Chapter 8

12 1 0
                                    

"Nih minum, Vin."

Devina menoleh ke temannya yang menaruh satu gelas cocktail yang temannya pesan dari seorang bartender di klab malam yang saat ini ia sedang berada di meja bar di sebuah klab malam yang menjadi tempat pertemuan dengan temannya.

"Thanks, maaf ya kalau ngerepotin," ucap Devina merasa nggak enak dengan temannya.

"Gak repot. Santai aja kali," balas temannya sambil mengaduk cocktail miliknya dengan sedotan. "Jadi ada apa?"

"Kamu tau tempat yang buka lowongan pekerjaan gak buat aku?"

"Bukannya kamu sekolah lagi ya?" Teman Devina heran mengapa Devina menanyakan lowongan pekerjaan yang ia tahu Devina kembali bersekolah.

"Aku berhenti," jawab Devina

"Kenapa berhenti? Butuh uang buat biaya pengobatan adikmu kah?"

"Bukan itu. Ada masalah di sekolah."

"Lebih baik kamu lanjutin sekolah kamu deh, Vin. Ini kan tahun terakhir kamu di sekolah terlebih bulan depan kamu akan menunjukkan permainan sepak bola kamu di Piala Kartini untuk bisa bergabung dengan tim sepak bolaku."

"Iya. Beberapa waktu lalu Bu Donna menemui pelatih dan manajemen timku. Beliau mempromosikanmu agar bisa direkrut timku. Pelatih dan manajemen tertarik dengan kemampuan kamu dari video-video yang beliau tunjukkan hanya saja mereka ingin melihat kamu tampil di turnamen itu. Jadi aku minta kamu bertahan lebih lama karena ini tinggal selangkah lagi."

Devina terdiam mendengarkan apa yang dikatakan temannya yang seorang pesepakbola profesional yang membela salah satu tim besar di Liga 1. Impiannya untuk bermain di kancah Liga 1 tinggal selangkah lagi dan membuka kesempatan dirinya mendapatkan beasiswa.

*****

Daniel tengah tersenyum memandangi mainan gundam yang dulu diperebutkannya dengan Devina. Saat ini Daniel sedang berada di dekat adiknya Devina yang bernama Bagus tengah tertidur pulas. Saat ini Daniel datang menjenguk adiknya Devina sekaligus mencari tahu tentang Devina dari orang terdekatnya Devina yaitu dari ayah gadis itu.

Perhatian Daniel dari mainan gundam dan Bagus langsung teralih dengan pintu yang terbuka. Daniel menoleh lalu berdiri dari duduknya saat melihat ayahnya Devina datang membawa sebuah cemilan kue bolu yang sudah ditaruh diatas piring plastik.

"Maaf ya, Nak Daniel. Saya hanya bisa sajikan ini," ucap ayah Devina sambil mendirikan meja yang ada di ranjang Bagus hanya untuk menaruh sepiring kue bolu.

"Gapapa, Pak. Justru saya merasa merepotkan Bapak," balas Daniel merasa tidak enak.

"Ndak ngerepotin kok. Justru saya senang karena kedatangan Nak Daniel ke sini. Ah iya, minumannya. Nak Daniel mau minum apa? Teh?"

"Gak usah, Pak. Saya nggak mau ngerepotin bapak lagi hehe..."

"Ya sudah kalau gitu. Oh iya, kamu bisa tahu Devina punya adik dan tengah dirawat di sini dari siapa?"

"Dari Bu Donna, Pak."

"Oh, dari Bu Donna toh. Nak Daniel, jujur saja saya nggak nyangka banget loh kalau kamu itu jadi pelatih tim sepak bola anak saya. Saya harap kamu bisa bikin Devina seperti kamu jadi pesepakbola profesional."

"Iya, Pak. Saya bakal usahakan itu ke Devina dan teman-temannya. Ngomong-ngomong Bapak tahu nggak si Devina suka pergi ke mana?"

"Saya kurang tahu dia suka main ke mana. Tapi kalau mau ketemu Vina bisa ke mess-nya soalnya tadi dia habis dari sini."

"Tadi ke sini ya, Pak?"

"Iya."

"Besok dia ke sini lagi nggak, Pak?"

I Love U, My Coach Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang