BAGIAN 6-1: INTERAKSI GANJIL

19 3 0
                                    

Hujan sedang turun dengan derasnya. Ny. Alfi dengan bersedekap memandang suasana kafe nya yang ramai. Banyak orang sedang singgah sekedar untuk berteduh menunggu hujan reda sambil membaca buku. Dia menoleh ketika seorang pemuda menyapanya.

"Oh, jadi kamu barista yang baru? Siapa namamu?" Ny. Alfi menelisik Rendi.

"Rendi. Saya pekerja paruh waktu."

"Gitu, ya. Anak saya udah memberi tahu saya, kok. Baiklah, mulailah bekerja. Latihlah skill mu disi. Okay?" Ny. Alfi menautkan jari telunjuk dan jempol.

Rendi berterimakasih. Berpamitan kecil menuju dapur.

....

"Oy, tau gak. Habis UTS sekolah kita bakalan ngadain study tour!" Dino berceloteh pada Aihara yang duduk di depannya sambil menghirup aroma kopi. Dia juga salah satu pengunjung kafe.

"Ah, harum nya..." Aihara memejamkan mata sambil tersenyum. Tangannya melambai-lambai pada asap kopi yang mengepul. Membuka mata, mendapati Dino yang memonyongkan bibirnya.

"Oh, study tour. Ke mana? Hm, aku sih pengennya ke keraton-keraton gitu. Nyoba pakai blangkon di kepala."

Dino menyesap kopinya. "Katanya sih kali ini kita mau ngadain camping. Di HUTAN."

Aihara berpikir sebentar. "Maksudmu kita dirikan tenda, buat api unggun sama nyanyi-nyanyi gitu?!"

"Ya gitulah. Katanya temanya tentang melestarikan lingkungan." Dino malas menjelaskan. Kemudian sebuah hot chocolate cup diletakkan di atas meja mereka.

"Hai Ren, selamat bekerja, ya," sapa Dino, akrab.

"Thanks. Silahkan dinikmati." Rendi menyahut seadanya. "Aihara, apa lo anak pemilik kafe ini?"

"Iya. Dino yang kasih tau aku kalo kamu butuh kerjaan."

Rendi berkata pada keduanya. "Kalau gitu, sekali lagi makasih." Dia kembali untuk bekerja.

"Aku heran, deh. Lo beneran pindah kemari? Lo, kan, jadi murid pindahan cuman enam bulan, ngapain coba bunda lo buka kafe segala? Padahal nih kafe udah lama tutup." Dino berkomentar, memandang cokelat panas. Perasaan, dia tidak memesannya.

"Aku yang pesan tuh. Siniin!" Dino menyerahkan minuman itu kepada Aihara. "Kafe sebagus ini kenapa ditutup?"

"Dengar-dengar, sih, pemiliknya depresi. Ada kejadian besar dulu sampai menewaskan suami ibu pemilik kafe ini."

Aihara bersimpati. "Oh, karena itu. Pasti berat buat ibu itu menjalani hidupnya. Pantes aja waktu bertransaksi penjualan kafe adik pemilik yang mewakili. Bundaku waktu pertama kali nganterin aku kemari udah tertarik sama tempat ini. Makanya dibeli, harganya juga lumayan murah."

"Jadi Lo bakalan netap di sini?"

Mengangkat bahu, Aihara tidak yakin. "Mungkin. Ayahku juga kerjanya dimutasi di sini. Aneh, sih, tapi... Takdir mungkin, ya?"

"Haha. Udah jalannya Lo emang mau kemari. Apalagi kafe ini semacam keberuntungan untuk pemilik nya yang dulu, pasti pemilik yang sekarang juga. Pemilik kafe dulu awalnya miskin banget, tapi tiba-tiba bisa buka kafe."

Aihara memicingkan mata. "Kamu kok bisa tau semuanya gitu? Cenayang?"

Dino menatapnya sangar. "Ibu pemilik kafe dulu itu teman emak gue kerja di restoran."

Aihara hanya ber-oh saja.

Kemudian suara riuh bermunculan. Para pengunjung kafe langsung berdiri dari kursi mereka dengan pandangan yang menuju ke arah pintu utama kafe.

BULAN DI ATAS KOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang