𝗕𝗔𝗕 𝟯𝟱. MERASA BERSALAH

2 1 0
                                    

HAPPY READING.

Semuanya masih menunggu di depan ruangan ICU, lampu Emergency masih menyala sejak tadi. Ada kekhawatiran di wajah Alvaro terlebih dengan Dewi yang sudah beberapa kali menangis karena belum ada tanda-tanda jika dokter akan keluar dari dalam ICU.

"Sepertinya sudah malam Al, lebih baik kamu pulang?" Dewi melihat Alvaro disamping nya masih setia menunggu Mentari hingga tersadar. "Emm nggak deh tan, lebih baik aku nungguin Mentari, lagian aku udah izin juga sama orang tau aku," balasnya. Dewi hanya mengangguk.

Jam sudah menunjukkan pukul 23.05 namun dokter belum keluar dari ruangannya. Dewi sudah pulang beberapa menit yang lalu karena ada yang harus ia urus. Tinggal Alvaro yang bertahan sekarang.

Sambil menunggu Alvaro membuka handphonenya, mengecek sosmednya, terlihat seorang meminta pertemanan dengannya. Alvaro mulai mencari tahu siapa akun yang meminta pertemanan dengannya. Alvaro menyunggingkan senyuman saat tau itu adalah akun Mentari. Ia memang jarang membuka aplikasi yang berlogo huruf f itu.

Beberapa menit kemudian pintu ruang ICU terbuka, tampak seorang dokter keluar dari ruangan ICU di susul oleh Suster di belakang nya. Alvaro langsung menghampiri dokter itu.

"Dimana keluarga pasien?" tanya dokter.

Alvaro menggeleng, cuma dia dirumah sakit ini. "Saya nggak tau, cuma saya di sini. Ibunya sudah pulang," balas Alvaro seadanya.

****

1 minggu kemudian...

Ting...

Terdengar notif masuk ke dalam handphone Mentari, kala itu Mentari sedang berada di dalam kamar mandi hingga tidak bisa membuka handphonenya.

Ibu masuk ke dalam kamar Mentari melihat handphone Mentari yang masih menyala, karena penasaran Dewi mengecek siapa tau ada yang penting. Dari layar handphone nya terlihat pesan dari Aurel.

Mentari, perempuan itu baru saja menyelesaikan ritual paginya. "Loh Ibu kok ada di kamar Mentari?" Mentari melihat Dewi memegang hapenya.

"Oh ini sayang, ibu bawain kamu susu minum dulu obatnya itu udah ada di samping," kata Dewi agar Mentari tidak curiga dengannya.

"Ouh iya bu, makasih yah bu," Mentari tak langsung meminum obatnya. Ia menghampiri lemari lalu membuka pintu lemarinya. Terlihat baju putih Abu-Abu Mentari sudah terlipat rapi bersama baju lainnya.

Dewi sudah keluar, setelah berganti baju Mentari duduk di tepi kasurnya untuk memakan obat dan meminum susu yang diberikan Dewi tadi. Setelah meneguk sampai habis, Mentari beralih pada hape-nya.

Aurel Nandita Qaila
Hai Mentari, aku jemput kamu yah. Kita berangkat bareng ke sekolah oke.

Mentari tersenyum melihat chat dari Aurel. Ia bersyukur bisa bersahabat dengan Aurel. Setelah Queen membencinya ternyata sudah ada pengganti yang lebih baik.

Mentari lantas memberikan emot jempol pada chat Aurel lalu bersiap-siap berangkat ke sekolah karena waktu sudah menunjukkan pukul 06.39 wib.

****

Pipp!

"Sayang, teman kamu udah datang!" teriak Dewi dari depan rumah. "Iya bu, Mentari udah mau berangkat," senyum Mentari memakai tasnya lalu keluar dari dalam kamar.

"Hai Tar!" teriak Aurel sangat senang melihat Mentari yang memang sudah sehat. Terlihat wajahnya sudah begitu berseri-seri dan juga senyuman yang tidak ketinggalan.

"Hai juga Aurel yang cantik ini," Mentari membuka pintu mobil Aurel lalu masuk. Setelah berpamitan dengan Dewi, Aurel dan Mentari langsung pergi ke sekolah.

"Baiklah kalo begitu, begini keadaan Mentari sudah membaik dan sudah bisa dipindahkan ke ruangan rawat," ujar dokter.

Alvaro bersyukur karena sudah bisa bernafas lega, keadaan Mentari juga sudah baik-baik saja jadi apa yang harus ia pikirkan sekarang adalah gimana caranya agar mereka

Dalam perjalanan Aurel bercerita banyak tentang dirinya yang kesepian di sekolah karena tak ada kehadiran Mentari. "Ihh Tar gua ngerasa hidup gue nggak ada artinya tanpa lo tau nggak, bosan banget di sekolah, hikss!" Mentari lagi-lagi dibuat terkekeh melihat ekpresi Aurel yang tampak begitu lucu.

"Ihh lebay tau, emang eaakk," balasnya lagi.

"Ihh kok lebay sihh," Aurel mengerucutkan bibirnya masih menatap jalan yang sudah tidak lama lagi mereka akan sampai di SMA Galaski. Tinggal beberapa meter meter akan sampai.

****

Mobil merah Marcel sudah masuk ke dalam parkiran disusul mobil Aurel. Sedangkan Alvaro? Jangan tanya sebelum jam enam pagi ia sudah berada di sekolah. Apalagi ini adalah hari senin. Yang akan mengatur semuanya.

Pintu mobil sudah dibuka, Aurel keluar bersamaan dengan Mentari, beberapa dari mereka melihat keduanya yang jalan bersamaan ke koridor sekolah.

"Kompak banget mereka?"

"Anjayy sahabat baru Mentari cakep banget, jirr lah."

"Kayaknya lebih kaya daripada Queen nggak sih."

"Queen goblok banget, sahabat sepintar Mentari dianggurin padahal mereka sahabatan dari dulu."

Sejak tadi Mentari mendegar apa yang dibicarakan oleh mereka yang sedang melihatnya. Tentu Mentari hanya memberikan senyuman kepada mereka. Aurel juga merasa risih dengan mereka.

"Tar, emang mereka suka ngegosip yah?" Aurel merasa sangat risih dengan mereka yang terus membicarakan dirinya dan juga Aurel.

"Iya biasalah, yaudah kita jalan cepat aja biar segera sampai," tukas Mentari, mulai mempercepat langkahnya. Disusul Aurel yang harus mampu mengimbangi langkah Mentari. Queen yang sudah datang sejak tadi melihat mereka. Ada rasa sesak dari dalam dirinya sekarang.

"Gue merasa bersalah sama lo Tar, gue emang goblok. Arghh!" Queen berdecak kesal langsung pergi begitu saja. Moodnya sudah tidak bagus.

****

"Bu Aurel mau bertanya?" Aurel langsung mengangkat tangan hingga semuanya langsung mengarah ke Aurel.

"Iya Aurel ada apa?" Bu Rani sekarang memperhatikan Aurel.

"Bu, Aurel mau bertanya jawaban essay yang ibu kasih apa yah, tulis dong di papan tulis saya kurang ngerti!" ujar Aurel memasang wajah memelas.

Bu Rani mengangguk tanpa berfikir panjang. "Nomor berapa yang tidak tahu jawabannya!" kata bu Rani.

Aurel langsung melihat bukunya kembali. "Nomor 5 bu, susah soalnya."

Bu Rani langsung menulis Jawaban nomor 5, rencana Aurel kali ini berhasil. Entahlah ini keberuntungan atau tidak.

"Bu Rani kok nulis jawabannya sih kan essay," celetuk salah satu dari mereka. Bu Rani langsung berhenti menulis. Ia terdiam sejenak tak bergerak. Semuanya langsung terdiam tak berani apa yang terjadi selanjutnya.

"Aduhhh sakit!" Aurel memekik kesakitan saat kepalanya terkena lemparan spidol milik bu Rani. Mentari ikut kaget. Bu Rani tersenyum sinis melihat Aurel yang sedang memegang kepalanya.

"Permainan kamu licik juga yah, yaudah Aurel boleh keluar sekarang, dan jangan masuk ke kelas sampai pulang!" kata bu Rani hanya tersenyum sinis lalu kembali duduk.

"Bu guru sakit tau," sebagian dari mereka menahan tawa, sebagian kembali merasa takut. "Makanya jangan curang," celetuk Queen membuat Aurel tiba-tiba naik darah.

"Ihh liat aja lo mak Lampir gue seret lu ke jembatan Ancol," geram Aurel, menatap punggung Queen.

𝗕𝗘𝗥𝗦𝗔𝗠𝗕𝗨𝗡𝗚...

SEBELUM ITU VOTE DAN KOMEN YAH.
UHH CAPEK BANGET NULISNYA
Terimakasih banyak para pembaca gelap semoga kalian kembali menjadi pembaca terang

See you 🙏🏻😽

ALTAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang