Happy Reading
Sepulang sekolah Mentari langsung masuk ke kamarnya, setelah makan siang ia menghampiri ibunya didapur yang sedang memasak untuk bahan jualan. Ibu Mentari emang pintar membuat kue. Kuenya bahkan terkenal dimana-mana karena rasanya yang begitu enak dan juga pas di lidah.
"Sini bu biar ku bantu," Mentari menghampiri ibunya yang sedang mengaduk adonan kue. Ia juga melihat beberapa tepung yang belum diaduk-aduk. Mentari langsung kemudian membantu ibunya yang tampak lelah dengan keringat yang bercucuran di wajahnya.
Bu Dewi, ibunya Mentari. Mereka hanya tinggal berdua. Ayah Mentari sudah meninggal sejak Mentari masih kecil. Sekarang yang menjadi tulang punggung keluarga adalah bu Dewi. Mau tak mau ia harus menjadi kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga. Single parent.
Mentari sejak kecil tidak ingin merepotkan ibunya. Jika Mentari menginginkan sesuatu ia harus bekerja terlebih dahulu. Ia tak ingin ibunya terbebani dengan dirinya. Bukan berarti beban keluarga.
"Kamu sudah makan nak? Kalo belum kamu makan dulu, nanti sakit," di sela kesibukannya, ibu masih memikirkan Mentari.
"Mentari masih kenyang bu, tadi di traktir sama Queen," balas Mentari, fokus dengan adonan kuenya.
"Ouh yasudah, itu kuenya di oven tolong dong di angkat kayaknya udah matang," pinta bu Dewi. Mentari langsung beranjak mengangkat kue yang memang sudah matang di dalam ovenoven. Sesekali melihat lampu rumahnya yang sudah redup belum pernah diganti setelah beberapa tahun yang lalu.
Atap rumah Mentari juga sudah mulaii bocor terlihat ketika hujan, air turun menetes dari celah-celah yang bocor. Setelah selesai membantu ibu. Mentari melihat jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 15.20 masih ada waktu beberapa menit untuk istirahat.
"Nak, tolong anterin kue ini ke tetangga. Bagi-bagi aja kuenya," titahnya pada Mentari, Mentari yang baru duduk dengan sigap mengambil kue yang sudah berada dalam toples kemudian memasukkan ke dalam kantong kresek.
"Yaudah bu, tari ke tetangga dulu bagiin kuenya," ujar Mentari. Bu Dewi hanya mengangguk pelan kemudian melanjutkan aktivitasnya yang lain.
Tari langsung keluar rumah dan berjalan menyusuri rumah per rumah untuk membagikan kue buatan ibunya ini, sesekali sedekah. Mentari merasa senang dengan sambutan para tetangga yang memuji kehebatan ibunya dalam membuat kue bahkan ada yang membeli kuenya.
"Akhirnya habis juga kuenya, yaudah ah pulang dulu udah mau maghrib," Mentari melihat kantong kresek nya yang sudah kosong lalu menatap langit yang sudah mulai senja.
Setelah sampai di rumah Mentari menghampiri ibunya, bu Dewi untuk memberikan toples yang isinya sudah habis. "Bu ini toples nya, kata tetangga kue Ibu enak banget," Mentari mengucapkan itu semua pada Bu Dewi.
Bu Dewi yang sedang membersihkan dapur bernafas lega karena kue buatannya ternyata masih disukai oleh para tetangga dan bisa berbagi bersama. "Alhamdulillah nak kalo para tetangga masih suka sama kue buatan ibu, yaudah kamu sekarang cepat-cepat mandi. Kita sholat maghrib bareng," titah Bu Dewi. Mentari hanya mengangguk kecil lalu masuk ke kamar mandi.
****
Setelah selesai melaksanakan shalat maghrib, Bu Dewi kemudian masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Ia mengambil panci yang sudah ia cuci, lalu membawanya ke atas kompor gas. Mentari yang selesai merapikan mukenah nya juga langsung beranjak ke dapur untuk membantu ibunya.
"Ibu mau masak apa malam ini?" tanya Mentari tengah berdiri di samping Bu Dewi yang sedang membawa botol minyak goreng ditangannya. Bu Dewi tersenyum lalu menuangkan minyak tersebut ia tuangkan ke dalam wajan.
"Ibu mau masak telur dadar kesukaan kamu, kamu mau bantu ibu nggak?" ucap Bu Dewi. "Iya bu Mentari mau bantu ibu," balas Mentari dengan anggukan kepala.
"Itu masih ada sisa bawang merah dan bawang putih tolong kamu iris Kecil-kecil," ujar Bu Dewi memberikan arahan. Setelah mendapatkan perintah Mentari langsung mengambil pisau dan bawang merah dan putih lalu mengiris satu-persatu.
"Ini bu bawangnya udah tari potong," Mentari menyodorkan bawang putih dan bawang merah itu pada ibunya. Bu Dewi langsung mengambil dengan telaten agar tidak terjatuh lalu memasukkan nya ke dalam wajan bersama telur yang sudah ia kocok tadi.
Tercium bau harum saat bu Dewi menggorengnya. Mentari yang notabene anak rajin tanpa di suruh langsung mengambil nasi memasukkan nya ke dalam bakul. Menyiapkan piring di atas meja dan juga sendok tak lupa gelas dan juga air minum.
Bu Dewi sudah mematikan api kompor nya kemudian mengambil piring dan menadahkan telur yang sudah ia goreng ke dalam piring dan membawanya ke atas meja.
"Nah udah siap semua kan?"
"Udah bu," balas Mentari yang sudah duduk di kursi, seperti biasa. Bu Dewi juga ikut duduk di samping Mentari. Mereka langsung makan.
"Jangan lupa berdo'a sebelum makan!" Bu Dewi mengingatkan Mentari untuk berdo'a. Mentari terkekeh kemudian mengadakan tangannya sembari berdo'a.
****
Setelah makan Mentari masuk ke dalam kamarnya, kamar Mentari memang terpisah dengan kamar ibunya. Kamar ibunya di depan dekat dengan pintu dan ruang tamu sedang dirinya di samping kamar ibunya. Dekat dengan dapur dan meja makan.
"Alhamdulillah kenyang juga," Mentari terdengar bersendawa lalu duduk di meja belajarnya. Matanya melihat buku belajarnya yang sudah rapi dan bersih.
'Oh iya besok gue belajar apa?' Mentari mendongak melihat roster pelajaran yang tertempel di dinding kamarnya.
"Bahasa Indonesia, kimia sama matematika."
Setelah melihat roster pelajarannya, Mentari membuka buku matematika nya. Ia melihat lihat apa yang akan ia pelajari besok di sekolah. Mentari tidak ingin nilainya buruk karena prestasinya membuat dia bisa bersekolah di SMA Galaski.
Ia melihat beberapa soal matematika yang tampak mudah baginnya, lantas segera mengambil buku dan juga pulpen. Di tangannya ia sudah memegang pulpen siap menulis soal-soal tersebut dan mempelajarinya.
Tok tok tok... Terdengar suara ketukan pintu dari luar pintu kamarnya. Mentari yang fokus belajar terdiam sejenak, biasanya ibu selalu menyuruhnya tidur lebih awal. "Nak kamu sekarang tidur yah, udah malem nanti kesiangan lagi bangunnya," peringat Bu Dewi, yang menyuruh Mentari tidur sekarang.
"Siap bu, ini Mentari sudah mau tidur," sahut Mentari dari dalam kamar, membereskan buku matematiknya lalu beranjak ke kasurnya yang cukup nyaman untuk Ia tiduri.
Tidak lama sebuah notif masuk di handphone Mentari. Mentari memang belum berniat tidur karena masih terlalu awal. Ia hanya rebahan di kasurnya sembari membaca wattpad. Ia sangat suka membaca apalagi membaca di apk wattpad yang ceritanya fresh dan juga khusus untuk remaja seperti dirinya.
QueenaraSyakilaAndira
Tar, ada pr nggak sih. Takutnya Bu Rani marah kalo gue nggak ngerjain?MentariTriUtami
Nggak ada kok, santay aja.QueenaraSyakilaAndira
Yaudah deh kalo begitu, thanks yah kalo begitu.MentariTriUtami
Sama-sama.Mentari langsung keluar dari aplikasi hijau itu lalu masuk di aplikasi oren. Ia kembali lanjut membaca kisah dari author yang berjudul "Ajari Aku Islam " yang baru ia dapat kemarin lalu.
"Wih asyik juga nih ceritanya," Mentari merasa sudah waktunya ia tidur dan beristirahat setelah sudah membaca beberapa cerita di aplikasi oren. Mentari mematikan lampu kamarnya dan bersiap tertidur sekarang.
𝗕𝗘𝗥𝗦𝗔𝗠𝗕𝗨𝗡𝗚...
MENTARI TRI UTAMI | ALVARO SEAN SAMUDRA
QUEENARA SYAKILA ANDIRASpil kata-kata gaes untuk bab ini.
Komen dong kalo nggak vote minimal komen lah gimana ceritanya aku tau pendapat kalian.
Jangan lupa rekomendasikan dan juga bagikan kepada teman-teman kalian, oke.
Untuk para reader's yang baca, terimakasih yah udah baca kisahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAR [END]
Teen FictionSEBELUM BACA ADA BAIKNYA FOLLOW DULU YAH. A cerita by Ahmad Fitrah Sinopsis : Lahir dari keluarga miskin tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk berprestasi. Begitupun juga dengan Mentari, seorang siswa SMA Nusantara, cantik dan berprestasi...