Heyrin berdiri diantara rak buku. Ia menjadikan perpustakaan sebagai alibi untuk pergi dari situasi yang menyebalkan.
Dari tempatnya, tak sengaja dia melihat seorang pria berpakaian hitam, bertopi dan bermasker duduk membaca di salah satu kursi. Kening Heyrin mengernyit, seolah sadar tengah diperhatikan, pria itu semakin menundukkan kepalanya. Heyrin tahu, orang itu tak ingin Ia melihat wajahnya.
Memperhatikannya sejenak, Heyrin memilih abai dan berjalan mengitari perpustakaan dan fokus pada salah satu novel di sana. Dia ingin meraih novel itu namun karena letaknya cukup tinggi, Heyrin harus berjinjit.
Tiba-tiba sebuah tangan terulur dari belakang dan mengambil novel itu. Wajah Heyrin nampak kesal karena di dahului oleh orang lain, saat ia berbalik, dia kaget. Orang yang mengambil buku tadi adalah Aihara: Yang menatapnya juga dengan teduh dan menyejukkan.
"Kamu mau baca buku ini, ya?" Tanya Aihara.
Heyrin merasa deja vu. Ia teringat akan seorang anak lelaki —kira-kira berumur 7 tahun—dan lebih tinggi darinya juga membantu Heyrin yang saat itu berumur 6 tahun mengambil buku. Keduanya sama-sama menggunakan seragam sekolah dasar. Anak lelaki itu tersenyum lebar pada Heyrin yang hampir menangis karena mengira bukunya akan diambil oleh orang lain.
Tak mendapat respons, Aihara bertanya lagi. "Mau baca buku ini gak, He?"
Heyrin tertegun atas panggilan tak biasa itu. "Heyrin. Itu namaku."
"Iya, tau." Aihara mundur, menghela napas sambil ber Ck-Ck dalam gelengan. "Karena namamu Heyrin, aku bingung mau manggil apa. Hey gitu? Gak sopan lah."
Heyrin mengangguk-angguk paham.
Aihara menyodorkan novel ber-cover wajah seorang gadis yang nampak muram. "Jadi baca gak? Ini ketiga kalinya aku nanya, lho. Eh, tapi, ku pikir ini salah. Setahuku Heyrin biasa baca buku pengayaan, kan? Kalau gitu, biar aku aja yang baca."
"Aku mau baca!" Heyrin menyela, menerima uluran buku dan duduk di kursi. Aihara mengikutinya sambil tersenyum menang.
"Jangan baca buku itu. Ceritanya sedih." Aihara seolah paham dengan jalan cerita itu.
"Kamu tau cerita ini."
Aihara menyunggingkan senyum karena akhirnya Heyrin menanggapinya. "Iya tau. Aku liat review di sosmed."
"Oh." Heyrin pikir Aihara mengetahui isi buku ini. Dia kembali berfokus.
"Kalau punya hati lemah jangan baca. Susah move on kata orang-orang," kata Aihara kemudian. Dia lanjut memberi umpan. "Kalo orang baik itu biasanya hatinya lemah."
"Aku bukan orang baik."
"Kata siapa?"
Heyrin terdiam. Benar, siapa yang mengatakan dia bukan orang yang baik?
"Gak bisa jawab?" Aihara memasang pose seolah berpikir.
Heyrin agak kesal. "Urus saja urusanmu sendiri. Jangan ganggu aku."
"Eh, eh? Siapa bilang aku ganggu kamu. Aku disini karena mau nemenin kamu."
"Dengan nyerocos?" Ketus Heyrin.
"Dengan baca buku!" Aihara menunjukkan sebuah buku komik yang entah kapan diambilnya. "Ayo, mulai jadi pengunjung perpustakaan yang baik."
Keduanya terdiam cukup lama.
Aihara mendongak untuk mengintip halaman buku yang dibaca Heyrin lalu melihat wajah serius Heyrin yang tenggelam dalam cerita. "Heyrin, jangan nangis, ya. Katanya halaman-halaman itu bagian yang paling sedih," peringatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BULAN DI ATAS KOTA
Teen FictionAihara adalah murid akselerasi dari sebuah sekolah Internasional ke sebuah sekolah yang berada di kota kecil. Dia tidak sengaja berurusan dengan Heyrin, si murid terpintar namun misterius di saat yang bersamaan hingga gadis itu dijuluki si 'murid ha...