"Saya dengar anda membuang alat pelacak. Kenapa melakukannya?"
Manajer Al masuk ke kediaman tuan besarnya langsung menghampiri Heyrin yang duduk menonton televisi. Hal yang langka sebenarnya namun manajer Al memiliki pertanyaan yang lebih penting.
"Hanya malas direcoki. Apa Aihara sudah pulang belum?" Heyrin masih pada posisinya. Enggan berniat bangkit.
"Aihara ada di rumah ini?"
"Iya. Dia temenin aku belajar. Aku baru tau dia sepintar dan sekeren itu," jawab enteng Heyrin kemudian berbalik. "Manajer Al! Besok-besok tidak usah bayar tutor mahal-mahal. Si bucin Aihara itu akan suka rela untuk mengajariku."
Pertama kalinya manajer Al melihat keantusiasan Heyrin dalam menceritakan seseorang. "Kamu bersemangat sekali sepertinya..."
Lalu setelah berucap begitu, manajer Al dikejutkan dengan kemunculan Aihara yang membawa dua cup rujak buah. Lagi-lagi kernyitan kening lah yang ia lakukan sebagai respons.
"Pak Al mau?" Tawar Aihara, sumringah.
"Ah, tidak usah. Kalian habiskan saja."
Aihara mengacungkan jempol dan bergabung dengan Heyrin. Keduanya mencoba rujak itu dan sesekali Aihara menyodorkan air minum pada Heyrin yang kepedasan.
Interaksi mereka sangat baik. Bahkan tak pernah manajer Al duga-yang kini tersenyum kecil. Ikut senang karena Heyrin yang merasa, mungkin bahagia?
Maka, ketika Heyrin pamit ke lantai atas untuk mengistirahatkan diri, Manajer Al mencegah langkah Aihara ketika pemuda itu hendak kembali ke rumah.
Katanya dengan hati-hati. "Hari ini kamu tampak senang. Apa yang membuatmu begitu?"
Aihara tidak tersenyum tidak pula menjawab. Hanya diam sebagai jawaban. Setelah yakin, barulah dia mengeluarkan suara.
"Aku hanya mencoba untuk bahagia dan seolah tak tau apa-apa," ujarnya lemah sekali. Manajer Al tahu pemuda itu saat ini berada di sebuah kondisi yang tidak bisa dikatakan baik.
Itu benar, karena Aihara punya alasan.
Flash back on
"Atas nama Heyrin, aku minta maaf." Dean mewakili setelah mendengar tentang adiknya yang menyusahkan Aihara hari ini.
"Aku mengerti. Heyrin sepertinya punya banyak tekanan makanya dia begini."
Aihara akan menerimanya dengan lapang dada membuat Dean bangga akan keputusannya itu. Sejenak, dia merasa kasihan dengan Aihara yang mungkin saja tidak tau apa-apa sekarang tapi adiknya dengan bertingkah seenaknya melampiaskan kekesalannya pada Aihara.
Untuk itulah Dean mengajaknya kemari, keruangan pemeriksaan X-Ray untuk memastikan sesuatu.
Ya, memang benar Aihara ke rumah sakit. Diam-diam menghubungi Dean untuk mengetahui sesuatu. Syukurlah otoriter di rumah sakit itu cukup mumpuni karena dia dikenal sebagai putra seorang pengusaha besar.
Sayangnya, Dean diminta untuk kembali ke IGD karena dibutuhkan dan terpaksa meninggalkan Aihara. "Nanti sampaikan hasilnya," pesan Dean sebelum meninggalkan ruangan.
Tak lama, dokter yang akan memeriksa Aihara datang dengan membawa peralatannya. Dia duduk di kursinya untuk mempersiapkan pemeriksaan, dan kesempatan itulah dimanfaatkan Aihara untuk mengetahui sesuatu.
Aihara menunjukkan dua butir obat-satu obat yang biasa diberikan oleh bundanya dan obat lainnya yang diberikan Dean kemarin-"Pertama-tama. Apa kedua obat ini adalah obat yang sama dokter?"
Dokter Rontgen memeriksa sejenak. Dari kode kecil yang ada di pil itu dia jelas tahu. "Iya. Sama. Tapi, yang ini, morfin nya lebih tinggi." Dokter Rontgen memberikan obat yang selalu diberi oleh Ny. Alfi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BULAN DI ATAS KOTA
Fiksi RemajaAihara adalah murid akselerasi dari sebuah sekolah Internasional ke sebuah sekolah yang berada di kota kecil. Dia tidak sengaja berurusan dengan Heyrin, si murid terpintar namun misterius di saat yang bersamaan hingga gadis itu dijuluki si 'murid ha...