27 - Masa-masa Penantian (1)

261 21 3
                                    

Sebetulnya ada satu rahasia yang mau diriku kasih tau. Jadi selama ini update cerita ini cuma lihat jumlah viewers. Kalau udah lebih 60 biasanya langsung update. Atau kalau lebih kece lagi jumlah votes. Lebih dari 6 pasti langsung update. Tapiiiii kemaren diriku sibuk sama kerjaan di tempat baru. Terus sering pulang malem. Terus sering kehujanan. Jadinya sakit dan sekarang baru agak mendingan wqwqwq

Btw sebetulnya ini harusnya spin off tapi klo spin off kayaknya ini penting deh.. Hemm penting gak penting aslinya-_- Yaudah ya sabar dulu. Lanjutan yg kemaren nanti di part 2 nya ngikutin si Abi habis kemana doi wkwkw

_______


Agustus 2015

Fathir mengeluarkan HP-nya seraya menarik kopernya cepat. Dia melangkah sedikit terburu-buru keluar bandara. Lalu menghela napas lega ketika panggilannya diangkat di detik ketiga.

"Ger, dimana lo?" tanyanya sambil mengamati sekitar. Lama menunggu, ternyata tidak ada balasan dari seberang. Kening Fathir berkerut menyadari Gerry memutuskan panggilannya.

"Aneh? Kenapa dimatiin sih?" gumamnya sambil menatap layar HP-nya. Matanya mendelik lebar menyadari ada panggilan masuk dari Gerry. Namun begitu ia ingin mengangkatnya, matanya menangkap bayangan tak asing dari sisi sebelah kanannya.

Tak jauh darinya, ada seorang laki-laki memakai jaket baseball biru dengan celana chino sedang memunggunginya. Fathir juga melihat HP lelaki itu sedang dipegangnya dan diarahkan di depan wajahnya, seperti berbicara dengan seseorang. Topi hitam yang bertuliskan WOTA berwarna kuning dipakai terbalik, membuat Fathir sadar siapa lelaki ini kemudian memutuskan panggilan Gerry yang belum diangkatnya.

"Lah," Sekarang Gerry yang bingung menyadari panggilan diputuskan sepihak oleh Fathir. Wajahnya terlihat bingung memandang layar HP-nya. Ketika dia ingin menelepon balik Fathir, bahu sebelah kanannya ditepuk pelan. Gerry menoleh ke belakangnya lalu tersenyum lebar.

"Weh gembelnya Australi udah nyampe." Gerry memerhatikan penampilan Fathir di hadapannya terang-terangan dari ujung kepala hingga kaki. Menilai penampilan baru Fathir yang benar-benar seperti 'gembel' menurutnya. Kaus merah luntur dengan stripped jeans dan jaket tebal warna coklat, belum lagi rambutnya yang sudah memanjang, membuat Gerry harus mendecakkan lidahnya keras-keras. Sungguh amat tidak sopan.

Fathir menganggap celaan Gerry itu salam pembuka untuknya. Dia tertawa pelan dan menepuk sahabatnya ini dari samping.

"Dan lo tau kan kalau 'gaya gembel' ini lagi digemari di Indonesia?"

Gerry pun tak bisa mengelak lagi. Dia tertawa mengiyakan. Akhirnya mereka berdua berjalan menuju mobil yang sudah diparkirkan dekat mereka. Mereka juga mengobrol banyak hal dari yang paling sakral seperti bagaimana nasib kuliah Gerry (yang masih belum kelar juga), sampai yang paling sampah sekalipun seperti bagaimana cuaca di Australia sebelum Fathir pulang. Namun obrolan seperti itu tetap terasa hangat karena tidak terkesan basa-basi. Mereka mengatakan semua itu dengan cara mereka sendiri.

"Oh ya, tadi udah ke rumah gue? Gimana? Udah rame?" tanya Fathir ketika mereka sudah berada di dalam mobil. Gerry tersenyum seraya menelengkan kepalanya sedikit.

"Tadi cuma datang sebentar dan udah rame. Keluarga lo yang bule-bule juga udah ada. Intinya si Adelle enggak berhenti nangis di depan peti bokap lo."

Fathir terdiam. Memang ini alasan dia balik ke Indonesia, karena Papanya baru saja berpulang. Awalnya dia enggan ingin balik tapi karena Mamanya memaksa, dia menurut saja.

Settle for LessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang