30. Siluet di Ujung Jalan

1.8K 218 94
                                    

𝙃𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜.
________________

[Name] merebahkan tubuhnya di atas brankar miliknya. Saat ini jam dinding menunjukkan pukul delapan malam.

Setelah melewati berbagai hal yang membuatnya lelah, akhirnya [Name] bisa menikmati waktu sendiri tanpa adanya orang-orang gila atau gak jelas yang selalu berada di sekitarnya di manapun dirinya berada.

[Name] memejamkan matanya, berusaha untuk tidur sebelum nanti ia di bangunkan untuk pemeriksaan lebih lanjut di bagian lehernya.

Ketika hendak pergi ke alam mimpi, tiba-tiba saja telinganya mendengar suara ketukan yang berasal dari jendela panjang yang letaknya agak jauh dari brankarnya.

Awalnya [Name] mengabaikannya, gadis itu berfikir mungkin ada bocah iseng di rumah sakit yang mengetuk-ngetuk jendela kamarnya tapi, bocah iseng mana yang berkeliaran di rumah sakit jam delapan malam? Dan lagi, bukankah kamar tempat ia di rawat itu berada di lantai delapan? Mustahil bukan ada orang iseng yang mengetuk-ngetuk jendela kamarnya?.

Bulu kuduk [Name] merinding seketika, gadis itu segera bangun dari brankarnya dan menatap lurus pada jendela di sampingnya.

Jendela di kamarnya tertutup oleh gorden warna biru tua, sehingga bagian luarnya tidak terlihat sama sekali.

Suara ketukan lagi-lagi terdengar.

[Name] meneguk ludahnya kasar, seketika dirinya teringat pada cerita horor Gentar yang sempat di ceritakan olehnya waktu jamkos seminggu yang lalu.

Cerita itu berisi tentang seorang suster yang mati dengan cara terjepit jendela rumah sakit lalu arwahnya gentayangan dan suka menghantui penghuni rumah sakit dengan cara mengetuk jendelanya tiga kali.

"Itu bukan suster yang kejepit itu kan? Kalau di ceritanya dia ngetuk tiga kali. Ini kan baru du-"

Ketukan lagi-lagi terdengar di telinga [Name].

"Oke ini pasti dia."

[Name] perlahan turun dari brankarnya dan mulai berjalan mendekat ke arah jendela.

Kalau boleh jujur [Name] percaya akan adanya hantu. Tidak seperti Supra yang denial dan menganggap hantu itu tidak ada.

Karena dulu saat bundanya tiada, [Name] selalu berharap bundanya datang dalam wujud arwah dan menemuinya meski hanya sekali saja. Terdengar gila memang, padahal orang-orang awam saja menghindar dan tidak ingin bertemu dengan sosok arwah dari orang yang sudah tiada. Bagi mereka hal itu menyeramkan tapi, bagi [Name] hal yang lebih menyeramkan dari hantu adalah hidup sendiri tanpa adanya genggaman tangan dari bunda tercintanya.

Gadis bermanik cokelat itu perlahan menggeser gorden biru yang menutup bagian luar jendela. Terlihat di luar sana terdapat siluet seorang pemuda yang nampak berdiri membelakangi jendela.

[Name] menyipitkan matanya, berusaha mengenali punggung pemuda itu yang terlihat sedikit familiar di matanya sampai, tiba-tiba saja pemuda itu memutar badannya dan langsung menatap [Name] sembari menyunggingkan senyum secerah mentari di bibirnya.

Manik cokelat [Name] membulat kala dirinya tahu siapa orang yang sedari tadi mengetuk pintunya. Gadis itu menghela nafas kasar sebelum akhirnya kedua tangannya membuka jendela kamarnya lebar-lebar.

Senyum pemuda itu semakin lebar, segera tangan kanannya menyuguhkan buket bunga [YourFavoriteFlower] di hadapan [Name]. "Selamat malam cantik, senang rasanya bisa melihatmu lagi setelah tiga hari lamanya kamu tertidur." Ucap pemuda itu.

[Name] terdiam sejenak, sebelum akhirnya gadis itu mengambil seikat bunga yang di berikan oleh pemuda di hadapannya itu. "Lain kali gunakan pintu Taufan, dan terima kasih bunganya" Ucap [Name]. Kini gadis itu berjalan menjauh dari jendela dan kembali duduk di brankarnya.

Calon Menantu! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang