3 - Pertemuan Kedua

921 38 4
                                    

Bagaimana mungkin bis terkutuk ini menyimpan seseorang seperti ini?

Memandanginya saja aku tidak bosan.

Apalagi mendengar suaranya yang merdu itu.

Fathir mendadak bersyair seperti priyayi dan semua ini terjadi karena pengamen itu. Dia tidak bisa mengelak lagi kalau dia terpana dengan cewek itu. Kepalanya juga tidak mau memalingkan pandangan ke arah lain. Hanya ke depan sana. Cewek itu masih bernyanyi dengan riang, senyum lebar terlukis di wajahnya. Sampai sekarang, Fathir tidak mengerti kenapa perempuan itu bisa sangat menikmati pekerjaan ini.

"Terima kasih sudah mendengarkan lagu-lagu dari kami. Semoga bapak ibu yang ada di sini terhibur. Permisi," Cewek itu mengeluarkan bungkus besar bekas permen itu dari saku celananya.

Apa? Fathir keheranan. Sudah selesai? Kok cepet banget? Kepala Fathir menoleh ke kanan lalu ke kirinya, memastikan kalau bis ini hampir sampai pintu tol. Yang berarti perjalanan menaiki bis ini sudah selesai. Dan ternyata benar. Sial, umpatnya.

Dengan sedikit enggan, dia membuang mukanya dari cewek itu dan mengeluarkan uang dari tasnya. Uang yang berwarna kehijauan keluar dari sakunya. Fathir berdecak kesal merutuki kebodohannya. Meskipun dia tidak lagi lupa mengambil uang di ATM tapi dia lupa kalau pengamen-pengamen ini akan minta jatahnya. Sedangkan pecahan uang paling besar di kantungnya hanya segitu.

Mata Fathir kembali melirik ke cewek itu. Cewek itu dapat terlihat jelas dari kursinya karena sedang berdiri tidak jauh dari kursinya. Cewek itu masih tersenyum manis. Fathir diam mengamati, mengagumi cewek itu. Hem, andai cewek itu bukan pengamen..

"Permisi?"

Fathir menoleh ke samping kirinya. Matanya mendelik lebar tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Cowok yang biasa memainkan gitar di belakang, sedang menunggu upahnya terhadap Fathir, membuat Fathir heran. Jadi.. bukan cewek itu yang kemari?

Cowok di dekatnya ini yang biasa menemani cewek itu berduet. Seperti tadi, mereka menyanyikan lagu All Of Me berduet. Yah, bisa dibilang Fathir sempat 'iri' melihat keakraban mereka. Mereka seperti punya chemistry yang kuat. Teringat hal itu membuat Fathir panas sendiri.

Sambil mengembuskan napas berat, dia menaruh uang itu ke tempatnya. Cowok itu berterima kasih kemudian menjauhi Fathir. Kepala Fathir bergerak mengikuti arah perginya cowok itu lalu membuang muka. Tadinya kalau bukan cowok itu yang ke Fathir, mungkin Fathir sudah bertanya nama cewek tadi siapa. Yah, sekedar tau nama boleh kan?

"Pon! Ada cewek nih nanyain nama lo!"

Tanpa menunggu satu atau dua detik, Fathir menolehkan kepalanya ke asal suara. Ternyata cewek itu yang berteriak, memanggil cowok tadi yang meminta uang kepada Fathir. Cowok yang dipanggil 'Pon' itu hanya menyahut tanpa melupakan kegiatannya.

"Tadi juga ada cowok yang nanyain nama lo, Nes!"

Nes? Fathir tertegun. Nama cewek itu ada 'Nes' nya ya? Fathir tersenyum tipis. Matanya melihat ke jendela di sampingnya, seolah-olah dia tidak peduli dengan percakapan yang terjadi barusan. Namun kedua telinganya tetap mendengarkan.

"Oh gitu?" Cewek itu menyahut. Suara mereka terdengar nyaring di bis ini. Seperti tidak peduli, mereka tetap mengobrol padahal jarak mereka lumayan jauh. Mungkin karena sudah terbiasa.

"Dia juga minta nomer HP lo!"

"Widih, cakep." gumam cewek itu lucu.

"Tadi ada juga yang minta pin BB sama ID Line lu!"

"Wadaw,"

"Ada juga yang minta alamat rumah lu,"

"Buset dah,"

Settle for LessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang