BAGIAN 5: MENGETAHUI POLANYA

17 3 0
                                    

"Namanya Jordan, murid kelas 12-D IIS”. Begitu, kata sekretaris kelas, Nadya. Orang-orang yang berkerumun di meja nya jadi bersimpatik.

“Dengar-dengar kakinya patah, ya?” Andre menyahuti.

“Hum. Kayaknya gitu, sih. Soalnya dia menyebrang gak liat jalan.” Nadya menjawab.

“Aih, kok bisa, ya? Kalo menyebrang sambil gak liat jalan itu artinya, kan dia lagi
panik.” Dino hanya bicara asal.

Asumsi itu mengejutkan semua orang termasuk Heyrin yang langsung berhenti
mengerjakan soal di buku pengayaan.
Terdiam sebentar, Heyrin ingat sesaat sebelum dia dijemput Pak No kemarin. Ada orang lain yang juga menunggu di Halte bersama dengannya. Orang itu nampak gelagapan saat memandang Heyrin, dia sampai menggigit jari-jari nya.

Orang itu adalah... Jordan. Benar. Orang itu juga yang kemarin dia pergoki diam-diam tengah mengarahkan ponsel ke arah di mana ia dan Agatha bersitegang. Heyrin tahu semua itu setelah melirik ponsel Nadya yang mengarahkan foto Jordan dengan tinggi di
ponsel.

Kembali menundukkan kepala, Heyrin berjengit ketika sebuah tangan mengulur
padanya.

“Ini pulpen mu, jatuh,” kata Aihara, canggung. Yang dimaksud hanya diam dan
mengambil barangnya.

“Ha—Heyrin?” panggil Aihara, pelan. “Aku minta maaf, ya, soal kemarin.”

“Kenapa?” Heyrin menyahut dingin.

“Karena aku... Menyinggung mu. Pokoknya aku minta maaf.” Aihara benar-benar tulus.

“Iya.” Heyrin bangkit dari kursinya.

"Jadi, aku beneran dimaafin, kan?"

Heyrin tidak menjawab.

Aihara bersikukuh. "Aku merasa bersalah. Sangat. Satu kelas pasti mikir kalo aku nyindir kamu padahal enggak, suer. Kemarin aku itu baca buku, lho."

Heyrin menghela napas, lelah. Dia berbalik badan, menyipitkan matanya dan— "Kalau gak ada hal lain yang mau kamu omongin, pergilah."

Aihara mengerjab. “Apa??”

"Aku gak merasa itu aku."

“Kalau boleh Jujur, aku mikirin itu dan aku ngerasa bersalah karenanya. Sekali lagi, aku minta maaf, ya?”

Heyrin tak menanggapi. "Aku sibuk."

Aihara mengangguk-angguk semu. "Kamu mau kemana ?"

"Memangnya apa urusanmu?" Tanya Heyrin, sengit.

"Enggak ada, hehe." Aihara cengar-cengir tidak jelas. "Itu, jam masuk sebentar lagi soalnya. Kalo misalnya kamu mau keluar, jangan lama. Keburu gurunya masuk," lanjutnya, mengingatkan.

Heyrin tahu dan karena itu dia tidak menanggapi sama sekali ucapan Aihara.

Aihara mengeluarkan sebungkus coklat kecil dan meletakkannya di meja Heyrin sebelum dia berlalu. Katanya sebagai tanda permintaan maaf.

Untunglah, interaksi ini tak disadari oleh teman-teman sekelas mereka.


****

Di luar kelas, Aihara berdiri di pembatas lantai, melihat ke bawah memandang rutinitas para siswa: yang berjalan-jalan, membersihkan halaman sekolah, berfoto-foto, makan dan saling kejar-kejaran.

Di area parkir Ia melihat banyak sepeda motor terparkir. Kondisi yang jauh
berbeda dimana Ia biasa melihat mobil berjejer di area parkir sekolahnya—SMA Internasional Jakarta. "Sekolah disini bagus. Gak banyak yang aneh."

BULAN DI ATAS KOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang