18 - Sisi Lain

302 22 3
                                        

-Third's point of view-

"Habis darimana kamu?"

Fathir menghentikan langkahnya begitu ia sampai di depan tangga. Suara berat itu menghentikan niatnya ingin segera masuk ke dalam kamar. Tanpa perlu diduga lagi, Fathir sudah tau itu Papanya.

"Dari luar.." Fathir menyeringai tipis.

"Papa tidak bercanda, Fathir!" Papa berjalan mendekati Fathir yang masih diam di tempat. Baju tidur berwarna biru dongker sudah dikenakan pria tua itu. Tanda ia akan segera tidur tapi suara mesin mobil yang masuk perkarangan rumahnya langsung membuatnya terjaga. Dan benar saja ketika dia keluar kamar, anak lelakinya baru sampai di rumah.

"Sudah jam berapa ini, hah?" Papanya menoleh ke jam dinding di arah kirinya, "Oh, jam 11 malam dan kamu baru sampai di rumah?! Apa-apaan ini! Seperti anak begajulan tidak jelas dan tidak punya prospek masa depan!" ucap Papanya penuh penekanan. Semua itu dikatakan tanpa nada tinggi namun penuh dengan kecaman.

Fathir tersenyum, mengejek.

"Saya tidur dulu, Pa. Selamat malam.." Tanpa menunggu balasan dari Papanya, Fathir melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai atas. Sementara Papanya hanya menggeram pelan, menahan amarah.

***

-Nesha's-

Ya Tuhan, semoga Fathir lulus sidangnya..

Semoga dia mendapatkan nilai terbaik di akhirnya..

Semoga dia cepat dapet kerjaan tetap..

Jadi kalau nanti Fathir suami aku kan semuanya menjajikan hihihi...

Aku menahan tawaku dalam hati sambil sesekali menoleh ke ruangan di belakangku ini, tempat dimana sidang skripsi Fathir dilaksanakan. Aku terus berdo'a dalam hati, mengharapkan yang terbaik untuk Fathir dan tentu saja untuk diriku sendiri. Hahaha.

Aku sudah menyiapkan semuanya untuk hari ini. Urusan dengan mata kuliahku sudah selesai. Urusan bayar uang kost-kostan sudah lunas. Urusan utang piutangku dengan Abi juga sudah beres. Sehingga hari ini aku tidak perlu memikirkan hal lain selain hari sidang skripsinya Fathir.

Sebelum masuk ruangan tadi, Fathir sempat menggenggam tanganku erat. Dia berkata pelan- sangat pelan sehingga mungkin hanya aku dan dia yang dengar tentang betapa pentingnya kehadiranku di sini. Aku hanya bisa mengiyakan, tersenyum tipis ke arahnya, meskipun heran dalam hati.

Bukannya Fathir itu termasuk dalam keluarga 'berada' ya? Sangat jauh dari penampilannya yang terkesan biasa saja walaupun tampang luar biasa. Seingatku, Fathir hanya bercerita kalau dia punya adik perempuan bernama Adelle yang cantik-banget-banget-banget menurut aku, dan dia juga masih punya orangtua lengkap.

Tapi kenapa aku enggak pernah lihat kehangatan dalam sorot matanya kecuali hanya denganku? Atau mungkin hanya dengan kawan-kawan se-bandnya?

Aku tidak tau misteri apa yang disimpan selama ini soleh Fathir. Kalau aku memintanya untuk bercerita apa saja, pasti dia enggan bercerita tentang keluarganya. Oh, bukan enggan, malah hampir tidak pernah. Entah dia lupa atau dia terlalu bersemangat dengan skripsinya, tapi hampir tidak pernah. Cukup mencurigakan tapi aku belum pernah memikirkan ini sebelumnya. Berbeda setelah perkataan Fathir barusan.

Walaupun begitu, tidak hanya dia yang menyimpan misteri. Aku juga punya. Meskipun itu terdengar klise. Tapi ada sesuatu yang selama ini kusembunyikan dari Fathir. Yang aku tau jika aku mengatakannya, pasti Fathir akan kecewa. Pasti dia akan mengatakan kalau dibalik penampilanku sebagai pengamen, aku punya masa lalu yang 'berbeda'.

Settle for LessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang