"Kak Fathir!"
Gue memutar bola mata kesal. Suara cempreng sok manja... Siapa lagi kalau bukan Adelle?! Dasar perusak suasana! Sambil menahan amarah, gue membalikkan badan dan melihat Adelle berlari mendekati gue panik. Kayak orang kesetanan. Kening gue mengernyit bingung.
"Kak Fathir ngapain sih keluar-keluar? Bikin jantung gue skotjam tau enggak?" cecarnya sambil memanyunkan bibirnya manja. Udah gede aja masih sok manyun-manyun, berasa cakep aja, batin gue.
Tapi Adelle emang adek gue paling cantik sih (mengingat dia itu adek gue satu-satunya). Rambut yang cokelat ikal berkilauan di bawah sinar matahari, kelihatan banget sering main ke salon. Kulitnya juga putih sama seperti gue tapi kulit gue agak kecoklatan karena dulu jadi pemain basket di sekolah. Postur badannya juga termasuk tinggi jika dibandingkan dengan perempuan seumurnya. Bedanya wajah dia lebih mengikuti wajah mama yang cantik ala Indonesia sedangkan gue lebih mirip papa. Banyak juga cowok yang naksir dia tapi Adelle setia banget sama pacarnya sejak SMP.
"Mana skotjam? Eh! Lo ngapain di sini?! Balik sana ke mobil!" Gue menunjuk ke arah mobil yang terparkir dengan dagu gue. Adelle terlihat tak percaya saat gue usir tapi melihat gue mendelikkan mata, dia menyerah. Sambil merengut, Adelle menghentakkan kakinya dengan kasar dan kembali ke mobil. Sempat terdengar beberapa kata umpatan meluncur dari mulutnya.
"Jaga mobilnya ya sampai gue balik!" sahut gue ketika Adelle sudah agak jauh dari gue. Adelle hanya mengangkat satu jempolnya di udara dan masuk ke mobil. Gue menyeringai puas.
Bagus! Pengganggu sudah pergi! Nah sekarang balik lagi bersama Nesha. Gue membalikkan badan gue dan ternyata... Nesha sudah berjalan agak jauh dari gue! Loh! Dia mengacuhkan gue?
"Nesha!" Mulut gue kelepasan memanggil namanya. Nesha yang tadinya sedang berjalan langsung memberhentikan langkahnya dan menatap gue horror. Nah loh! Mulut lo, Thir! Gue merutuki diri sendiri.
"Lo tau nama gue?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Wajahnya terlihat menyimpan banyak tanya. Gue tersenyum tipis.
"Masa gue enggak kenal? Lo kan artis kampus kita?" tanya gue menggodanya jail. Nesha mendengus pelan, membuat gue menahan senyum sambil menundukkan kepala.
"Artis di bis kali maksud lo." ujarnya lagi sambil membuang muka. Lalu gue menatap wajahnya heran. Dia keliatan bete banget dan nada bicaranya lebih dingin. Kesannya kayak mengusir gue jauh-jauh.
Kok tiba-tiba dia berubah? Apa jangan-jangan gue bikin dia tersinggung? Salah gue apa sih? Batin gue bertanya-tanya.
Sambil mengikuti langkahnya di belakang, gue melirik ke wajahnya yang masih ditekuk begitu. "Maaf," kata gue kemudian.
Nesha mengangkat kedua bahunya tak peduli. Dia tetap berjalan ke arah warung dekat sini. Dia terlihat tidak terganggu dengan kehadiran gue yang mengintil di belakangnya. Terkadang Nesha memetikkan senar gitarnya dan manggut-manggut sendiri. Seperti sedang menyanyi dalam hati.
"Kenapa enggak nyanyi?" tanya gue sedikit heran melihat mulutnya yang terbuka tanpa suara. Nesha melirik ke arah gue, lebih tepatnya kaki gue. Sepertinya dia masih enggan menatap gue.
"Tempat ngamen gue kan bukan di sini. Lagian lo siapa sih? Ngikutin gue terus," katanya sedikit sinis. Dia kembali menghadap ke depan dan bermain dengan gitarnya. Gue tersenyum.
"Oh. Lo enggak inget gue yang udah bikin lo teriak-teriak di bis?" tanya gue sambil menahan tawa karena teringat kejadian itu. Kejadian Nesha yang berteriak kegirangan mendapat uang mengamen dari gue. Rasanya enggak mungkin Nesha lupa, pikir gue sambil terus mengikutinya berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Settle for Less
General Fiction(SEDANG DIREVISI) Jatuh cinta sama pengamen? Kenapa tidak? Toh belum tau kan aslinya gimana? Fathir tidak menyangka pertemuannya dengan pengamen ini membuatnya terperangah. Semua terasa datar di hidupnya tapi berbeda setelah kehadiran Nesha, pengame...