Hidup itu tidak adil.
Di saat yang lain asyik-asyikan sama pacar, aku malah sesenggukan dalam kamar. Nangisin mantan. Sumpah, enggak banget. Sebetulnya aku malas mengingat dia. Tapi karena putusnya baru kemarin malam, mau tak mau otakku mengingatkanku terus. Hatiku hancur. Aku putus asa. Aku mau bunuh ayam. Beneran aku enggak sanggup kalau disuruh bunuh diri. Sehancur-hancurnya aku, aku paling anti kalau disuruh menyakiti diri sendiri.
"Sudahlah, Nesha. Mantan lo jangan ditangisin terus. Cowok brengsek kayak dia sih harusnya digebukin sampai mampus,"
Emang dasar ini bocah kalau ngomong enggak disaring dulu. Abimanyu, cowok geblek yang sering aku panggil Abi ini sedang menenangkanku di kamar. Niatnya sih mau menenangkan aku tapi yang ada aku makin enggak tenang. Kepalaku yang tadinya masih tenggelam dalam kasur, langsung terangkat ke arahnya.
"Lo sinting ya?! Gitu-gitu dia pernah pacaran sama gue tau!" balasku nyolot dan kembali menelungkupkan kepalaku dalam bantal. Aku kembali menangis. Aku teringat kejadian kemarin yang memergoki mantan pacarku asyik 'tanding di atas kasur' bareng cewek-siapapun-itu-namanya. Padahal rencananya mau bikin surprise ultah dia yang ke 22 tapi malah aku yang dapat 'surprais'. Alhasil saking kesalnya aku lempar kue blackforest yang mati-matian aku beli setelah sebulan nabung ke muka mereka berdua. Lalu mereka sama-sama bengong melihat aku pergi meninggalkan mereka.
Padahal aku belum ngomong putus loh tapi aku sudah memutuskannya sendiri. Dia pernah bilang kalau sampai putus, bisa mati sekarat depan terminal. Nah loh, kan aku jadi enggak tega ngomong putus di hadapan dia. Meskipun kalau dia masih anggap aku pacarnya, dengan senang hati aku akan melemparnya ke empang dekat kost an.
Huuu. Aku memegangi dadaku yang nyeri. Sakitnya tuh... disini.
"Lagian udah gue bilang jangan pacaran sama dia, masih aja ngeyel. Sekarang siapa yang sakit? Situ kan? Nah sekarang lo harus tanggung akibat perbuatan lo sendiri,"
Kata-katanya menohok. Nyess.. Menusuk tepat ke jantung.
Iya, Abi udah pernah melarang aku mati-matian untuk pacaran sama cowok populer bernama Doni itu. Dia sering bilang kalau Doni itu playboy, Doni itu tukang selingkuh, Doni itu tukang main cewek, dan lain sebagainya. Tapi yang namanya cinta gimana sih? Bahkan Doni terima-terima saja dengan pekerjaan sampinganku sebagai pengamen. Belum lagi perhatian Doni yang melebihi intensitas SMS operator bikin aku pusing. Dia sukses bikin aku galau mau terima atau enggak pas nembak aku 3 bulan yang lalu.
Dan sekarang aku benar-benar menyesali keputusanku waktu itu.
"Kita makan aja deh. Lo lapar kan? Entar gue yang traktir!"
Ini dong dari tadi! Aku langsung bangun dari kasurku dan menyengir lebar ke arah Abi. Abi yang sudah berdiri di depan pintu hanya berdecak pelan lalu keluar dari kamarku.
"Giliran makan aja, semangat."
***
Kenalan dulu boleh kan? Namaku Ganesha. Umurku 20 tahun. Tinggalnya di kost an Ibu Hajjah Tuti dekat lampu merah Cibubur. Sekarang sedang kuliah semester 4 jurusan Sastra Inggris di salah satu Universitas Swasta di Depok. Canggih kan? Padahal aku benar-benar tidak bisa Bahasa Inggris tapi kerennya ambil jurusan maut seperti itu. Cakep.
Kalau orang yang seumuran denganku nih pasti sedang asyik hangout ke tempat-tempat nongkrong atau di mall. Aih, bayanginnya aja geli. Sejak aku pindah ke Jakarta, aku sudah enggak pernah lagi ke mall. Sayang. Buang-buang duit. Kalau ke mall juga pasti nunggu traktiran temen. Jadi, here I am, aku di dalam bis. Mengamen seperti biasa. Buat cari penghasilan tambahan selain uang transfer dari bapak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Settle for Less
Ficción General(SEDANG DIREVISI) Jatuh cinta sama pengamen? Kenapa tidak? Toh belum tau kan aslinya gimana? Fathir tidak menyangka pertemuannya dengan pengamen ini membuatnya terperangah. Semua terasa datar di hidupnya tapi berbeda setelah kehadiran Nesha, pengame...