Sepenuh Hati

28. Jamur

"Assalamu'alaikum"

Mendengar suara bapak dan ibu, Ilham segera keluar dari kamar, belum lama Ilham sampai di rumah tapi di rumah kosong, untung Ilham pegang kunci serep.

"Waalaikum salam"

"Tumben Ilham udah pulang?" Tanya bapak.

"Iya pak, sengaja pulang cepet, oh iya pak...Sandra kemana ya?

"Tadi waktu ibu mau ke warung nyusul bapak, Sandra masih ada kok? Emangnya ngga bilang sama kamu mau pergi kemana?" Tanya ibu.

"Ngga bu, hape nya ngga aktif malah dari siang"

"Di rumah bu Romlah coba dicek dulu, kalo ngga di rumah kalian"

"Ngga ada bu, tadi Ilham udah telpon mamah, ngga ada katanya. Di Rumah depan juga ngga ada, Ilham udah Tanya ke Sandi"

Sandi adalah orang kepercayaan Ilham, dia orang yang bertugas menjaga Depo tabung gas milik Ilham, posisinya ada di sebrang rumah Ilham. Tidak hanya menjual tabung gas, tapi juga air minum galon, mengantar ke warung-warung kecil dan rumah-rumah.

"Kemana ya itu anak, pergi kok ngga bilang-bilang" gerutu ibu.

"Mending kamu Bersih-bersih dulu Ham terus makan" ucap bapak.

"Iya pak, Ilham ke kamar dulu mau mandi"

Lewat waktu maghrib, Sandra belum juga kembali ke rumah. Ilham semakin dibuat gelisah, hape Sandra juga belum aktif. Sepulang dari masjid, Ilham terus mondar-mandir di teras rumah, sesekali mengecek hape nya.

"Abang? Ngapain diluar?"

Ilham tidak menjawab, ia langsung menarik tangan Sandra lalu memeluknya erat.

"Maafin abang ya dek"

"Maaf buat apa abang?"

"Adek marah ya sama abang? Makanya sengaja pergi dari rumah?"

"Ngga, adek ngga marah sama abang, adek tadi dari rumah Anindya, abis jenguk Gio"

"Kenapa hape adek ngga aktif?"

"Kuota nya abis, ini adek sekalian beli ke depan"

"Ya allah adek, abang khawatir, takut adek kenapa-napa"

Ilham dan Sandra masuk ke dalam rumah, di ruang tengah ada bapak dan ibu yang sedang menonton tv.

"Darimana aja kamu kak? Pergi ngga bilang-bilang" Tanya ibu.

"Dari rumah Anindya bu, jenguk Gio"

"Suami kamu khawatir itu, lain kali ngga boleh gitu"

"Iya ibu, maaf"

.
.
.

"Dek, sini...kita ngobrol"

"Sebentar abang, aku pakai skincare dulu"

Dari cermin gue bisa melihat Ilham dengan jelas, sambil duduk bersandar di kepala ranjang, Ilham terus memandang ke arah gue.

"Kenapa liatnya gitu banget?" Tanya gue, kemudian gue duduk di samping Ilham.

"Adek cantik!"

"Siap nikahin aku, harus siap bayarin perawatan nya lho bang?"

"Siap dong sayang, apa sih yang ngga buat adek"

"Abang mau ngobrol apa? Mau bahas soal tadi siang kan?"

"Iya, adek dapet foto itu dari mana?"

"Nih" gue kasih aja ss'an akunya, terus pas dicari malah ngga ada itu akun, hilang.

"Aku sempet kesel, tapi aku percaya sama abang"

"Adek kesel? Berarti adek sayang sama abang"

"Menurut abang? Adek harus sayang sama laki-laki lain gitu?"

"Heh! Sembarang aja adek kalo ngomong"

"Ya lagian abang aneh, emang salah ya sayang sama suami sendiri, kan emang harusnya kayak gitu"

"Ngga salah, malah abang seneng dengernya"

"Oh iya bang, adek mau SPA boleh ngga? Tapi mau nya panggil ke rumah"

"Boleh, mau kapan?"

"Nanti aja pas H-2"

"Nanti adek kirim nomer rekening adek aja yaa..."

"Makasih abanggg"

"Sama-sama sayang, tapi ngga gratis itu"

"Maksudnya?"

Ilham menuntun tangan gue untuk menyentuh benda sakral miliknya, kok keras sih. Spontan gue tarik tangan gue, tapi Ilham kembali menuntun tangan gue dan menaruh tepat di atas nya.

"Aku masih halangan abang, belum boleh"

"Boleh, kan masih ada bibir adek, ya?"

"Aku ngga tau caranya"

"Sama kayak adek lagi makan ice cream"

Ilham membuka kaitan celana nya, lalu menurunkan resleting nya. Dari bentuknya sih panjang terus gede, agak takut gue liatnya, apalagi ini pertama kali liat begituan secara langsung.

"Adek yang buka" Perintah Ilham.

"Takut ah, ngga jadi aja deh aku SPA nya"

"Dia baik kok, ngapain adek takut, nih biar abang yang buka"

"Aaaa...." gue spontan menutup mata dengan kedua telapak tangan.

"Adek jangan teriak, nanti kedengaran sama bapak ibu, di sangkain adek diapa-apain lagi sama abang"

Ilham memegang kedua tangan gue, kembali menuntun nya untuk memegang benda sakral miliknya. Tapi gue belum berani buka mata, masih takut, bakal bintitan ngga sih? Katanya kan gitu mitos nya.

"Ih abang ini apa? Kok keras?" Kok bentuknya gini ya, kayak pake topi.

"Buka dulu matanya sayang, adek harus terbiasa liat ini"

Perlahan gue membuka mata, gue perhatikan secara seksama. Bentuknya, warnanya, ukurannya, ih kok lucu yaa...kayak jamur ngga sih? Kok bisa berdiri tegak begini? Baru tau gue.

"Ih lucu, ada bola nya juga"

"Mhh..." Ilham menahan gerakan tangan gue yang mulai kepo.

"Pelan sayang ku, di elus-elus pelan, bayangin aja ini ice cream"

"Boleh aku coba ngga bang?"

"Boleh banget, sini adek nya deketan"

"Hhhh..."

"Abang ini apa? Kok rasanya aneh, ngga enak"

"Gak apa-apa sayang, nanti juga adek terbiasa"

~~~