BAGIAN 1: KUPU-KUPU TIDAK AKAN BERTAHAN LAMA

34 5 4
                                    


Daegu, South Korea.
18 September 2016

___

Kisah-kisah ini terentang jauh sebelum seseorang mengenal jati dirinya sendiri. Di suatu malam ketika purnama bulan September, di langit Daegu, seorang pemuda yang usianya beranjak 11 tahun berdiri di atas lantai tertinggi sebuah gedung Apartemen dua puluh lantai. Dia berdiri, membiarkan angin malam menerpa tubuhnya, pandangannya mengosong menatap kehidupan yang jauh di bawah sana, anak rambutnya beterbangan kuat, dan hawa dingin terus menghantamnya, wajah itu memiliki pahatan yang nyaris sempurna dengan ras Asianya.

Sebut saja dia sudah gila, membiarkan dirinya mengawang di ketinggian ratusan meter di penghujung lantai. Bahkan, jika satu langkah saja dia salah, tubuhnya langsung terjun bebas ke
bawah.

Anak bermarga KIM itu berpaling ke arah sebuah burung yang terbang melintas di atasnya dan hinggap pada sebuah dahan pohon yang rimbun. Kepala burung bermata besar berputar 180 derajat, memandang bulan dengan menengadah. Tatapannya menunjukkan sebuah kerinduan pada putri bulan yang kedatangannya sudah lama dinantikan oleh si burung.

Tidak jauh beda, Anak yang kepalanya di balut kasa dan tangannya di perban itu, juga sedang „merasa‟ merindukan seseorang. Atau mungkin itu hanya perasaannya saja, sejatinya dia tidak benar-benar tahu.

"Auh, Ryung. Ternyata kau ada di sini." Seorang wanita 57 tahun menghampirinya, dengan kacamata petak dan rantai yang menjuntai dari kedua sisinya, dia menelisik Ryung dari atas sampai bawah.

"Kau sedang apa itu? Ayo turun! Auh, jantung nenek bisa copot nih!" pinta Ny. Lee Seul, tegas.

Ryung mematuhi, dia mundur beberapa langkah. "Nenek? Kenapa di sini?"

"Melihat cucu tentu saja. Hm, besok kau kan sudah pergi. Nenek jadi tidak bisa tidur tenang malam ini." Nyonya Lee Seul sinis mengatakannya tapi tetap membelai wajah cucunya penuh kasih sayang.

"Nenek jangan cemas. Paman dan bibi akan merawatku dengan baik tentu saja." Ryung mengingatkan agar neneknya tidak terlalu khawatir tentang kepindahan nya, mereka harus hidup terpisah, meskipun sang nenek sangat tidak ingin. "Ayo, kita kembali ke
unit. Pasti Kakek dan yang lainnya sudah menunggu kita."

"Hm, baiklah-baiklah. Padahal, aku masih merindukanmu, Auh tatapan mu yang sekarang sudah berbeda dari yang dulu. Tapi, kau benar akan tinggal di sana? Nenek tanya sekali lagi, Ryung-ah. Kami bisa menyekolahkan mu di tempat yang bagus. SMA International di Seoul. Kita tak apa pindah kesana." Lee Seul masih membujuk putra semata wayang dari almarhum anak pertamanya yang meninggal akibat kecelakaan, Kim Daehan yang artinya
adalah ayah kandung Ryung.

"Aku suka Korea, tapi aku perlu mengembalikan ingatanku dulu, nek." Ryung membela diri.

Pin unit sebuah rumah di Hera Palace , nomor 227 ditekan oleh Ryung dengan tangan kanannya yang tidak diperban. Dia mendahulukan neneknya untuk masuk. Baru beberapa langkah saja, sebuah tatapan nyalang ditujukan pada Ryung oleh anak remaja yang berusia sama dengannya. Namanya Kim Gye-wan, sepupunya yang adalah anak dari adik ayahnya.

"Gye-Wan, kau tidak tidur? Besok kau sekolah." Lee Seul bertanya pada cucunya yang lain, nada bicaranya sangat berbeda-ketika Ia berbicara dengan Ryung-terkesan lebih dingin.

Perbedaan sikap nya inilah membuat Gye-Wan sangat tidak menyukai sepupunya.

Sejujurnya Gye-Wan senang karena Ryung akan meninggalkan Korea besok, perasaannya itu terpancar di matanya yang berbinar dan neneknya tidak menyukai itu.

Maka, dengan sengaja Ny. Lee Seul berbalik. Memandang Ryung. "Ryung-ah. Nenek harap, kau tidak betah di sana. Dan soal HOTEL-MU Itu, orang-orang nenek bisa mengurusnya." Lee Seul terang - terangan mengutarakan perasaannya sekaligus menyebutkan asetnya yang sudah Ia serahkan pada Ryung jauh sebelum Ryung lahir.

BULAN DI ATAS KOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang