Sepenuh Hati

17. Takut

"Aduh pak Rama, saya minta maaf, maaf kalau kedatangan kami kesini mendadak. Anak saya Ilham, tiba-tiba mengajak saya kesini, pas saya tanya mau apa, eh dia jawab minta anter untuk melamar nak Sandra" ucap om Samsul, gue masih berdiri di balik tembok, mendengarkan obrolan bapak dan om Samsul.

"Saya juga minta maaf kalau jamuan nya cuma seadanya, soalnya Sandra ngga ada bilang apa-apa sama kita selaku orangtua nya, anaknya ditanya malah ikut bingung juga"

"Lho? Ini gimana maksudnya Ilham? Papah kira kamu sama Sandra..." Ilham menggeleng.

"Maaf pah..." Ilham akhirnya menceritakan semuanya dari awal, dari sejak pertemuan pertama kalinya sama gue di apartemen, sampai niat dadakan dia mengajak keluarganya datang ke rumah gue.

"Nak Ilham langsung ngomong aja sama Sandra soal niat baiknya, kalau om ngga bisa memutuskan. Bu, panggil Sandra"

"Iya pak"

Aduh mampus gue, kenapa harus panik sih, Dug ... anjir sakit banget kaki gue, pake segala kesandung meja sih.

"Kak, kamu kenapa?" Tanya ibu saat melihat gue jongkok sambil mengaduh.

"Kesandung bu, sakit"

"Sini ibu bantu berdiri"

"Bu?" Gue menggeleng saat ibu mengajak gue untuk menemui Ilham.

"Temuin dulu kak, kakak yang punya hak buat jawab, ibu sama bapak cuma bisa dampingin kamu, ayo..."

"Takut bu, katanya kan ngga boleh nolak, aku harus gimana bu?"

"Selama yang ibu kenal, Ilham tuh anak nya baik kak, ngga pernah macem-macem. Tapi, semuanya balik lagi ke kakak, terserah kakak aja ibu mah"

"Suruh dia pulang aja bu, biarin kakak mikir dulu"

"Mana boleh begitu kak, udah ayo cepetan, nanti bapak marah"

Gue ngga berani menatap kedepan, takut sama malu juga. Ini kalo gue ditanya mau terima apa ngga, gue harus jawab apa? Bingung. Kan katanya pamali kalau nolak lamaran dari cowok, mitos nya sih suka lama lagi dapet jodoh nya. Sekarang aja umur gue udah mau nginjek dua puluh sembilan, terus kalau gue nolak Ilham? Kira-kira umur berapa gue ketemu jodoh, argh...nyebelin.

"San, jangan nunduk terus atuh" goda bapak.

"Ih bapak, malu" mendengar jawaban gue, semuanya malah tertawa, apanya yang lucu coba...?

"Itu lho Ilham mau ngomong, coba dilihat dulu kak"

Jantung gue kenapa ini ya allah, kenapa jadi tantrum begini sih, ini jantung tantrum karna takut apa seneng? Ah ngga tau, bingung pokoknya. Ilham, lo bener-bener yaa...awas aja nanti kalo udah ngga ada orang.

"San...sebelumnya aku mau minta maaf, maaf kalau kedatangan aku kesini bikin kamu bingung. Maksud kedatangan aku kesini itu mau melamar kamu buat jadi istri aku, dengan segala keberanian aku meminta kamu langsung sama om Rama dan tante Hanna, tapi mereka bilang semua keputusan ada di kamu. Sandra Amourella, wanita cantik dan sederhana yang pernah aku temui, mau kah kamu menikah dengan ku?"

Gue diam, masih bingung mau jawab apa, masih ada rasa ragu buat terima lamaran Ilham.

"Pak, bu, Sandra ngga tau harus jawab apa? Gimana kalau bapak sama ibu aja yang jawab? Apapun jawaban kalian, Sandra bakalan terima"

"Apapun jawaban bapak dan ibu akan kamu terima?"

"Iya pak"

"Yakin?" Gue mengangguk.

"Bapak ngga mau sampai ada penyesalan ya kak? Bapak sama ibu cuma mau yang terbaik buat kamu, buat masa depan kamu"

"Apapun pak, insyaallah Sandra ngga akan pernah menyesal dengan pilihan bapak dan ibu"

"Baiklah kalau begitu, bismillahhirohmannirohim....lamaran nak Ilham bapak terima"

"Alhamdulillah..." semuanya serempak menjawab.

"Terimakasih om, tante" ini kedua kalinya gue liat Ilham nangis lagi, setulus itu ya Ham rasa lo buat gue.

Perasaan gue rasanya plong banget, kayak pecah bisul kalo kata orang. Lega. Beban di pundak terasa berkurang, entah ini cuma perasaan gue aja atau gimana. Ternyata jodoh gue tetangga deket, mana tadinya menolak keras, eh sekarang malah udah jadi calon suami.

Menyisakan Ilham sendiri, sedangkan keluarga Ilham yang lain sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Btw tadi tuh tante Romlah ada juga, cuma emang lebih banyak diem. Bener kata ibu, sekarang tante Romlah banyak berubah.

"Aku mau ajak kamu ke suatu tempat"

"Kemana?"

"Pokoknya ada, nanti kamu juga tau"

"Ya udah, pamit bapak sama ibu dulu"

"Iyaa"

.
.
.

"Ini rumah siapa?"

Rumah dua lantai, dengan perpaduan warna hitam dan putih, halaman depan dan belakang nya luas, cukup untuk parkir tiga mobil plus motor. Rumahnya sudah hampir selesai dibangun, didalam masih ada beberapa tukang yang masih bekerja.

Lahan luas kosong dipinggir jalan samping gang masuk rumah, sekarang udah ada bangunan Rumahnya, gue baru ngeh malahan.

"Rumah kita"

"Kita?"

"Iya kita, setelah menikah nanti kita bakalan tinggal di sini, rumah ini akan jadi tempat Ilham dan Sandra Junior lahir" Setelah mengucapkan kalimat itu, Ilham menggenggam tangan gue lalu mengajak gue untuk masuk ke dalam.

"Gimana? Kamu suka?" Tanya Ilham.

"Su~ka"

"Kok jawabnya ragu gitu, aku sengaja siapin ini buat kamu"

"Ilham? Aku ngga tau harus ngomong apa lagi, tapi makasih ya? Makasih buat rasa cinta dan sayang kamu yang begitu besar buat aku, makasih karena kamu sudah mau bertahan menghadapi sikap keras kepala nya aku"

"Terimakasih sudah mau menerima lamaran aku, makasih sayang"

Gila. Tiba-tiba dapet serangan mendadak, biasanya cuma bapak sama ibu yang panggil gue dengan sebutan 'sayang'.

"Bos, insyaallah minggu depan beres" suara salah satu tukang membuyarkan rasa gugup gue.

"Oke siap pak"

"Ini siapa atuh bos? Cantik begini, biasanya juga kesini sendiri"

"Ini calon istri saya pak"

"Alhamdulillah, semoga lancar ya bos, amin"

"Amin ya allah, makasih pak"

~~~