Bab 13

446 42 3
                                    

Hari-hari berlalu, sejak menjadi sekretaris Langit, kehidupan Mentari mulai banyak berubah. Dari penampilan yang selalu diperhatikan, attitude bertemu orang-orang penting, serta kemampuan bernegosiasi dan komunikasi yang baik. Semua diajarkan Langit dengan penuh kesabaran. Hal inilah yang membuat Mentari tidak canggung dan sungkan untuk menerima semua pemberian dari Langit, karena Langit selalu berdalih bahwa itu adalah untuk kemajuan kantor. Padahal Langit hanya ingin Mentari lebih dipandang dan tidak direndahkan lagi oleh orang-orang disekitarnya.

Di waktu yang senggang ini Mentari menyempatkan waktu untuk membersihkan ruangan Langit. Namun disaat ia membuka satu per satu lemari untuk merapikan berkas, Mentari menemukan satu foto usang yang tersembunyi di salah satu rak. Hal itu membuatnya terus berpikir sepanjang hari karena merasa familiar dengan gambar yang ada di foto tersebut.

"Dari tadi gue kok kepikiran terus sama foto ini? Foto siapa ya? Kok gua kayak familiar?" Mentari melihat foto keluarga yang terpasang rapi di bingkai usang.

"Ri. Kenapa? Kok duduk dibawah?" Langit tiba-tiba muncul dari arah pintu sehingga mengejutkan Mentari.

"O nggak. Ini aku nemu foto di rak kerja kamu. Ini siapa Lang?"

Mentari menunjukkan foto yang ditemukannya pada Langit. "Oh. Ini Mama sama Papa waktu masih muda."

"O iya? Kok aku kayak familiar ya?"

"Masa sih? Salah kali, kamu kan belum pernah ketemu orang tua aku Ri."

"Mmmm. Iya kali ya."

"Ya udah. Ayok pulang, kerjaan kamu udah selesai kan?"

"Udah si. Tapi masih jam segini, seriusan mau pulang?"

"Aku mau ada urusan juga habis ini. Sekalian aja aku anter kamu pulang, daripada nungguin bis."

"Eh, nggak usah Lang. Udah beberapa hari ini aku bawa motor sendiri. Udah bisa dipake soalnya habis aku ambil dari bengkel."

"O ya?"

"Iya. Jadi kalo kamu mau pulang, nggak papa duluan aja. Aku bisa naik motor sendiri."

"Oh yaudah. Kalo gitu aku duluan ya. Habis ini kamu langsung pulang aja, nggak ada kerjaan lagi kok."

"Oke. Ati-ati Lang."

"Iya."

Melihat Langit yang sudah keluar ruangan, Mentari memutuskan untuk memotret foto yang ditemukannya itu melalui ponselnya. Ia kemudian membereskan beberapa barangnya dan pergi pulang. Sesaat setelah menutup pintu, Mentari terkejut dengan kehadiran Melisa di belakangnya.

"Mbak? Ngapain disini?"

Melisa mendekatkan diri hingga berada tepat di depan wajah Mentari.

"Denger ya Tari. Jangan sok cantik lo disini! Mas Langit itu cuma merasa berhutang sama sama elo karena kecelakaan itu. Bukan karna bener-bener mau mempekerjakan elo disini. Dan lo harus inget satu hal, gue nggak bakal tinggal diam. Gue pasti bisa ngambil posisi gue lagi. Dan elo, gue pastiin elo bakal ditendang sendiri sama Mas Langit."

"Mbak. Maksud Mbak Melisa apa ya? Kok Mbak Melisa bisa tau soal kecelakaan itu?"

"Berita kecelakaan Langit udah kesebar di seluruh kantor. Dan soal elu yang diangkat jadi sekretaris dadakan juga udah jadi omongan. Ya lo tunggu aja sebentar lagi, gue yakin orang yang pengen lu keluar dari kantor ini bukan cuma gue. Lo kan cuma lulusan SMK, nggak pantes jadi sekretarisnya Mas Langit."

Semakin mendengarkan kata-kata Melisa, Mentari semakin panas. Ia lebih memilih pergi dari sana dan meninggalkan Melisa sendiri. "Eh. Mau kemana lu? Inget ya kata-kata gue." Melisa meneriaki Mentari yang berlalu tanpa mempedulikannya.

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang