28 - Settle for Less

356 20 6
                                    

"Everybody deserves somebody, but girl, nobody can love you like I do" –Before You Exit.

.

.

Lama Nesha menunggu sampai akhirnya berada tepat di samping ranjang Abi. Berkali-kali Nesha berusaha mengeluarkan suaranya tapi tetap tak bisa. Karena dia tidak lagi sendiri di sini, bukan karena ada Fathir melainkan ibu Abi yang baru saja datang.

Nesha memang dekat dengan Abi namun tidak dengan ibunya. Dulu ketika Abi dekat dengan Nesha dalam proses penyembuhan, Tante Henny, ibu Abi memang baik padanya. Sering menyemangati Nesha bahwa Nesha bisa sembuh. Namun terkadang Nesha menangkap sesuatu yang lain dari sorot mata Tante Henny..

Seperti yang sekarang sedang dilihatnya. Tante Henny sempat menatap Nesha sejenak seperti itu meskipun akhirnya mengalihkan pandangannya. Beliau mengusap pelan kepala Abi dengan sorot mata penuh penyesalan, tidak berkata sedikitpun.

Nesha melihat itu semua tanpa berkomentar. Dia juga melakukan hal yang sama. Karena dia tau kalau saat ini diam lah yang terbaik.

"Kamu tau Abi sudah serius banget sama kamu?"

Suara Tante Henny membuat Nesha kembali menatap lelah itu. Sempat Nesha menangkap senyuman tipis sebelum akhirnya Nesha mengangguk.

"Saya 'ndak mau Abi mengejar sesuatu yang belum pasti.." Tante Henny masih menatap Nesha di depannya. "..perasaan kamu juga belum pasti dengan Abi."

Nesha masih tak bersuara.

"Jujur, saya 'ndak suka sama kamu karena masa lalu kamu. Tapi mungkin saya akan menghargai kamu kalau kamu mau menghargai anak saya. Dan saya merasa kamu 'ndak begitu.." Sempat dia terdiam sejenak sebelum melanjutkan.

"Saya juga tau kamu bersama dengan siapa di luar tadi.."

Kedua mata Nesha membulat. Tante Henny tersenyum tipis.

"Sambil menunggu Abi, lebih baik kamu renungkan siapa yang kamu butuhkan sesungguhnya.. siapa yang kamu mau.. sebelum terlambat."

***

Fathir duduk di kursi teras kamar hotelnya sambil memandang langit gelap malam ini. Apa yang dilihatnya saat ini hanyalah langit dan jalanan kota karena letak kamarnya di lantai atas. Dia terlihat kosong. Sejak tadi dia hanya melempar kunci mobilnya berkali-kali, seperti sedang memikirkan sesuatu. Bahkan kopi panas di atas meja pun diabaikan sampai dingin.

Tiba-tiba tangannya berhenti melempar. Dia beralih menatap kunci di tangannya seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Mungkin memang saatnya harus menyerah." gumamnya perlahan.

Dengan cepat dia menaruh kunci itu dan berbalik masuk ke dalam kamar. Terdengar gaduh beberapa saat sampai akhirnya ada suara pintu ditutup kencang.

***

"Bengong mulu, Nes."

Sontak Nesha menoleh ke arah Abi yang sedang nyengir ke arahnya. Abi sudah sadar setengah jam yang lalu, yang berarti sudah 7 jam Abi pingsan. Tangan dan kakinya diperban karena ada beberapa yang retak dan patah. Anehnya meskipun sedang sakit, Abi sudah bisa meledek Nesha.

Abi menunggu balasan Nesha namun Nesha tertangkap melamun lagi di dekatnya, membuat Abi sedikit penasaran..

Nanti, Bi.. Sabar..

"Lo mau minum?"

Abi berjengit kaget mendengar tawaran Nesha. Justru sekarang malah dia yang merenung, Abi sempat merutuk dalam hati. Kedua matanya mengikuti arah Nesha menghampiri meja di dekatnya. Dan disitulah ada botol air minum kemasan yang besar juga gelas bening disampingnya.

Settle for LessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang