46. Diari

1.5K 172 235
                                    

𝙃𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜.
________________

"Bromo ...." Solar hampir menjatuhkan ponselnya ketika mendengar nama marga dari keluarga yang sangat ia kenal.

Yaya, Ying, Fang, Thorn, Gempa, Blaze dan pacarnya Blaze juga terkejut dengan informasi bahwa keluarga Bromo ada kaitannya dengan teror yang menimpa keluarga Amato II.

Sedangkan Supra, Ice, Sori dan [Name] hanya diam dan tidak memberikan reaksi apapun. Mereka berempat terlihat tenang dan justru lebih memilih tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing.

"Hei Tarung ... ini gak mungkin, 'kan? Pasti ada kesalahan, gak mungkin keluarga mereka ... gak mungkin!" Blaze mengusap wajahnya kasar. Dia tidak percaya dengan apa yang di katakan Tarung barusan. Blaze tahu keluarga Bromo seperti apa, bagi Blaze dan semua saudaranya keluarga Bromo sudah seperti keluarga bagi mereka.

Apalagi Thorn, yang sejak kecil selalu di asuh oleh mendiang istri Bromo semasa kecil dulu. Sudah pasti anak itu sangat terguncang dengan informasi yang masih abu-abu itu.

"Ini memang mengejutkan Tuan Muda sekalian. Dan ini juga belum pasti karena bisa saja mereka menipu dengan menyebut nama keluarga Bromo. Saya akan pastikan lagi, kalau begitu saya izin dulu Tuan-Tuan dan Nona-Nona sekalian."

Dengan itu panggilan Tarung berakhir meninggalkan begitu banyak pertanyaan di benak Solar dan teman-temannya.

"Ini gak mungkin 'kan? Itu pasti bohong!" Blaze mulai terlihat frustasi, sang pacar yang berada di sebelahnya mulai mengusap-usap pundak Blaze untuk menenangkannya.

"Kita harus tenang, ini masih abu-abu. Masih belum ada kejelasan apa benar pihak Bromo ikut campur dengan masalah teror ini." ucap Gempa berusaha menenangkan semua orang yang mulai tidak terkendali.

"Tapi bagaimana kalau iya? Keluarga Bromo adalah orang yang paling kita percaya." Thorn memeluk kedua kalinya. "Keluarga itu yang merangkul kita dulu." lirih Thorn.

Solar mengusap pundak Thorn lalu memeluk pemuda itu. Solar tahu orang yang paling terpukul dengan informasi itu adalah Thorn.

"Tapi meskipun iya yang harus kita lakukan adalah bertenang dan mempersiapkan diri sebelum badai yang sebenarnya datang." Manik emas Gempa menatap ke luar jendela.

Di langit sana awan-awan hitam mulai berkumpul, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

Manik emas Gempa kembali menatap kepada saudara dan teman-temannya yang sekarang diam dan tenggelam dengan pikirannya masing-masing.

Gempa mengigit bawah bibirnya, sorot matanya menatap sendu kepada saudara serta sepupunya.

Andai saat ini ada Halilintar dan Frostfire, selaku dua orang yang tertua di antara mereka pasti situasi seperti ini bisa di tangani oleh mereka berdua.

Jika mereka berdua ada, apa yang akan dua orang itu lakukan?

Apa yang akan Halilintar lakukan?

Apa yang akan Frost—Ah tidak!

Gempa menggeleng cepat, ini bukan saatnya untuk bertanya-tanya. Ini adalah masanya untuk bertindak.

Bukan bertindak sebagai Halilintar atau Frostfire.

Tapi bertindak sebagai dirinya sendiri, Gempa Raditya Amato.

Baiklah, ayo coba kita teliti lagi ketiga informasi tadi.

Gempa berjalan menuju satu kursi panjang yang di mana ada [Name] di sana lalu mendudukkan pantatnya persis di sebelah [Name].

Yang pertama Riana adalah peneror yang meneror geng mini bus kemarin serta tubuhnya di temukan bersama abu dari mobil van hitam yang hangus terbakar.

Calon Menantu! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang