BAGIAN 13: HANYA KARENA MIMPI

21 2 0
                                    

Di tempat lain, seseorang yang sedang berbaring menyamping di kasurnya sedang
tersenyum karena rentetan pesan yang Ia kirim telah dibaca oleh si penerima. Yah, setidaknya dibaca. Tidak perlu berharap untuk dibalas. Aihara menyemangati dirinya, mematikan ponsel.

"Udah tiga hari Heyrin nelpon tanpa alasan yang jelas. Kali ini, kayaknya dia gak ada niatan nelpon". Dan memejamkan mata.

Seorang anak lelaki-kira-kira berumur 10 tahun-menutup rapat-rapat telinganya kala
suara guntur berbunyi keras, memilih untuk menutup wajahnya sambil menyandarkan kepalanya di bahu seorang wanita, Ia akan tertidur sebentar.

Suara klakson mulai ribut, lebih bising dari biasanya, Dan kemudian yang terdengar
adalah suara bentrokan diiringi Sirene polisi dan ambulans serta teriakan dari orang-orang.

TIN, TIN!

Sebuah mobil besar berguling-guling di jalan, menghempaskan mobil-mobil kecil yang
tengah berhenti.

BRAKK!!BRUUKK!!

"ARGH!!!"

Anak lelaki itu tidak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi. Yang dia dengar hanyalah suara orang-orang berteriak terkaing-kaing dan juga orang yang menangis histeris. Samar-samar, Ia melihat puing-puing mobil yang hancur dan berhamburan. Bahkan tidak hanya satu
mobil, ada banyak mobil disitu mungkin sekitar sepuluh atau lima belas mobil.

Sorot lampu-lampu mobil yang masih menyala serta hujan yang mengguyur membasahi wajahnya membuat Ia tak bisa jelas melihat apa yang terjadi. Ditambah lagi dengan kepalanya yang terasa amat sakit. Ia bahkan merasakan jika Ia berada di atas aspal bukan di dalam mobil.

Tangan mungilnya bergerak-gerak kecil dan ketika ia melihat telapak tangannya, dia tak melihat apapun selain darah. Beberapa saat kemudian, anak lelaki itu menyadari Ia dan keluarganya telah mengalami kecelakaan.

Tapi, dimana ayah dan ibunya?

Anak itu meneteskan air matanya. Seluruh tubuhnya sangat sulit untuk digerakkan. Ia
juga merasakan perih yang amat sangat karena sebuah kaca besar tertancap di bahunya. Ia hanya bisa pasrah dan tak bisa berbuat apa-apa. Berharap sebuah keajaiban datang dan menolongnya juga orang-orang di sekitarnya yang menjadi korban.

Tak lama kemudian, sayup-sayup Ia mendengar suara sirene ambulans. Sebelum benar-benar kehilangan kesadaran, Ia juga sempat melihat kedua orang tuanya yang diletakkan di atas brankar lalu di bawa ke dalam mobil ambulans. Ia menangis, Ia ingin berteriak memanggil ayah dan ibunya.

"Ayah... Ibu... Hiks... jangan tinggalkan-"

Tn. Alfan mendobrak pintu kamar Aihara setelah mendengar pemuda itu mengigau. Ia
segera mengguncang-guncang tubuh putranya berusaha untuk menyadarkan pemuda itu. Tanpa ragu, ny. Alfi memeluk tubuh itu. Membelai surai Aihara dengan penuh kasih sayang.

"Bangunlah, nak. Jangan begini." Ny. Alfi benar-benar iba.

Pelan-pelan Aihara membuka matanya. Ia terkejut ketika sang ibu memeluknya erat.
Pemuda itu bingung dengan sikap panik yang ditunjukkan oleh orang tuanya.

Maka dalam kebingungan itu, Aihara bertanya. "Bunda, ayah, apa yang terjadi?"

"Syukurlah kamu sudah bangun. Sekarang katakan, apa yang kamu mimpikan?" tuan
Alfan langsung menginterogasi.

Aihara mengedipkan matanya beberapa kali. Wajahnya tampak muram mengingat
bahwa Ia baru saja bermimpi tentang anak kecil yang mengalami kecelakaan.

"Anehnya, aku gak tau siapa anak itu. Bunda, ayah, apa itu memoriku? Tapi gak mungkin. Aku lihat wajah orang tua yang di bawa di brankar itu bukan wajah orang tuaku." Aihara sangat yakin meski dalam mimpi itu wajah orang dewasa-yang Ia panggil ibu dan ayah-nampak nge-blur.

BULAN DI ATAS KOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang