"Nomor sepuluh apa, Har?” tanya Dino, berbisik dan seperti tadi, Aihara dengan suka rela memberikan Dino jawabannya. Terlepas dari benar atau salah.
Helaan nafas terdengar dari bibir murid kelas 11-A. Mereka bersyukur karena akhirnya
waktu ulangan berlalu. Mereka semua duduk di berkumpul membicarakan tentang ulangan tadi.“Tadi, tuh, ya. Aduh, aduh... Jari-jari gue nih mau copot.” Farel menunjukkan tangannya
yang masih gemetar.Puk. Nadya menamparnya. “Lebay lu, ah.”
Farel tak terima, dia menyolot. “Lu mah enak ada deking si Dino. Deking Dino si Aihara. Auh, kalian semua keterlaluan kali sama ketua. Kalo gua gak dapat nilai cantik, kesempatan masuk universitas itu bisa hilang tau!” dramatisnya yang ditatap enek oleh murid-murid lain.
Percakapan itu langsung berhenti ketika Heyrin melewati mereka. Dino dan Andre
seketika geser, memberi gadis introvert itu jalan yang lebar untuk lewat.Heyrin membuka perpustakaan, mengangguk kecil pada guru penjaga Perpus dan memilih buku pengayaan. Dengan pulpen yang memutar di tangan, dia bersiap untuk menjawab.
Gadis itu tak tahu jika seseorang yang tadinya memejamkan mata di kursi pojok mengerutkan kening begitu melihatnya.
Aihara mendekat. “Kepalamu gak capek, ya, mikir terus? Padahal kita baru ulangan...” Aihara memperhatikan cara Heyrin menjawab soal.
“Eh, ini bukannya Akuntansi?!”
Heyrin memandang Aihara jengah. “Tolong diam.”
“Oke.” Aihara mengangkat bahu dan bangkit meninggalkan Heyrin, sebelum itu dia
meninggalkan sebungkus permen Coklat. "Kata orang, makan cokelat bisa bikin mood kita bagus."Lagi-lagi Heyrin hanya mendesis.
Karena kehilangan Fokus, Heyrin memijat pelipisnya sebentar. Dia berpejam dan saat
membuka mata sosok Aihara ada di depannya. Gadis itu mengangkat kepalanya.Nyut.... Rasa nyeri tiba-tiba menyerang. Heyrin mendesis lirih, karena tak sengaja
menyenggol jerawatnya yang meradang.Melihat itu, Aihara segera mengambil plester dari sakunya. “Jangan di pegangi, nanti
infeksi. Maaf, ya...” dia hendak menempelkan plester. Entah kenapa Heyrin malah
membiarkannya. Terlebih lagi, Aihara melakukannya dengan hati-hati.Degup jantung Heyrin tak terkendali mungkin karena dia sebelumnya tak pernah
sedekat ini dengan seseorang. Pipinya sampai bersemu merah dan Aihara tau itu.Sambil menahan senyum. “Pasti sakit, ya?” tanya Aihara yang sudah selesai dengan pekerjaannya. “Maaf, ya, bukannya aku mau modus. Tapi cuman mau membantu.”
Heyrin tak menjawab, dia tetap menampilkan wajah datarnya.
"Play boy" desis Heyrin, pelan.
Aihara terkekeh lucu. “Play boy dari mana? Emang mukaku ini keliatan red flag, nya,
ya?”Heyrin angkat bahu.
Aihara bercerita. “Nah. Ini buku komik. Ku pikir karena kamu agak stres. Gak bagus
maksa kan diri untuk berpikir terus. Sesekali refreshing lah...”“Ku sarankan sih gunakan metode tiga puluh per sepuluh . Tiga puluh menit kerjakan soal sepuluh menit baca komik. Dengan gitu, kamu gak terlalu terbebani. Heyrin, Fighting, ya!” kata Aihara, menyemangati dengan senyuman tulus. Dia berlalu membawa buku yang dipinjamnya.
Tapi tinggal lah tapi, belum ada tiga menit Aihara pergi, pemuda itu kembali lagi menghampiri Heyrin. Ia agak terkejut karena Heyrin tidak terlihat seperti biasa—meletakkan kepala ke meja dan matanya terpejam?
KAMU SEDANG MEMBACA
BULAN DI ATAS KOTA
Novela JuvenilAihara adalah murid akselerasi dari sebuah sekolah Internasional ke sebuah sekolah yang berada di kota kecil. Dia tidak sengaja berurusan dengan Heyrin, si murid terpintar namun misterius di saat yang bersamaan hingga gadis itu dijuluki si 'murid ha...