• Part 20

242 27 12
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

disisi ujung sekolah, terdapat ruangan yang sudah lama terbengkalai, ruangan itu kumuh, mirisnya oksigen, bahkan ruangan yang penuh kotoran.

sebuah tali besar meliliti tangan indra, lalu mereka letakkan indra dengan terkulai dilantai kotor itu.

"ini aman kan?", ujar arie merasa sedikit takut dengan perbuatannya kali ini "aman!", ujar ardit menepuk bahu arie.

mereka keluar dari ruangan itu,
dengan otak yang cemerlang ardit sudah membawa sebuah kunci, ia pasang kunci itu diselotan pintu sehingga pintu itu tak bisa dibuka.
kuncinya ia simpan disakunya.

"yaudah yuk, balik ke kelas", ajak firman dan diikuti oleh lainnya.

•••

mobil yang berjalan kencang
tak ada satu pun suara yang terdengar didalam mobil itu, hanya suara kendaraan luar yang mengisi.

"bang, maafkan aku ya", ujarnya dengan rasa bersalah yang besar.

rahangnya mengeras dan rasanya ingin marah, namun melihat sang adik yang terus menerus merengek merasa bersalah membuatnya menurunkan egonya.

Ia menghela nafasnya
"aku ga masalah, yang ku fikirkan kalau boris tau masalah ini, bisa abis kau dimarahkannya", sang adik kembali tertunduk saat sang abang menyebutkan sosok nama itu.

hanya karna kejadian konyol, membuat ia hancur, dengan susah payah sang Abang kerja banting tulang agar impiannya tercapai, tapi malah ini balasannya yang ia lakukan.

yah, Bene Dionysius anak terakhir. adik yang sangat dibanggakan ketiga abangnya, bahkan sang Abang pertama rela banting tulang agar ia bisa sekolah di sekolah keinginannya.

oki berdecak kesal
"kau pun ngapain pakai bertumbuk segala sama anak orang si ben, kau kan tau ben. sekolah itu kalau kau buat masalah sedikit pasti kau bakalan langsung di drop out, ben!", jelas oki dengan emosinya yang memuncak

bene hanya terdiam mematung,
ia tak bisa membela dirinya saat ini, ia benar benar sudah dimarah habis habisan oleh oki sedari tadi.

"maaf", ujar bene dengan pelan, bahkan air matanya yang nyaris mengalir. oki menghela nafasnya dan membawa bene kedalam bekapannya "sampai rumah, kita telfon bang boris, kita jelasin pelan pelan", bene langsung menatap ke wajah oki agar oki tak memberitahukan ini kepada sang abang.

oki meyakinkan semua akan baik baik saja jikalau kita jujur dab bene hanya bisa pasrah saja.

•••

Bangkit Bersama [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang