𝗕𝗔𝗕 𝟯𝟳. MEMINTA MAAF.

5 0 0
                                    

HAPPY READING.

"TAR, LO NGGAK APA-APA!?" Queen kaget saat melihat Mentari sudah tidak sadarkan diri. Queen memegang wajah Mentari yang begitu pucat.

"Astaga gue udah buat kekacauan, maaf Tar lo kena imbasnya gara-gara gue," ujar Queen, dari belakang terlihat beberapa orang datang menolong Mentari yang masih tak sadarkan diri. Aurel juga melihat itu. Ia sekarang mengarah pada Queen di samping Mentari yang sudah diangkat.

Aurel mendekati Queen, dirinya masih tak percaya jika itu membuat Mentari begitu. "Ini semua gara-gara lo tau nggak! Kalo sampe Mentari kenapa-napa lo adalah orang pertama yang harus bertanggungjawab!" ancam Aurel memperingatkan kemudian pergi meninggalkan Queen.

Queen terdiam sesaat, ternyata dirinya sudah begitu jahat hingga Mentari takut kehilangan dirinya. Queen sudah berasa bersalah atas semua ini, namun sekarang bukan waktu yang tepat untuk meminta maaf. Ia harus mencari momen yang pas untuk itu.

Marcel hanya melihat sekilas Mentari yang digotong oleh beberapa siswa ke bawah, tak berlangsung lama ia menghilang. Alvaro di bawa sedang menunggu kedatangan Queen dan juga Mentari, sedikit cemas jika terjadi sesuatu dengan mereka.

"MENTARI!!!" pekik Alvaro, membuat semua terfokus pada beberapa orang yang sedang membawa Mentari yang sudah digotong. Alvaro berlari menghampiri Mentari yang sudah pingsan.

"Segera bawa ke rumah sakit, pake mobil gue aja," ucapnya, mengikuti mereka. Aurel juga berlari mengejar mereka yang sudah memasukkan Mentari ke dalam mobil Alvaro.

Bu Rani tak tinggal diam, dia dan guru-guru lain segera menghubungi orang tua Mentari yaitu bu Dewi.

****

"Halo dengan ibunya Mentari?"

"Iya ini siapa yah?" Dewi baru saja menjemur pakaian.

"Saya wali kelasnya Mentari, ingin menyampaikan jika Mentari sedang dibawa ke rumah sakit, dia pingsan di sekolah."

Dewi bungkam, ia tidak tahu harus berkata apa sekarang. Mentari anaknya kembali ke rumah sakit. "Baiklah bu, saya akan segera ke rumah sakit, saya tutup dulu telpon nya!"

Setelah menutup panggilan telpon nya, Dewi berlari ke kamar, mengambil dompet. Lalu bergegas keluar menunggu ojek yang sudah ia pesan.

"Lindungi Mentari dari bahaya ya Allah, semoga dia tidak kenapa-napa," do'a Dewi dalam batin.

****

Di perjalanan hanya mereka bertiga di dalam mobil, sedangkan bu Rani dan juga pak Ahmad ada di belakang.

Aurel membaringkan kepala Mentari di pangkuannya. "Al lebih cepat dong, nanti Mentari kenapa-napa!" Al hanya melihat dari kaca depannya.

Tidak lama lagi mereka akan segera sampai di rumah sakit, dimana di sana Mentari akan mendapatkan perawatan.

****

"Sus tolong sus!" Alvaro memboyong Mentari keluar dari dalam mobil membawa Mentari masuk ke dalam rumah sakit.

Beberapa Suster datang terburu-buru membaringkan Mentari di brankar. Aurel juga baru turun dari dalam mobil.

"Mentari udah di bawa sama Suster," Alvaro sekarang berada di administrasi. Untuk membayar biaya Mentari.

"Gue tunggu di sana," Alvaro hanya mengangguk. Aurel merasa bersalah, karena tidak menemani Mentari tadi.

"Sahabat apa gue, gue nggak nemenin Mentari, ckck. Apa yang akan gue jawab kalo tante Dewi nanyain ke gue?" Aurel menggigit bibir bawahnya, menekuk tubuhnya agar bisa merunduk.

****

"Bu Rani?" tanya Dewi saat mereka berdua berpapasan. Bu Rani hanya tersenyum kecut merangkul Dewi.

Dewi betul-betul takut kembali jika Mentari benar-benar lukanya kembali lagi. "Bu Dewi jangan khawatir, tadi di sekolah dia hanya pingsan," ucap bu Rani berusaha menenangkan Dewi, mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah sakit.

"Alvaro!" panggil bu Rani, membuat Alvaro menoleh, melihat bu Rani bersama Dewi. "Bu Rani sama tante Dewi?" Alvaro bergegas menyalimi mereka berdua.

"Di mana Mentari di rawat sekarang?" tanya bu Rani pada Suster administratif.

"Pasien atas nama Mentari sedang baru saja dipindahkan ke kamar rawat no 15, lantai 2." kata Suster. Dewi dan bu Rani berpandangan lalu mengangguk cepat.

Suster juga memberikan kunci ruangan kepada Alvaro. "Ayo bu, tante kita keruangan nya sekarang!" timpal Alvaro, mulai berjalan ke arah lantai dua.

Aurel juga sudah menghampiri Alvaro, "Dimana Mentari di rawat?" tanya nya.

"Di kamar no 15 lantai dua, kita semua ke sana sekarang," ujar Alvaro. Mereka berempat sudah memasuki lift.

****

Queenara Syakila Andhira, gadis itu sedang dalam perjalanan ke rumah sakit setelah mendapatkan ijin dari pihak sekolah. Ia benar-benar menyesal telah melakukan aksinya tadi dah berakhir melukai sahabatnya sendiri.

"Semoga Mentari nggak kenapa-napa," Queen meremas tas kecilnya, ia takut jika itu berakibat fatal karena dirinya, ia takut disalahkan orang semua orang.

"Pak lebih cepat jalannya ke rumah sakit Harapan Kasih," perintah Queen, melihat dari luar jendela. Supir taksi itu hanya patuh.

****

Tut tutt tutt, terdengar getaran dari dalam saku bajunya, Alvaro baru saja keluar dari dalam lift dan mencari ruangannya Mentari.

"Ayah ngapain nelpon?" Alvaro langsung mengangkat telpon ayahnya.

"Alvaro di mana kamu sekarang?"

"Alvaro di rumah sakit yah, Menteri anaknya bu Dewi sakit, dia pingsan di sekolah!"

"Kok bisa, yaudah kalo begitu. Ayah tutup dulu telpon nya karena bentar lagi ayah mau meeting, kamu jangan lupa makan sama Aurel jaga dia!"

"Siap yah, Alvaro akan selalu jaga Aurel!"

Alvaro kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, dari ujung sana terlihat kamar bernomor 15.

"Kayaknya itu kamarnya?" tunjuk Dewi ragu-ragu, bu Rani mengangguk pelan masih merangkul Dewi. Aurel berjalan di belakang mereka saja.

****

Pintu terbuka lebar, terlihat dua Suster dan satu dokter perempuan sedang memeriksa Alvaro ketiak itu juga Dewi langsung memeluk Mentari yang masih belum sadarkan diri.

"Suster gimana keadaan ana saya," Dewi tak kuasa menahan air matanya.

"Kondisi pasien tidak kenapa-napa, mungkin karena faktor kelelahan ditambah syok makanya di pingsan," Kata dokter.

"Yaudah kalo begitu saya permisi dulu," sambungnya lagi, kemudian keluar bersama dua Suster tadi.

****

Pintu kamar kembali terbuka, terlihat Queen sudah menangis menghampiri Mentari, namun dicegat oleh Aurel.

"Queen tolong lo pergi dari sini, karena lo Mentari jadi begini, coba bukan karena lo Mentari pasti nggak bakal begitu kejadiannya tau nggak!" Aurel benar-benar tidak bisa menahan amarahnya. Alvaro langsung memegang pundak Aurel agar bisa terkontrol.

Bu Rani hanya memberikan kedipan mata untuk mereka tidak ribut karena sekarang Mentari masih belum sadar.

Queen tidak memperdulikan nya, ia merangsek mendekati Mentari yang masih belum sadar juga.

"Maaf yah Tar, gara-gara gue lo jadi begini," ujarnya Queen benar-benar sudah merasa bersalah.

'Ckckck menufik banget, coba bukan karena ada bu Rani, udah gue tak hi ni anak!' batin Aurel, kesal pada Queen.

"Udah yah tolong jangan ada keributan, kasihan Mentari jika kalian ribut terus, dia butuh istrahat!" pinta Bu Rani pada Queen dan Aurel.

𝗕𝗘𝗥𝗦𝗔𝗠𝗕𝗨𝗡𝗚...

Hallo gimana kabarnya gaes? Masih semangat bacanya?
Btw kalian dari mana aja nih baca kisah Altar?
Yuk ramaikan kolom komentar dengan span next!
See you😘

ALTAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang