Bab 15

382 36 4
                                    

Setelah beberapa hari berada di Singapura, Bintang akhirnya kembali lagi ke Indonesia. Ia memilih pulang sendiri dengan Meisya dibanding dengan rekan timnya.

"Kak. Kakak masih sering telponan ya sama cewek itu?"

"Namanya Mentari. Udah berapa kali kakak bilang ke kamu."

"Kakak beneran masih berhubungan sama dia?"

"Mei. Kamu bisa nggak sih jangan ikut campur urusan kakak?"

"Bukannya Mei mau ikut campur. Tapi kan kakak tau perempuan itu nggak bener. Kenapa sih kakak masih mau sama dia?"

"Jaga mulut kamu ya Mei. Mentari itu gadis yang baik. Kamu aja yang nggak mau liat kebaikan dia."

"Belain aja terus. Emang ya, susah kalo udah ngomong sama orang bucin."

"Mending kamu diem."

"Ish. Nyebelin banget sih."

Bintang memilih untuk menutup telinganya dengan headset dibandingkan harus mendengar ocehan dari Meisya. Jika bukan karena permintaan Mamanya, mungkin Bintang sudah meninggalkan Meisya di hotel.

Waktu tempuh pesawat yang harus dilalui Bintang sekitar kurang lebih dua jam. Ia sangat lelah, tapi keinginannya untuk segera menemui Mentari mengalahkan segalanya. Bahkan Bintang sudah mempersiapkan hadiah dan oleh-oleh untuk Mentari.

Setelah turun dari pesawat, Bintang dan Meisya langsung pulang ke rumah karena sudah dijemput oleh supir pribadi mereka.

"Hai. Anak-anak Mama." Okta menyapa anak-anaknya yang sudah sampai rumah. Ia menyiapkan banyak makanan untuk menyambut kedatangan Bintang dan Meisya.

"Hai, Ma." Meisya memeluk Mamanya yang sudah membentangkan tangan. Sementara Bintang langsung duduk di meja makan sambil menyantap udang goreng kesukaannya.

"Ih Bintang kok nggak peluk Mama?"

"Mah. Bintang udah laper." Padahal itu hanya alasan. Bintang tidak mau terlihat seperti anak manja yang selalu ingin dipeluk dan dicium oleh Mamanya.

"Ya udah, ya udah. Mei, kamu juga langsung makan sana. Kamu pasti laper kan?"

"Nggak deh Ma. Mei mau tidur, nanti aja makannya." Meisya pergi ke kamarnya sambil menggeret koper miliknya. Ia malas untuk makan semeja dengan Bintang. Rasa sebal dan marahnya belum hilang sejak tadi.

"Oh. Ya udah." Okta menarik bangku disebelah Bintang dan duduk di sana.

"Mama bangga deh sama kamu Bi. Makin kesini prestasi kamu makin melonjak."

"Makasih Ma. O iya, nanti malem Mama ada acara?"

"Mmmm. Nggak ada sih. Kenapa?"

"Aku mau ngajak Mama makan malem. Sekalian mau ngobrol sama Mama."

Okta tersenyum mendengar niat baik anaknya itu. "Okey. Nanti kalo Mei udah bangun kamu Mama bilangin sekalian biar kita bisa makan bareng."

"Jangan!"

"Why?"

"Kita berdua aja. Bintang mau ngomong penting."

"Owh. Oke. Cuma kita berdua. Tanpa Papa, tanpa Mei."

"Iya."

"Ya udah. Sekarang Mama mau ketemu sama temen Mama, abis ini kamu tidur istirahat, nanti malem baru kita dinner ya."

"Iya Ma. Mama hati-hati."

"Iya sayang. Mama pergi dulu." Okta pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap. Ia pergi menemui temannya dengan mengendarai mobil sendiri.

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang