8. Kondangan

650 40 0
                                        

"Kak, mau kondangan ke tempat Sari ngga? Apa mau nitip aja sama ibu?"

Ya ampuuun....lupa gue, padahal niatnya mau beli kado dulu. Kalau titip ke ibu malu ngga ya? Soalnya kan kemarin yang kasih undangan nya Mamanya Sari langsung. Luka di kaki juga udah ngga terlalu sakit di bawa jalan, dateng aja deh, itung-itung latihan jalan juga, biar ngga kaku.

"Aku ikut deh bu, bentar ya siap-siap dulu"

"Ya udah, ibu juga mau siap-siap"

"Aduh, cantik banget anak gadis ibu, pantes Ilham ngejar-ngejar terus"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aduh, cantik banget anak gadis ibu, pantes Ilham ngejar-ngejar terus"

"Ibuuuuu...." bisa ngga sih kalau mau puji itu jangan bawa-bawa nama dia bu.

"Iya iya, ayo pak berangkat"

"Kirain bapak ngga ikut, terus warung siapa yang jaga?"

"Ada Rima, nanti pulang kondangan bapak ke sana lagi"

Kami bertiga berjalan bersama, posisi gue di tengah, gue gandeng tangan Bapak, tangan sebelah gue di gandeng sama ibu. Rumah Sari bersebelahan dengan rumah Ilham, tenda nya pun di pasang sampai depan rumah Ilham. Males sebenarnya tapi ngga enak sama orangtua Sari, pasti ketemu ini mah sama tetangga Sari.

"Eh...eh...ada siapa ini? Udah sembuh San?" Kami berpapasan dengan bu Rt yang kebetulan juga baru datang, sendirian.

"Alhamdulillah, udah mendingan bu Rt" jawab gue kemudian menyalami bu Rt.

"Besok-besok mah jangan terlalu di orangin ya San, anggap aja patung" bisik bu Rt sambil mengusap-usap lengan gue.

"Iya bu Rt" gue mengangguk kemudian menyusul Bapak dan ibu yang berjalan di depan gue.

Setelah bersalaman ke atas pelaminan, Bapak dan ibu mengantri untuk mengambil prasmanan. Gue memilih melipir, mau ambil ice cream aja, soalnya sebelum kondangan sempet makan dulu.

Ini ice cream udah hampir abis, tapi Bapak sama ibu kok ngga ada nyamperin gue ya, kemana sih mereka? Mana gue males cari kanan-kiri depan-belakang, takut ngeliat pemilik rumah sebelah.

"Buat kamu" gue mendongkak saat satu cup ice cream tersodor di hadapan gue, pelakunya adalah Ilham. Pangling. Celana bahan hitam dan baju batik abu-abu pas di badan, tersenyum dengan deretan gigi yang rapi.

"Ngga! Makasih" tolak gue.

Gue berdiri, niatnya mau pulang aja sendiri kalau ngga nemu posisi bapak sama ibu duduk. Tangan gue di tahan, dan gue kembali duduk di samping Ilham. Gue melotot tak terima ke arah Ilham.

"Makan dulu ini ice cream nya, aku sengaja ambilin buat kamu"

Gue ngga minta, njirrr...

Mau marah-marah juga malu, soalnya rame banget, nanti bisa viral satu kampung kalau sampai kejadian. Tarik nafas, buang, terus begitu sampai beberapa kali. Gue ambil cup ice cream di tangan Ilham, dan akhirnya gue makan, soalnya udah ada yang mulai lirik-lirik ke arah gue sama Ilham.

"Kaki kamu gimana?" Tanya Ilham sambil melirik ke bawah.

"Lumayan!" Dari sudut mata terlihat Ilham tersenyum.

"Kamu cantik San"

Ngga salah denger kan gue?

Ini kenapa gue seneng ya di bilang cantik sama dia? Ini normal ngga sih, ini juga jantung gue kenapa lagi, malah tantrum begini.

"Nahhh...begini kan enak di lihat nya, akur" Mas Pandu dan istrinya menghampiri kita berdua, duduk tepat di kursi depan gue dan Ilham.

"San, gimana kakinya?" Tanya Yuni, istri mas Pandu.

"Udah mendingan mbak"

"Kalian kondangan bareng?" Tanya Yuni menunjuk gue dan Ilham bergantian.

"Ngga! Aku kesini sama Bapak sama ibu" jawab gue cepat, sebelum keduluan si Ilham.

"Lah? Tadi kita papasan sama pak Rama kok pas mau kesini, jalannya buru-buru banget" ucap mas Pandu.

"Sama ibu juga ngga mas?" Tanya gue panik, mas Pandu mengangguk.

"Iihh...kok pulang pada ngga bilang sih" gerutu gue kesal.

"Tadi om Rama titipin kamu ke aku San" gue menoleh tak percaya, emangnya gue barang di titipin segala.

"Mas Pandu, mbak Yuni, Sandra duluan ya? Takut ada apa-apa di rumah, permisi"

"Anterin Ham, kasian ituuu...kakinya pasti masih sakit" bisik mas Pandu, tapi gue masih bisa denger.

Jangan lupa masukin amplop dulu ke dalam kotak, terus pamit pulang. Pengen jalan cepet susah banget, ternyata kaki gue belum bisa di bilang sembuh, ini buktinya masih sakit, kecuali gue jalan pelan-pelan.

"Ilham!" Gue menoleh ke samping saat mendengar suara cukup kencang memanggil nama Ilham, lebih terdengar seperti bentakan.

"Ngapain sih kamu deket-deket sama dia? Pulang!" Sentak tante Romlah sambil memandang gue tidak suka.

"Mahhh..." Ilham menggelengkan kepalanya, tanda tidak suka dengan ucapan sang ibu.

Untung posisi gue udah lumayan jauh dari tempat kondangan, jadi area sekitar gue cukup sepi.

"Ini juga jadi perempuan gatel banget, minta jajanin mulu sama Ilham, dasar matre!"

Apa katanya?

Matre?

Gue matre?

~~~

Sepenuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang