Bab 24

324 37 4
                                    

"Lang lo harus tau soal ini." Rama menunjukkan beberapa kertas yang berisi foto-foto temuannya pada Langit.

"Ini Bulan?"

"Yes."

"Sama siapa dia?"

"Kamu masih ingat keluarga Pak Hermawan?"

"Hermawan? Hermawan Adi Cakra?"

"Yes."

"Apa ada hubungannya sama ini?"

"Gue belom tau pasti apa hubungan Bulan sama wanita itu. Tapi yang gue tau, wanita yang sedang bersama Bulan itu adalah adik kandungnya Pak Hermawan. Gue udah telusur dengan pasti informasi ini. Dan bisa jadi perkiraan gue soal Mentari adalah benar. Dia mata-mata dari keluarga Adi Cakra."

Langit merebahkan punggungnya di kursi kerja sambil menghembuskan napas sebagai ekspresi tidak percaya. Orang yang selama ini dia puja-puja ternyata menyimpan duri tajam dibelakangnya.

"Lo cari infomasi lebih dalam soal Mentari. Jangan lupa cek latar belakang dia sesuai dengan apa yang gue kemaren. Malam ini gue bakal bawa dia ke luar kota. Lo bisa lanjut besok pagi."

"Lo juga jangan gegabah Ron. Kita harus bergerak perlahan seperti apa yang udah Mentari lakukan. Dia bener-bener bergerak seperti ular."

"Lo tenang aja. Gue bakal buat permainan Mentari jauh lebih menarik." Langit sudah mulai memasang taringnya. Ia tidak akan melepaskan mangsanya dengan mudah. Sikap lembut dan manisnya seolah sirna seketika.

Tak disangka obrolan antara Langit dan Rama tadi ternyata di dengar oleh Melisa.

"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk mendepak Mentari dan bikin jabatan gue naik lagi." Gumam Melisa dengan suara lirih. Ia pun kemudian mengetuk pintu dan pura-pura tidak mendengar apa-apa.

"Permisi Mas. Saya boleh izin masuk?" Ucap Melisa setelah membuka pintu.

"Ada perlu apa kamu?" Langit benar-benar berubah dingin.

"Emm. Sebenernya saya udah beberapa hari pengen ngomong hal penting sama Mas Langit. Cuma Mas Langitnya masih kelihatan sibuk."

"Nggak usah basa-basi. Langsung aja ke intinya."

"Oh sebentar Mas." Melisa dengan buru-buru mencari ponsel di saku celananya.

"Ini."

"Kamu ngapain ngasih hp kamu ke saya?"

"Mas Langit tolong liat dulu."

Karena penasaran Langit pun mengambil ponsel Melisa dan melihat video yang ditunjukkan Melisa melalui ponselnya.

"Tari?"

"Iya Mas."

Langit menonton video itu sampai habis. Ia melihat semuanya saat Mentari membuka beberapa berkas di lemari lamanya yang sudah ia larang untuk dibuka.

"Kalo Mas Langit lagi keluar, Mentari selalu masuk ruangan ini dengan bebas. Alasannya untuk menyerahkan dan mengambil berkas. Padahal dia mengobrak-abrik isi lemari Mas Langit. Entah apa yang dicarinya, tapi itu kelihatan mencurigakan."

"Kirim video itu ke nomor saya. Dan jangan sekali-kali kamu omongin masalah ini ke siapapun termasuk Mentari."

"Kenapa gitu Mas? Saya kena satu masalah langsung turun jabatan, kenapa Mentari nggak?" Protes Melisa.

"Apa kamu pimpinan disini?"

"Emm. Bu...bukan Mas."

"Kalo gitu ikuti aja perintah saya, atau saya bisa bikin kamu beneran keluar dari perusahaan ini." Mendengar ancaman itu Melisa hanya bisa diam. Ia sungguh kesal karena rencananya tidak berjalan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Bukannya bisa mengusir Mentari, ia malah mendapat peringatan keras dari Langit. "Kamu mau ngapain lagi? Udah selesai kan?"

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang