37. Kejar-Kejaran Bagian 2

1.4K 175 102
                                    

𝙃𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜.
________________

"Jadi [Name], siapa Kakek-Kakek yang kamu maksud tadi?" Supra mulai membuka topik pembicaraan ketika mereka berdua sudah berjalan masuk ke perkampungan yang beberapa menit lalu mereka lewati.

[Name] melirik Supra sejenak sebelum akhirnya pandangannya ia alihkan pada langit sore yang mulai memerah. "Kamu pasti tahu soal teror yang aku dan Gentar temui beberapa waktu yang lalu, kan?"

Supra mengangguk pelan. "Iya." jawabnya singkat.

"Saat pertama kalinya teror itu kembali, teror itu menggunakan bunga lily merah muda. Lalu saat Gentar kecelakaan, ada seorang wanita paruh baya yang memberikanku bunga lily orange. Katanya itu ditemukan di TKP Gentar kecelakaan," [Name] memberikan jeda sejenak pada ucapannya, "dan hari dimana aku keluar dari rumah sakit, aku sempat mampir ke festival bunga lily untuk mencari tahu makna dari dua bunga lily tersebut. Di sanalah aku bertemu Kakek-Kakek misterius itu."

"Kakek itu memberitahuku makna dari bunga lily orange dan bunga lily merah muda, yang mana kedua makna itu saling bertolak belakang." [Name] menyelesaikan perkataannya sambil melirik kembali ke arah Supra untuk melihat reaksi dari pemuda menjengkelkan di sampingnya itu.

Supra terdiam sejenak, pemuda itu terlihat tengah mencerna ucapan [Name]. "Bunga lily merah muda melambangkan rasa cinta dan kekaguman kepada orang lain, sedangkan bunga lily orange melambangkan kebencian, kesombongan, dan kecemburuan terhadap orang lain,"–Supra menoleh ke arah [Name–" aku benar, kan?"

[Name] menatap Supra lamat. "Rupanya kamu sudah mencari tahu artinya." ucapnya.

"Sori yang memberitahuku."

Ketika mendengar nama Sori [Name] jadi kembali teringat dengan ucapan Frostfire beberapa waktu yang lalu. "Sepertinya Sori lebih tahu soal teror ini, ya." celetuk [Name].

"Dulu dia yang paling banyak mengalami hal ini. Saat teror itu kembali datang, aku kira Sori lagi yang bakal jadi sasarannya, rupanya justru Gentarlah yang kena," tutur Supra.

Entah ini hanya asumsinya atau bukan tapi, [Name] merasakan perasaan sedih dan bersalah mengelilingi tubuh Supra. Nampaknya kalau sudah menyangkut adiknya, Supra jadi kesulitan menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.

Supra itu menyebalkan, [Name] akui itu.

Tapi entah mengapa sifat menyebalkan Supra terlihat seperti dinding yang tinggi dan tebal, dimana tidak ada satu orangpun yang diizinkan menembus dinding tersebut.

Sore perlahan berganti malam, azan maghrib bahkan sudah lewat. Setelah percakapan tadi, kini hanya ada kesunyian di antara Supra dan [Name]. Sepertinya kedua orang itu lebih memilih tenggelam pada pikirannya masing-masing daripada melanjutkan percakapan mereka sebelumnya.

Setelah sepuluh menit berjalan, akhirnya Supra dan [Name] sudah kembali ke tempat Vivi—vespa milik Supra—serta ransel mereka berada.

"Barang-barang kita masih ada rupanya." [Name] lumayan terkejut kala ranselnya masih berada di posisi yang sama ketika dirinya meninggalkannya tadi.

Supra berjalan ke arah ransel miliknya. "Orang gila mana yang berani mengambil barang-barang dari anak pemilik kota Pulau Rintis," ucapnya. Perkataan Supra ada benarnya juga. Mustahil penduduk kota Pulau Rintis tidak mengenal Supra, si kandidat terkuat nomor dua sebagai pewaris Amato Group Company.

[Name] juga berjalan ke arah ranselnya dan hendak mengambilnya namun, pergerakannya terhenti kala sudut matanya melihat gerak-gerik aneh dari Supra.

"Ada apa?" tanya [Name].

Calon Menantu! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang