itu bukan cuma punya Bintang Ri, tapi yang kamu liat cuma Bintang." Langit menatap Mentari dengan tatapan teduh dan serius. Entah apa yang tengah ia pikirkan, namun tergambar jelas bahwa ia cemburu melihat keteguhan Mentari pada Bintang.

Mentari hanya meringis untuk melepas ketegangan. "Kenapa jadi serius gini si. Udah ah Lang, aku jadi kebanyakan ngomong sama kamu." Mentari kembali menatap layar laptopnya. Untuk menyusun beberapa laporan.

Melihat reaksi Mentari yang seperti itu membuat Langit sedikit kecewa. Ia kelihatan sekali berusaha mengalihkan pembicaraannya. Padahal Langit sudah secara sengaja memancingnya untuk menyadari perasaan Langit terhadapnya.

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang