𝗕𝗔𝗕 𝟬𝟵. JATUH SAKIT

6 2 0
                                    

Halo, sebelum baca diwajibkan Vote!!!
Hargai author yang membuat.

Jangan lupa follow akun aku yah gaes!
Dan Shere ceritanya ke teman-teman Kalian.

"Ibu bangun bu!" Menteri terkejut saat melihat ibunya sedang terbaring kaku. Ia baru melihat beberapa menit yang lalu saat ingin mengajak ibunya makan malam.

Mentari tak habis-habisnya mencoba membangunkan ibunya yang masih terbaring kaku. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia tidak ingin kehilangan ibunya. Setelah berfikir cukup lama. Ia mengambil ponselnya lalu menelpon pihak rumah sakit untuk membawanya ke rumah sakit.

Setelah menelpon, Mentari tak tahu lagi harus bagaimana. Karena fikirannya hanya terfokus pada ibunya yang.

"Ibu bangun bu, Mentari nggak mau kehilangan ibu," Mentari terus menangis. Ia benar-benar tidak tahu berbuat apa kali ini. Perasaannya kini campur aduk.

****

Mobil ambulans telah sampai di depan rumah sakit, dari depan sudah terlihat beberapa suster dan petugas yang sudah menunggu kedatangannya. Pintu belakang mobil terbuka dan langsung membawa bu Dewi masuk ke dalam.

Beberapa Suster turut membantu. Salah seorang dokter datang menghampiri para suster.

"Cepat bawa pasien ke ruangan ICU sekarang!" perintahnya.

"Baik Suster," jawab salah satu diantara mereka.

"Dokter tolong selamatin ibu saya dokter, saya nggak mau kehilangan ibu saya dok," ujar Mentari turut ikut mengantar ibunya sampai ke ruangan ICU.

Setelah sampai, seorang Suster menghentikan langkah Mentari yang mencoba ingin masuk ke dalam.

"Maaf ya dek, adek hanya bisa sampe di sini, nggak boleh masuk ke dalam," ujarnya pada Mentari. Mentari yang mendengar kata Suster langsung berhenti.

Suster itu kemudian masuk ke dalam ruangan ICU, sedangkan dirinya masih berdiri menatap sendu ruangan ICU ini. Berharap ibunya bisa baik-baik saja.

"Ya allah selamatkan ibu hamba, hamba tidak ingin ibu hamba kenapa-napa," batin Mentari, tubuhnya gemeteran karena kedinginan di rumah sakit. Ia hanya mengenakan baju dan celana tidurnya. Ia sampai lupa dengan dirinya sendiri.

"Dingin banget, huft," Mentari benar-benar kedinginan. Ditambah dengan AC rumah sakit yang makin membuatnya semakin mengigil.

Ia bersandar di tembok berharap sebentar lagi ada tentang kondisi ibunya. Ia perlahan-lahan menutup mata mencoba tidur sejenak karena kelelahan seharian.

****

"Dek bangun dek," ujar salah seorang yang membangunkan tidur Mentari. Mentari langsung melek setelah seseorang membangunkan dirinya yang sedang tertidur. Terlihat seorang Suster sedang berdiri di hadapannya.

"Suster? Udah pagi yah sus?" tanya Mentari, menoleh melihat sinar matahari yang sudah mulai meninggi.

"Iya dek, sebaiknya adek urus biaya administrasi nya terlebih dahulu, ibu adek sekarang sedang membutuhkan biaya lebih dan ibu adek harus dioperasi sesegera mungkin," ujar  Suster pada Mentari. Mentari hanya mengangguk. Ia langsung melangkahkan kakinya untuk membayar biaya administrasi yang belum ia tahu.

"Selamat pagi dek, adek mau mengurus biaya administrasi yah?" tanya seorang Suster terdengar ramah.

"Iya sus, saya ingin membayar biaya administrasi untuk ibu saya," sahut Mentari. Sesekali menoleh melihat sekitar.

"Nama ibu adek siapa?" tanya Suster.

"Nama ibu saya, ibu Dewi. Sus," balas Mentari, ia sekarang mulai pusing jikalau sampai biaya tersebut membengkak dari apa yang ia bayangkan.

"Ouh atas nama bu Dewi yang dirawat di kamar melati no 145. Biaya perawatannya adalah 30 juta, sedangkan biaya operasi untuk Ibu Dewi nanti adalah 50 juta rupiah," ungkap Suster, malah membuat Mentari terkejut hebat. Ia benar-benar tidak menyangka biaya untuk ibunya begitu mahal untuk sekelas dirinya yang terbilang tidak mampu.

"Astaghfirullah, mahal banget sus? Apa saya tidak boleh menawar. Saya tidak punya uang sebanyak itu," ujar Mentari, rasanya sulit banget untuk membayar biaya perawatan ibunya di rumah sakit.

"Itu sudah ketentuan dari pihak rumah sakit dek, segera lunasin yah dek agar kami bisa bertindak cepat melakukan operasi terhadap ibu adek, lalo terlambat bisa mengakibatkan hal yang tidak di inginkan," timbal Suster.

Deg.

Mentari mundur beberapa langkah, ia tidak ingin terjadi sesuatu dengan ibunya. Karena ibunya adalah orang satu-satunya yang dimiliki Mentari di dunia ini. Mentari berjalan keluar dari dalam rumah sakit. Ia tidak sanggup menanggung beban pikiran yang terlalu banyak.

Namun ia harus tangguh melawan badai yang sedang melandanya ini. Ia harus membuat kue dan menjualnya sore ini. Bisa saja Mentari meminta pinjaman dari Queen tapi Mentari bukanlah orang yang mudah putus asa. Selagi masih ada jalan ia akan terus berusaha agar bisa menyelesaikan semua masalahnya. Tanpa bantuan siapapun.

****

Bu Rani melihat sekeliling ruangan kelas 12 IPA, namun ia tak melihat Mentari di bangku nya sejak tadi.

"Ada yang tau Mentari kemana?" Bu Rani bertanya kepada seluruh siswa di dalam kelas.

"Tidak ada bu, saya yang sahabatnya Mentari aja tidak tau Mentari kemana, saya juga udah hubungin nomornya tapi masih belum aktif bu sampai sekarang," tutur Queen, ia juga sedang tidak tahu keberadaan Mentari.

"Yaudah kalo begitu, ibu akan cari tahu sendiri Mentari sedang kemana sampai tidak masuk hari ini," ucap bu Rani kembali fokus pada buku IPA di depan matanya.

Kelas sudah selesai...

Queen hanya duduk malas di kamarnya, ia tidak tahu harus berbuat apa. Minumannya hanya ia lihat lalu memegang ponsel dan mengecek nomor Mentari yang sejak kemaren sudah tidak aktif.

"Mentari kemana sih, apa terjadi sesuatu sama dia?" batin Queen berusaha menerka apa yang sedang terjadi dengan Mentari.

****

Alvaro sedang berjalan ke kelas Mentari yang tidak jauh dengan kelasnya. Namun indra pengelihatannya terhenti saat melihat Queen yang juga sedang berjalan ke kelasnya.

"Queen!" teriak Alvaro, melambaikan tangan. Queen mendengar teriakan Alvaro mempercepat langakah kakinya, ia tahu Alvaro pasti sedang mencari Mentari.

"Lo liat Mentari nggak?" tanya Alvaro. Namun Queen tidak menjawab.

"Gue nggak liat, gue nggak tau juga," balas Queen. Ia juga tidak tahu keberadaan Mentari.

"Masa lo ngakak tau sih, lo kan sahabatnya. Gimana sih," Alvaro berdecak kesal. Ia sebenarnya ingin mengajak Mentari belajar bersama namun dilihat dari keadaan sepertinya itu tidak akan terjadi.

"Gue ntarr pulang dari sekolah gue mau pergi ke rumahnya, siapa tau dia di sana," ucap Queen. Alvaro tiba-tiba pergi setelah tahu jika Mentari tidak datang ke sekolah.

Dari kejauhan, Marcel ternyata mendengar pembicaraan antara Alvaro dan Queen. Sekarang ia tahu jika Mentari ternyata tidak ke sekolah.

"Apa benar Mentari nggak ke sekolah? Pasti ada sesuatu," gumam Marcel kemudian pergi dari sana.

****

Di rumah Mentari sedang mengaduk adonan kue yang sudah terlihat mengemban. Ia juga mengeluarkan beberapa kue dari oven setelah matang dan siap disajikan.

"Alhamdulillah, semoga ini bisa menjadi rezeki dan bisa membantu mencukupi pengobatan ibu," senyum sedang tergambar dari wajah Mentari.

Mentari tentu saja bukan wanita yang mudah menyerah di segala hal. Ia harus sekarang harus berjuang demi ibunya. Demi ibu agar kembali sehat.

𝗕𝗘𝗥𝗦𝗔𝗠𝗕𝗨𝗡𝗚...

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YAH GAES!

SATU KATA UNTUK MENTARI.

SATU KATA UNTUK IBU DEWI.

KASIH DONG SEMANGAT UNTUK AUTHOR NYA.

REKOMENDASIKAN JUGA YAH CERITANYA SAMA TEMAN-TEMAN KALIAN.

SEE YOU GAES 😘

ALTAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang