“Entah mengapa aku selalu senang jika kamu terus berada didekatku.”
— MENTARI TRI UTAMI.HAPPY READING.
Setelah keluar dari rapat, Alvaro berencana mengajak Mentari pulang bersama, ia ingin mengajak Mentari pergi jalan-jalan setelah kemarin mereka berjualan bersama. Entah kenapa hari ini sangat panas. Namun Alvaro tak menghiraukan nya.
"Alvaro!" Queen mengejar Alvaro yang juga baru keluar dari ruangan OSIS. "Lo tumben keluar lama?" tanyanya yang terkesan basa-basi belakang. Tau kan Alvaro nggak suka basa-basi.
"--"
Tidak ada respon dari Alvaro, Alvaro terus saja melawati koridor yang akan mengarah ke kelas Mentari. "Wait lo cepet amat jalannya, santai dong?" celah Queen, ingi terus mendekati Alvaro.
Eh menurut kalian ada nggak sih temen kek Queen gitu. Rela melepas persahabatan demi cinta. Emang yah cinta itu buta. Tidak mengenal apapun semua demi yang namanya cinta.
"Lo kalo nggak ada pembahasan lain lebih baik sana deh," Alvaro yang sejak tadi terdiam mulai kesal dengan pertanyaan konyol Queen yang terkesan basi. Queen tentu saja terkejut. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk mendekati Alvaro.
Ia sekarang mempercepat langkahnya demi menghindari Queen. Queen tentu saja tidak ingin kehilangan Alvaro namun sebuah tangan menghentikannya. Queen menoleh melihat ke samping dan ternyata itu adalah Marcel.
Marcel menarik Queen untuk segera menjauh dan tidak terus mengikuti Alvaro. "Lo kenapa sih narik gue, tuh kan Alvaro pergi nemuin Mentari!" Queen benar-benar kesal. Bagaimanapun juga ia tidak rrela melihat Alvaro dan Mentari berduaan.
"Sabar-sabar, biarin dulu mereka berdua. Kita harus atur strategi baru untuk misahin mereka," kata Marcel kelewat tenang. Namun mampu membuat Queen berfikir sekali lagi.
"Benar juga apa kata lo," kini senyuman sudah terbit dari lekukan bibir Queen. Entah kenapa senang saja jika mereka berhasil misahin mereka berdua.
****
Mentari, gadis itu sekarang tengah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Setelah pelajaran terakhir tadi yang cukup menguras tenaga dan pikirannya.
Saat menoleh ke pintu kelas Mentari melihat seorang tersenyum ke arahnya. Tentu Mentari tahu siapa dia. Dia yang datang ketika dirinya membutuhkannya.
"Alvaro?!" Mentari langsung keluar kelas saat melihat Alvaro yang tengah menunggunya. "Lo kok nggak pulang?" Tanyanya.
"Gue nggak pulang soalnya mau ngajak lo pulang bareng, ya lagian lo udah nggak sama Queen kan? Yaudah tiap haru gue antar lo pulang balik gimana?" tawarnya untuk Mentari. Mentari tentu tidak ingin merepotkan Alvaro yang tentunya memiliki kesibukan sendiri.
"Hmmm... Gimana yah?" Mentari menimang-nimang untuk menerima tawaran Alvaro. Tapi di sisi lain dia ia takut merepotkan nya.
Setelah beberapa saat mereka hanya berdua saja tak ingin berlama-lama di sekolah. Alvaro langsung menarik Mentari untuk segera ke parkiran. Takut menimbulkan fitnah.
Di parkiran Mentari diam mematung tak mau berbicara. Beda dengan tadi pagi yang sangat ceria. "Ayo naik," Alvaro menyuruh Mentari naik langsung ke atas motornya. Tampaknya hujan juga tidak lama lagi akan turun.
Mentari hanya menurut pada ketos nya yang sudah memakai helmnya. Berwana hitam polos namun tetap keren karena yang pakai adalah Alvaro. Yang terkenal alim, baik, tampam dan juga cerdas.
****
"Pegangan tar, entar lo jatuh lagi," kekehnya dari balik helm. Sekarang Mentari bimbang apakah berpegangan dengan Alvaro atau tidak. Sepertinya akan hujan dan Alvaro terus saja melajukan kecepatan motornya.
Karena merasa takut, Alvaro langsung melingkarkan tangannya di perut sixpack Alvaro. Walaupun tidak terlihat namun Mentari bisa merasakan itu. Ia merasa ada enam roti sobek di dalam perut Alvaro. Tentu Mentari senyum-senyum sendiri. Sesuai banget dengan salah satu karakter yang ia baca di wattpad.
"Kok senyum-senyum gitu? Seneng yah bisa Pegang-pegang?" Alvaro melihat Mentari yang terus saja tersenyum dari kaca spion nya.
"Hah?" Mentari langsung berubah ekspresi wajahnya, ia seperti kepergok maling ayam. "Muka lo itu kok merah-merah, loo marah yah sama gue?"
Duaaar.
Bagaimana mungkin Alvaro tahu dirinya salting. Ouh tidak tamatlah riwayat mu wahai Mentari. Tidak lama setelah itu hujan mulai turun sedikit-sedikit dari atas langit. Langsung mengenai pakaian yang Alvaro dan Mentari kenakan.
Hujan yang tadinya gerimis sekarang sudah mulai deras, Alvaro tidak tahu harus bagaimana lagi. Sisi kiri dan kanan hanya pepohonan. Dirinya tam ingin mengambil resiko untuk berteduh di bawah pohon.
****
"Aduhh kok Tari belum pulang juga?" Dewi melihat dari balik jendela. Hujan turun begitu deras membuatnya khawatir tentang Mentari yang tak kunjung datang sejak tadi. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah tiga.
"Mentari kamu kemana nak? Ibu takuut kamu kenapa-napa," Dewi memegang dadanya yang terasa sesak namun masih mencoba berfikiran positif.
****
Alvaro dan juga Mentari sekarang sudah singgah berteduh di salah satu rumah yang tampaknya sudah tidak berpenghuni. Rumahnya mirip dengan rumah peninggalan Belanda. Tak terawat dan kesan horos terus saja menyelimuti. Membuat Mentari merasa merinding.
"Al, lebih baik kita pulang aja kita juga udah basah. Gue takut di sini!" kata Mentari menasehati, sebenarnya bukan apapa tapi firasatnya mengatakan jika akan terjadi sesuatu.
Suata petir terus saja terdengar namun Alvaro tak memperdulikan itu. Alvaro membuka jiket kebanggaan nya lalu meletakkan di punggung Menteri. Mentari tentu saja tertegun bagaimana mungkin mereka terjebak di tempat ini.
"Ckckck!" Mentari tentu saja kesal kepada hujan yang terus saja turun dan tak ada tanda-tanda akan berhenti. Alvaro masin bergeming di tempat. Ingin pulang namun terjebak.
Mentari sudah lelah rasanya berdiri selama ini di teras rumah itu. "Al, gue capek." keluhannya. Mentari bukannya lemah tapi dirinya sudah tidak kuat lagi. Energinya mulai habis.
"Sabar yah tar, bentar lagi hujan akan reda," Alvaro menepuk-nepuk punggung Mentari yang berlapis jaketnya. Mau bagaimanapun juga Mentari terpaksa nggak ada cara lain.
****
"Alvaro jangan masuk, aku takut," tangannya memegang tanga Alvaro, berusaha untuk tidak masuk ke dalam rumah yang terkenal angker itu. "Jangan masuk Al, lo tau kan rumah ini angker!" Mentari tak ingin Alvaro kenapa-napa mia harus melarangnya atau tidak mereka akan terjadi sesuatu nantinya.
"Tapi gue mau tau tadi gue liat ada cahaya di dalam, artinya rumah ini ada penghuninya," timpal Alvaro tak ingin dibantah. Ia melihat cahaya lampu.
"Iya Al emang ada penghuninya tapi bukan orang itu setan!" kata-kata Mentari diiringi kilatan petir mampu membuat Alvaro bungkam. Sekarang ia mulai percaya dengan Mentari. Perempuan itu memang selalu benar.
Tampaknya hujan mulai reda, mereka sudah bersiap-siap untuk pulang namun saat mereka ingin melangkah. Tiba-tiba kaki mereka tidak bisa digerakkan. Alvaro melirik Mentari yang juga ternyata melirik nya.
"Aaaaaa!" entah kenapa mereka tiba-tiba tertarik masuk ke dalam rumah angker itu.
𝗕𝗘𝗥𝗦𝗔𝗠𝗕𝗨𝗡𝗚...
Terimakasih udah baca kisah mereka walaupun nggak vote sama komen 😭
See you kembali lagi do part selanjutnya 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAR [END]
Teen FictionSEBELUM BACA ADA BAIKNYA FOLLOW DULU YAH. A cerita by Ahmad Fitrah Sinopsis : Lahir dari keluarga miskin tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk berprestasi. Begitupun juga dengan Mentari, seorang siswa SMA Nusantara, cantik dan berprestasi...