16 - He's So Damn Busy

608 27 5
                                    

Maafffffff banget baru update sekarang :((

Gue lagi banyak tekanan batin di dunia nyata. Seminggu ini lanjutin partnya susah payah cuman dapet segini. Maaf ya :(

Mungkin ini ada bumbu-bumbu galaunya saking gak enaknya perasaan aye-_- Silahkan dibaca ya! Jangan bosan-bosan baca cerita buatan gue :)

.

-Nesha’s-

  Fathir Adhiraya : Seminggu ini aku sibuk. Maaf telat bales linenya

Aku mendengus kesal. Baru saja aku bangun tidur dan langsung mendapat pesan seperti itu. Apa-apaan ini? Kalau memang bener aku dianggap ‘pacar’, masa dia se-tega ini sama aku?

Saat ini sudah jam setengah 4 pagi. Seperti biasa, aku akan mengamen se-pagi ini bersama dua makhluk homo itu: Abi dan Noval. Tapi aku belum mendapat tanda-tanda Abi akan menjemputku sekarang. Kemana dia? Padahal ini sudah telat banget.

Setelah mandi kilat, berpakaian, dan mengikat rambut, ada ketukan keras di pintu. Aku menoleh ke jendela kecil yang tepat di sebelah pintu tersebut. Pasti Abi.

“Iya! Bentar ya!”

***

“Bu! Nasi uduknya dua ya! Dibungkus!” Aku mengacungkan dua jariku ke arah ibu-ibu yang menjual nasi uduk ini. Setelah ibu itu mengiyakan, aku baru duduk manis di tempat dan mengacuhkan tatapan aneh dari Abi dan Noval. Walaupun aku menyadarinya.

“Perut lo dibuat dari apa sih?! Makannya banyak banget!” ucap Noval terheran-heran. Aku mengendikkan kedua bahuku acuh. Lebih baik aku memandangi pemandangan sekitar daripada melihat wajah penasaran Noval.

Abi yang sejak tadi diam saja, melihatku dengan tatapan penuh selidik.

“Lo lagi galau ya, Nes?” tanyanya tepat sasaran. Aku tersenyum kecut. Ya. Hanya Abi yang tau aku kalau lagi galau atau senang dengan melihat perubahan garis wajah saja.

Sebetulnya aku memang agak kesal dengan Fathir. Emang sih dia sibuk tapi cuman sekedar balas Line dari aku saja enggak bisa? Sesibuk apa sih dia?

“Enggak. Gue beneran laper,” jawabku sekenanya. Seingatku aku belum makan sejak kemarin. Hanya makan bubur di kost an Abi itu. Malam harinya aku sibuk mengerjakan tugas dosen dan lupa sama sekali dengan kebutuhan primerku itu.

“Mbak. Ini nasinya,” ibu-ibu itu memberikan nasinya kepadaku. Aku menoleh ke arah ibu paruh baya itu sambil tersenyum menerima kantung plastik berisi nasi uduk.

“Kalau beneran laper, kok enggak makan sekarang?” tanya Noval. Sejak tadi dia dan Abi sudah memakan nasi uduknya sementara aku sibuk menghitung uang ngamen. Mumpung tenda nasi uduk ini sedang sepi.

“Gue buru-buru woy! Ada kelas jam 10 nih! Ayo!” Aku mengajak Abi dan Noval bangun dari kursinya setelah membayar nasi udukku. Terlihat, Abi dan Noval langsung bangun dan membayar nasi uduk mereka masing-masing.

***

Tell me baby what we’re gonna do.

I’ll make it easy, got a lot to lose.

Watch the sunlight, coming though.

Open the window, let it shine on you.

‘Cause I’ve been sick and working all week.

And I’ve been doing just fine...

Kepalaku manggut-manggut. Berasa kayak lagi dugem sendirian. Padahal sih lagunya bukan lagu dugem, cuma lagu pop biasa. Mungkin efek menenangkan musik sebegini besarnya sehingga aku bisa sedikit aneh seperti ini. Lalu memandangi pemandangan di sekitarku.

Settle for LessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang