"Di-dingin... Sekali...."
Sayup-sayup sebuah suara yang terasa menyedihkan terdengar. Dari jarak sekitar dua meter di hadapan Aihara, seorang anak kecil memeluk tubuhnya. Bibir anak itu bergetar dan pucat.
Aihara menoleh ke sekitar, tampak salju turun dengan derasnya. Itu pasti sangat dingin namun entah mengapa anak itu membiarkan dirinya tetap duduk di pinggiran jalan yang sunyi ini.
Ingin rasanya Aihara melangkah untuk menghampiri, namun kakinya terasa sangat berat bahkan untuk bergeser.
Perlahan, anak itu mengangkat kepalanya. Mata sayu nya menatap dalam pada Aihara. Tatapan yang menyiratkan penderitaan yang teramat sangat.
Kenapa? Ada apa? Aihara bertanya dalam hatinya.
"Tuan muda! Tuan muda!"
Baik Aihara maupun anak laki-laki kecil itu menolehkan pandangannya pada sumber suara. Seorang pria dengan setelan serba hitam berlari ke arah si anak kecil dengan membawa payung.
"Apa yang kamu lakukan disini? Salju turun dengan deras..." Kata pria dewasa itu, menyejajarkan posisinya dengan lawan bicara. "Ayo kita pulang. Paman dan bibimu sudah menunggu pulang..."
"AKU TIDAK MAU!!!" Teriak anak kecil itu histeris saat pria dewasa mulai mengangkat tubuhnya. "LEPASKAN!! LEPASKAN!! JANGAN BAWA AKU LAGI KE RUMAH ITU!! AKU BENCI BIBI! AKU BENCI PAMAN!" ia terus meronta.
Aihara tercekat, sulit sekali baginya hanya untuk mengangkat suaranya. Raungan anak kecil itu membuat hatinya terasa ter cubit. Ingin sekali rasanya Ia berlari ke sana dan mengambil alih gendongan anak laki-laki berkulit putih itu.
Yang semakin Aihara tidak pahami adalah ketika sebuah limusin mewah berhenti tepat di depan mereka. Dari dalam, seorang wanita dengan mantel panjang dan tebal menatap nanar bocah di depannya.
"Dasar anak tidak tau diri. Susah-susah aku merawat mu kau malah membangkang seperti ini," cetus wanita itu, mencengkram erat lengan sang anak kecil.
Limusin mewah itu mulai bergerak usai semua orang masuk. Dari tempatnya, Aihara melihat anak kecil itu menatapnya dengan tatapan yang sulit dipahami. Tatapan yang sama saat Ia mendongak ke arah Aihara. Lalu, bibir anak itu bergerak, membentuk sebuah kalimat.
"To-long.... Hah!"
Celingak-celinguk ke sana kemari, Aihara merasa aneh. Perasaan, tadi dia berada di sebuah tempat yang asing dan seorang anak kecil lalu sekarang Ia berada di kamarnya?
"Jadi, yang tadi itu cuman mimpi?" Aihara mengusap wajahnya kasar dan berjalan ke luar kamar untuk mengambil air minum. Tidak sengaja tidur di siang hari saat mengerjakan tugasnya.
Sambil menatap gelasnya yang telah kosong, Aihara merasa janggal. Wajah anak kecil di mimpi itu, tampaknya tidak asing. Wajah wanita yang memarahi anak itu juga tidak asing. Seperti, Ia memang pernah melihatnya tapi entah dimana.
Ngiing... Saat berusaha untuk mengingat, kepala Aihara berdenging sakit. Ia meringis sambil memegang kening.
"Loh, bang... Katanya mau ke kafe, kok masih di rumah?" Ny. Alfi datang dari arah ruang tamu.
"Kafe?" Aihara menjawab dengan bingung. "Kafe, kafe, kafe... Bunda ada suruh aku ke kafe?"
Ny. Alfi menatap lama putranya dengan kening yang mengerut. Wajahnya nampak gusar. "I-iya."
"Ah, aku enggak ingat. Tadi gak sengaja ketiduran, hehe. Kalau gitu, aku kesana sekarang. Aihara pergi, ya, Bun..." Pamit Aihara meninggalkan Ny. Alfi yang masih bingung.
Beberapa menit kemudian, Ny. Alfi memicingkan mata, bergegas menuju kamar sang anak yang tidak dikunci. Menatap lama benda-benda di kamar itu. Sejenak, tidak ada yang perlu dikhawatirkan namun ketika melihat sebuah lemari yang terkunci membuatnya penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
BULAN DI ATAS KOTA
Fiksi RemajaAihara adalah murid akselerasi dari sebuah sekolah Internasional ke sebuah sekolah yang berada di kota kecil. Dia tidak sengaja berurusan dengan Heyrin, si murid terpintar namun misterius di saat yang bersamaan hingga gadis itu dijuluki si 'murid ha...