BAGIAN 10: PARTNER KERJA SAMA

23 2 0
                                    

Dia tidak menua meski sudah berumur.

Itu adalah topik hangat yang saat ini sedang dibicarakan oleh para guru SMA Awan di
kantor. Titik kumpul mereka adalah meja Bu Rossa— Guru matematika kelas 12. Ini karena Pemotretan yang dilakukan Ny. Hera kemarin berhasil mendapat respons positif dari khalayak.

Heyrin berjalan dengan membungkukkan badan saat melewati meja Bu Rossa. Semua
guru di sana langsung tersenyum padanya. Dia sudah tiba di meja Pak Haru yang kosong.

“Aduh, habislah kita semua!” Staf TU masuk dengan wajah frustasi. Duduk disalah satu
kursi dan mengundang teman-temannya untuk bergabung.

“Kenapa pak?” tanya Bu Rossa, mewakili perasaan yang lainnya.

“Komputer TU rusak. Entah siapa yang buat. Mati total, nih. Haduh…” Staf TU bukan menghawatirkan komputernya tapi file yang disimpan disitu. File itu berisi rekap nilai harian dan ulangan semua murid kelas 2.

“Kok bisa sih, pak? Memangnya ada yang masuk gitu ke ruangan TU?” guru lain
berlogika.

“Kemungkinan. Pak Ardi udah datang belum, ya? Saya perlu periksa CCTV. Isinya
penting.” Staf TU mencari keberadaan tenaga IT di SMA Awan.

“Waduh, ini sih yang gawat. Pak Ardi ambil cuti karena pernikahan.”

Staf TU semakin bingung.

Tak lama, Pak Haru muncul bersama dengan Aihara. Melihat wajah tegang semua orang,
guru berwajah paling putih itu bertanya pada Bu Rossa.

“Hm, sekarang bukan fokus ke CCTV nya, pak. Tapi ke file nya. Kita perlu meretas
komputer itu.” Pak Haru berpendapat yang disetujui oleh semua guru.

“Masalahnya kita bukan orang IT yang mengerti masalah begituan... itu perlu waktu, kan?” Staf TU tak lagi bisa berpikir jernih.

Di dalam kebimbangan semua orang, tiba-tiba saja Aihara mengangkat tangannya. “Bagaimana kalau saya saja yang coba?” usulnya membuat semua guru menatapnya dengan terkejut.

Karena tidak ada pilihan lain, terpaksa Staf TU memberikan Aihara kesempatan. Kini,
lelaki itu tengah mengotak-atik komputer dengan wajah serius.

Kecepatan tangan Aihara dalam mengetik membuat Pak Haru takjub dan penasaran. Dia menunda obrolannya dengan Heyrin yang mengunci mulutnya. “Memangnya kamu ngerti?"

"Waktu SMP saya ambil kursus komputer, sensei. Bukan hebat lebih pas nya itu bisa.”
Aihara tidak menyombongkan diri.

“Ohohoh… dia pasti punya cita-cita jadi peretas profesional. Yakan, Heyrin?” Pak Haru melirik ke arah siswinya.

“Ah, bukan pak. Saya punya cita-cita jadi pilot.” Aihara menghentikan aktivitasnya
sambil menunggu loading. Dia memandang ke arah luar jendela, tepatnya ke arah langit yang membentang luas. “Saya pengen tahu rasanya liat bulan, bintang, matahari dari jarak dekat. Mereka itu indah.”

Untuk kesekian kalinya Heyrin merasa déjà vu soal ini. Kalimat itu sangat familiar tapi
sayang kepalanya tak mau membantunya untuk mengingat.

Di tengah kebengongannya itu, Pak Haru menegur. “Heyrin, saya dengar kemarin Aihara ke rumahmu. Itu bukan sesuatu yang biasa, kan?”

Aihara penasaran dengan 'sesuatu yang bukan biasa itu'. Sepertinya ini rahasia antara pak Haru dan Heyrin. “Dia orang yang nekat. Tapi, dia punya alasan kuat. Pak Haru juga sama nekatnya, kan?”

Pak Haru tak bisa berkata-kata.

“Pak Haru memanfaatkan kesempatan yang pemimpin berikan untuk melibatkan saya
dengan murid akselerasi ini, kan?”

BULAN DI ATAS KOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang