"Kamu gak lelah hanya melihatku terus?" Heyrin jengah, Aihara sejak tadi tak mengedipkan mata memandang dirinya. Masih lumayan jika dia membantu gadis itu menyelesaikan tugas.
"Lelah. Tapi aku belum siap mengidentifikasi. Kamu gak lihat jam? Ini di luar dari waktu bagus untuk otak menerima informasi, menurut riset—"
Heyrin menyela, galak. "Aku gak butuh tuh ceramah mu."
Mendelik kesal, Aihara memijat pangkal hidungnya. Meletakkan kepala diantara kedua tangan yang terlipat di atas meja, Aihara memperhatikan dengan baik semua ornamen di ruang tamu Heyrin. Semuanya nampak mengilap dan mewah. Lelaki ini yakin jika butuh merogoh kocek dalam untuk membeli ini semua.
Apa yang sedari tadi mengganggu pikiran Aihara hanyalah tentang Heyrin yang bersikap aneh belakangan ini. Sejak dua hari yang lalu, setelah Ia menyetujui permintaan Heyrin untuk bersahabat, sikap gadis itu mendadak berubah. 180 derajat. Sangat berbanding terbalik dengan biasanya. Aneh, sangat aneh.
Heyrin yang irit bicara mendadak menjadi gadis yang berisik dan hobi memancing perdebatan. Padahal setahu Aihara, Heyrin paling ogah jika berhadapan dengan yang namanya adu mulut.
Contohnya kemarin, Aihara akan pulang naik bis karena motornya sedang di bengkel. Dia menunggu di halte dengan tenang dan kemudian Heyrin datang dengan menghentak kaki kesal. Di belakang, Pak No mengikuti gadis itu.
"Mbak Heyrin, Pak Raiden akan marah padamu nanti..." Bujuk Pak No, karena masalahnya hari ini Heyrin bersikeras ingin pulang bersama Aihara.
"Gak mau. Pak No, hari ini aku mau bolos les aja!"
Apa tidak melotot seram Aihara ke arahnya. Heyrin yang dia tahu sangat kolot dan taat aturan hari ini membolos?
"Kenapa Heyrin bolos?" Tanya Aihara, lembut seperti biasanya.
"Gurunya galak tau! Aku, tuh, belum siap tugas. Kan kemarin sakit. Memangnya gurunya mau denger alasan konyol kayak gitu? Aku taruhan, deh, gurunya gak mentolerir tugas itu!" Heyrin mengadu.
Cara gadis itu berbicara seperti anak TK yang dibebani tugas yang banyak. Imut sekali. Jantung Aihara jelas berdetak tidak nyaman.
"Tapi bolos bukan pilihan yang bagus, cantik."
Heyrin tetaplah Heyrin. Dipuji begitu dia mana terbang. Malah menyalak. "Orang cantik mana yang punya jerawat di jidatnya?"
Aihara hanya bisa tersenyum. "Cantik itu gak ada standarnya. Kamu les hari ini, ya? Gak boleh bolos-bolos. Heyrin anak baik, kan?"
Pak No diam-diam tersenyum dengan cara membujuk Aihara.
"Ish!" Heyrin membuang wajahnya. "Kalo Kim Ryung dulu, aku mau bolos pasti ditemenin. Gak dilarang..." Gerutunya, pelan. Pikirnya Aihara tidak mendengar, namun dia salah.
Karena itulah, Aihara memikirkan banyak hal sekarang. Tentang maksud dan tujuan Heyrin memintanya untuk menggantikan Kim Ryung. Sekarang, dia baru bertanya-tanya. Menggantikan yang bagaimana? Menggantikan hanya sekedar status agar Heyrin tidak kesepian atau menggantikan Kim Ryung di dalam diri orang lain? Maksudnya menjadikan orang lain seperti Kim Ryung? Apa begitu?
Ah, Aihara tidak paham.
Guncangan pelan di lakukan Heyrin di lengan Aihara. "Jangan tidur. Aku lapar."
Refleks Aihara bingung. "Hah? Apa?"
"Aku lapar. Belum makan malam. Bibi Ju lagi pulang kampung karena anaknya sakit," adu Heyrin sambil menopang wajahnya di kedua tangannya.
"Jadi?"
"Ayo cari makan di luar."
Duduk dengan tegak dengan alis menukik. Aihara tidak mau. "Gak boleh! Tugasmu belum siap, kan? Besok dikumpul."
KAMU SEDANG MEMBACA
BULAN DI ATAS KOTA
Teen FictionAihara adalah murid akselerasi dari sebuah sekolah Internasional ke sebuah sekolah yang berada di kota kecil. Dia tidak sengaja berurusan dengan Heyrin, si murid terpintar namun misterius di saat yang bersamaan hingga gadis itu dijuluki si 'murid ha...