"Lo tidak berperasaan Heyrin!"
Begitulah kata Rendi yang telak menghantam relung hati Heyrin. Dengan menatap tajam
gadis di depannya, dia bersulut. “Lo punya kekuasaan, kan? Orang tua lo yang kaya raya itu bisa mudah menyumpal mulut siapa pun karena uang.”“Kenapa? Kenapa marah? Jangan marah. Sakit. Di sini. Rendi, jangan marah sama
Heyrin!” Tio menyentak sambil
memukul-mukul dadanya.“KAK!” Rendi membentak, berbalik badan dan menggenggam erat pundak kakaknya.
“Pokoknya mulai sekarang jangan dekati Heyrin lagi. Kakak bisa dalam masalah besar. Memang, sudah seharusnya dia sendirian. Diam kayak patung supaya gak membahayakan orang lain.” Rendi benar-benar tersulut emosi.
“Ayo pergi,” ajaknya tanpa menoleh ke arah Heyrin dan mengabaikan rontaan Tio yang
ingin meminta maaf pada Heyrin atas kata-kata pedas adiknya barusan.Memejamkan mata meredam kekesalan, Heyrin bergegas untuk berjalan ke Halte yang cukup jauh dari sekolahnya.
Senyuman tulus pak No membuatnya sedikit terhibur. Setidaknya apapun yang terjadi di
sekolah, ketika dia dijemput, Pak No selalu muncul dengan wajah yang damai.Usai membukakan pintu mobil untuk sang majikan muda, Heyrin berkata. “Pak No, jika
bapak merasa kesal dengan hari-hari yang bapak Jalani, aku bisa pulang naik bus. Karena itu aku, aku pantas untuk diperlakukan begitu.”Pria paruh baya itu hanya diam, dia mengerti perasaan Heyrin. Di perjalanan, dia sering
melirik spion, melihat Heyrin yang memandang ke bawah dengan pandangan yang sulit ditebak. Ia juga memergoki Heyrin membuang alat pelacak yang selalu di bawanya kemana pun begitu saja ke kolong kursi penumpang.“Kebetulan hari ini les bahasa Inggris mbak libur, bibi Ju menyampaikan tadi. Apa mbak Heyrin mau pergi ke suatu tempat atau melakukan sesuatu yang tidak bisa mbak Erin lakukan seperti biasa?” tanya Pak No, mengajak bercerita.
“Ya, ada,” jawab singkat, Heyrin.
Ternyata, sesuatu yang dimaksud nya itu adalah dengan menonton sebuah video kelulusan seseorang yang berada jauh dari Heyrin. Dia duduk dengan nyaman seusai mengganti baju di sebuah taman mini yang di penuhi bunga-bunga. Di taman itu, berjejer lampu-lampu kecil yang menyala saat malam hari.
Seorang pria yang sedang menerima gelar dokter nya, menggunakan toga dan sertifikat membungkuk hormat pada seorang rokter di Universitas nya. Maju ke podium dengan lantang dan membacakan sumpah sebagai seorang dokter.
Pria berumur pertengahan 20 tahunan itu adalah kakak Heyrin. Orang yang sedang
membuktikan pada ayahnya bahwa Ia bisa: Dean Narendra. Turun dari tangga dan ingin kembali ke tempat duduknya, dia tersenyum di depan kamera yang sedang menyorotnya sambil menunjukkan medali keberhasilannya. Heyrin tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Semilir angin menerbangkan anak rambutnya. Klik. Dia mempause video saat seseorang berdehem di sebelahnya. Menyimpan ponselnya dan bergeser, membiarkan Manajer Al untuk duduk.
Manajer Al merasa tidak nyaman karena mengganggu Heyrin. “Maafkan saya mbak
Erin,” katanya dengan menyesal.“Dengan alasan apa bapak sampai kesini?” tanya Heyrin, dingin. Gadis ini Mengerjab ke
samping tak ingin manajer Al melihat jejak air matanya.“Hari ini tuan Raiden merekrut sekretaris baru. Saya diminta untuk mendapatkan
keputusan anaknya.”“Siapa? Aku?”
Manajer Al tertohok.
Alis Heyrin tertaut. “Keputusan apa?”
“Pak Raiden ingin mbak Erin yang memilih sekretaris untuknya. Saya membawa CV
kandidatnya.” Manajer Al mengeluarkan amplop coklat dari jas nya.
![](https://img.wattpad.com/cover/370822935-288-k590778.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BULAN DI ATAS KOTA
Novela Juvenil(Ketika Merindukannya Adalah Luka) Ayra Ai Heyrin adalah siswi terpintar di SMA Awan. Selain itu, Ia juga merupakan gadis paling misterius di sekolah nya. Tidak ada yang tahu rahasia besar apa yang disembunyikan gadis itu. Sedangkan Aihara adalah si...