Bab 38

202 33 2
                                    

Langit turun dari mobilnya dan segera menghampiri tempat proyek. Terlihat sekali wajah terkejut dari kedua orang itu melihat kedatangan Langit yang tiba-tiba.

"Ma... Mas Langit?"

"Apa kabar Pak Septo?" Tanya Langit basa-basi.

"Emm, kabar baik Mas. Mas Langit kok bisa disini?"

"Oh iya. Sekalian ada perjalanan bisnis yang lain."

Raut wajah pria di samping Pak Septo seakan berubah masam mendengar jawaban Langit.

"Pak ini...?"  Tanya Langit meminta Pak Septo menjelaskan.

"Oh ini Pak Bagas. Rekan kerja saya." Pak Septo sengaja berbohong untuk menyembunyikan identitas asli Pak Ridwan suami Bunda Tika untuk mengecoh Langit.

"Pak." Langit dengan rendah hati mengulurkan tangannya untuk menyapa Pak Ridwan. Pak Ridwan pun memberi senyuman dan membalas ulurna tangan dari Langit.

"Biasanya kalau mau kesini ngabarin dulu Mas?"

"Oh. Iya Pak. Tadi sekalian aja mampir. Jadi nggak sempet ngabarin. Gimana kondisi proyek?"

"Aman Mas Langit. Mas Langit sendiri? Kemarin kalau tidak salah mau ngajak Mbak Tari seandainya kesini lagi."

"Oh itu. Mentari sedang banyak kerjaan di kantor Pak. Lain kali mungkin saya ajak kesini."

"Lain kali kalau kesini ngabarin Mas Langit. Biar saya bisa persiapkan, masa Mas Langit dateng langsung terpapar debu."

"Nggak perlu repot-repot Pak Septo. Saya udah biasa datang langsung ke lokasi proyek."

"Ya tetap saja nggak enak saya Mas."

Langit mencoba bersikap setenang mungkin agar tidak menimbulkan  kecurigaan.

"Saya boleh liat-liat ke atas Pak?"

"Wah. Jangan Mas Langit."

"Kenapa?"

"Bukan bermaksud gimana-gimana. Saya takut Mas Langit nanti terluka karena diatas masih dalam pembangunan yang belum selesai."

"Justru itu Pak. Saya mau lihat bagaimana prosesnya."

"Jangan Mas Langit. Nanti saja saya temani ke atas kalau semuanya sudah kondisi aman. Untuk sekarang kita lebih baik ngopi dulu. Mas Langit pasti capek kan? Ayo mari Pak Ridwan juga biar gabung sama kita." Ujar Pak Septo membujuk Langit dan segera membawanya ke cafe terdekat.

Tibanya di cafe tersebut, ketiga orang itu berbincang santai sambil menikmati beberapa hidangan yang sudah dipesan oleh Pak Septo.

"Mas Langit hebat juga ya di usia sekarang bisa membangun perusahaan sebesar ini." Ucap Pak Ridwan.

"Ah. Biasa aja Pak. Itu juga punya Papa. Saya cuma melanjutkan." Jawab Langit.

"O iya saya denger-denger Mas Langit sekarang punya sekretaris yang baru ya?"

"Emm, iya Pak. Bapak tau darimana?"

"Tadi saya ngobrol-ngobrol aja sama Pak Septo. Saya dengar Mas Langit nggak pernah pakai sekretaris. Kenapa tiba-tiba sekarang ada?"

"Bukan apa-apa sebenarnya Pak. Saya hanya merasa sekarang saya butuh pendamping untuk membantu pekerjaan saya."

"Pendamping pekerjaan atau pendamping hidup Mas?" Tanya Pak Ridwan dengan tatapan menyelidik.

"Ah Pak Ridwan bisa saja. Tapi mungkin bener lo. Saya liat-liat Mbak Mentari juga cantik dan pintar. Kelihatannya Mas Langit juga tertarik." Tambah Pak Septo.

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang