58. Buku Bersampul Merah

998 139 292
                                    

ia𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜.
________________

Gopal menatap lurus pada wajah samping Beliung yang tengah tertidur pulas.

Jika hitungan Gopal tidak salah, ini sudah menit ke tiga puluh sejak Beliung tertidur. Semangka yang ia potong dadu tadi sudah habis dan menyisakan beberapa potong untuk Beliung nanti.

Sekarang yang Gopal lakukan hanya memandangi wajah letih Beliung yang tertidur sambil menebak-nebak mimpi apa yang tengah singgah di alam bawah sadar pria menyebalkan itu.

Gopal mengulurkan jari telunjuknya ke bawah lubang hidung Beliung, merasakan hembusan nafas yang terhembus dari sana. Sejenak dirinya merasa lega jari telunjuknya bisa merasakan nafas dari pria itu.

Setelah dari lubang hidung, jari telunjuk Gopal berpindah menuju leher Beliung dan merasakan denyut nadi yang berdetak di sana. Helaan nafas lega terdengar dari mulut Gopal. Sebuah senyum yang tidak pernah Gopal ukir di bibirnya kini dengan mudahnya tersungging hanya karena ia merasakan denyut nadi milik Beliung.

Beliung menyebalkan, dan Gopal akui itu.

Beliung menjengkelkan, dan Gopal setuju dengan itu.

Beliung merepotkan, Gopal juga sependapat dengan itu.

Namun, tubuh Gopal tidak bisa untuk  berbohong bahwa dia begitu takut dengan Beliung yang tertidur terlalu lama. Gopal takut denyut nadi Beliung terhenti, Gopal takut deru nafas Beliung menghilang, Gopal takut tidak bisa melihat lagi bola mata biru indah milik Beliung.

Gopal takut dengan fakta jika seandainya dia kehilangan Beliung untuk selamanya.

Gopal tahu dan sangat paham bahwa makhluk seperti dirinya dan Beliung tidak mudah untuk mati namun, untuk dirinya yang sudah melihat tiga ribu kali lebih kematian [Name] dengan berbagai macam cara membuat Gopal trauma dengan kematian dan kehilangan.

Gopal tidak ingin melihat kematian [Name[ lagi. Sejak Beliung menciptakan putaran dan dimensinya sendiri dengan bantuan Yaya, Gopal mulai sedikit demi sedikit menaruh kepercayaan dan harapan pada Beliung. Meski dirinya tidak mempercayai ending bahagia yang sesungguhnya tapi, mempercayai Beliung itu tidak ada salahnya bukan?

Beliung itu harapan terakhir, Gopal tidak bisa membayangkan akan seperti apa dunia dan alam semesta jika Beliung tidak ada. Mungkin hanya akan ada kekacauan dan kehancuran dimana-mana.

Untuk beberapa alasan itulah yang membuat Gopal lega dirinya masih bisa merasakan denyut nadi dan deru nafas Beliung yang masih tertidur pulas.

Gopal menyentuh dahi Beliung pelan. "Tidurlah Beliung, tidur yang nyenyak." gumam Gopal dengan senyum tipis yang masih setia terukir di bibirnya.

"Bocah itu tidak mati, 'kan?" Suara seseorang yang sangat Gopal kenal terdengar di telinganya. Gopal yang terkejut dengan suara itu sontak menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang kakek tua mengenakan pakaian serba hijau dengan dua antena di dahinya serta satu tongkat kayu yang menjadi tumpuannya tengah berjalan mendekat ke arah Gopal dan Beliung.

"Tok kasa? Kenapa anda baru datang?" tanya Gopal pada kakek tua di hadapannya yang memiliki nama Hang Kasa, si penjaga perpustakaan memori.

Suara ketukan yang seirama dengan langkah kaki Hang Kasa menggema di altar besar tempat Gopal dan Beliung berada. "Kalau aku datang dari tadi sudah pasti bocah itu kabur dariku." ucap Hang Kasa sambil menunjuk Beliung dengan tongkat kayunya.

"Ah, iya juga." Gopal langsung paham dengan ucapan Hang Kasa barusan. Dirinya sangat paham bahwa Hang Kasa tengah mengungkit masalah di masa lalu yang melibatkan dirinya dengan Beliung.

Calon Menantu! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang