Bab 18

432 37 0
                                    

Langit tetap setia menunggu Mentari yang masih berbaring diatas tempat tidur rumah sakit. Tangan kirinya di infus untuk memberi nutrisi lebih pada tubuhnya yang melemah.

Setelah beberapa lama tertidur,  Mentari akhirnya membuka mata dengan kesadaran yang belum sepenuhnya.

"Lang." Kata pertama yang muncul dari bibirnya karena melihat Langit yang duduk di sebelahnya.

"Ri. Kamu udah sadar?" Mentari tidak membalas pertanyaan Langit dan berusaha untuk duduk menegakkan punggungnya. "Pelan-pelan Ri." Langit membantu Mentari untuk duduk.

"Kok aku disini?" Tanya Mentari kebingungan. Karena saat dibawa ke rumah sakit, kesadarannya tidak sepenuhnya pulih.

"Kamu menggigil dari semalem, jadi aku bawa ke rumah sakit."

"Terus Bulan mana? Dia sendiri di rumah?"

"Bulan lagi kuliah. Tadi dia ngotot mau jagain kamu disini. Tapi aku suruh kuliah."

"Bagus deh. Ngomong-ngomong makasih ya Lang. Aku selalu ngerepotin kamu."

"Nggak papa Ri. Aku nggak repot kok. Gimana kondisi kamu?"

"Masih pusing sih. Tapi udah lumayan enakan."

Langit tiba-tiba mengarahkan telapak tangannya ke dahi Mentari untuk memeriksa suhu tubuhnya. Hal itu membuat Mentari terbelalak dan mematung.

"Masih anget. Kamu istirahat aja dulu disini sampek bener-bener sembuh."

"I...iya." Ucap Mentari yang mendadak gugup.

"O iya. Ini ada sarapan. Kamu makan dulu ya." Langit mengambilkan senampan makanan yang sudah diletakkan di meja. Langit mengaduk-aduk bubur yang ada di mangkok itu lalu meniupnya perlahan karena masih panas.

Langit menyuapkan sesendok bubur yang selesai ditiupnya pada Mentari.

"Ayo, makan."

"Lang, aku bisa makan sendiri."

"Udah. Makan." Karena dipaksa oleh Langit, Mentari pun menurut. Ia membuka mulut dan memakan bubur itu dengan lahap.

"Uhuk, uhuk." Mentari tersedak. Hal itu membuat Langit refleks menepuk-nepuk punggungnya sambil memberinya air minum.

"Pelan-pelan Ri."

Perlahan tapi pasti, Mentari berhasil menghabiskan makanannya dibantu oleh Langit.

"Lang. kamu nggak ke kantor?"

"Nggak. Aku udah cancel meeting sama jadwal ketemu klien."

"Kenapa di cancel? Udah kamu mending ke kantor aja, aku nggak papa kok."

"Nggak Ri. Kamu istirahat aja nggak usah mikirin aku. Urusan kantor udah clear, kamu perlu usah pusing."

Mentari mengangguk. Ia tidak bisa membantah kalau Langit sudah keras kepala seperti itu.

"O iya. Waktu kamu bawa aku ke rumah sakit, Bulan yang nelpon?"

"Iya. Dia panik banget karna kamu demam nggak reda-reda."

"Kok dia nggak nelpon Bintang ya?"

"Kamu ngarep Bintang yang ada disini?"

"Ya bukannya gitu. Kok dia kepikirannya nelpon kamu."

"Tadinya Bulan emang nelpon Bintang. Tapi nggak diangkat."

"Ohh."

"Kamu nggak perlu mikirin berat-berat soal Bintang. Sekarang yang penting kamu sembuh dulu."

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang