BAGIAN 15: SAYAP PELINDUNG

37 5 0
                                    

"Jangan tutup matamu, Aihara...” Heyrin berharap dengan sangat pada sosok yang
kepalanya berada di pangkuan gadis itu.

Aihara melihatnya. Wajah gadis itu tampak sangat, sangat, khawatir. Dia tersenyum
dalam kesakitan tubuhnya. “Heyrin, aku... tulus membantumu, lho…”

Heyrin tertegun. Bisakah dia mempercayai ucapan Aihara yang terbata dan tampak
lemah ini? Aihara harap itu bisa. Maka, dia memejamkan matanya disusul dengan tepukan halus di pipinya dengan seseorang yang terus menyebut namanya.

Di atas langit kota Griya, bulan awalnya bersinar dengan terang, tapi kini awan hitam bergerak perlahan menutupi sang bulan. Seolah rembulan juga merasakan kesedihan dari salah satu anak manusia.

Dean menyentuh punggung sang adik yang tampak kacau di kursi tunggu—di rumah sakit. “Kondisinya baik-baik saja. Jangan khawatir,” katanya, berharap agar adiknya agak tenang.

“Dia beneran gak papa, kan, bang?”

“Iya. Gak papa. Dia hanya ngalamin memar karena benturan. Pihak keluarga juga sudah
dihubungi jadi mereka akan segera datang. Jangan khawatir.” Dean menepuk-nepuk pundak Heyrin yang masih memilin-milin tangannya.

Ini pertama kalinya Heyrin mencemaskan seseorang—selain Dean tentu saja— setelah sekian lama. Dean merasa heran dengan Heyrin.

Tak lama, Ny. Alfi tiba. Wajahnya pun tak jauh sama cemasnya dengan Heyrin. Wanita
itu segera mendesak Dean untuk memberi tau kondisi anaknya. “Tidak ada yang perlu
dicemaskan, Bu. Dia hanya memar. Aihara bisa pulang malam ini.”

Ny. Alfi lega sekali. Rupanya kabar yang Ia terima sangat berbeda dengan apa yang ada
dihadapannya. Ny. Alfi diberitahu jika Aihara mengalami kecelakaan sebab ditabrak sebuah mobil. Seharusnya keadaannya parah, tapi—

Heyrin tahu, Ny. Alfi ingin dia menjelaskannya.

"Ini salah saya, Bu," ucap Heyrin di akhir penjelasannya.

Ny. Alfi memahami. "Tidak apa-apa, nak. Yang penting kalian berdua baik-baik aja." Wanita itu menepuk-nepuk pundak Heyrin, menenangkan.

****

“Mobil itu tidak menabrak Aihara. Luka yang di dapat Aihara karena dia terpental dan
berguling ke jalanan. Tapi dari posisinya, yang awalnya melambat terus melaju dia memang seolah-olah ingin menabrak Mbak Erin.” Manajer Al menjelaskan pada dua orang majikannya—Tn. Raiden dan Ny. Hera—usai dia mengecek CCTV warga.

“Aku gak sangka Aihara seberani ini. Apa dia gak berpikir 'gimana kalo aku yang mati?'
seharusnya gitu, ya, kan?” Ny. Hera takjub tapi juga berlogika.

"Entahlah...” Tn. Raiden tak bisa berkata-kata. “Tapi yang pasti, kamu cari tau siapa pengemudi mobil ini. Apa dia melakukannya dengan sengaja atau bukan. Kita harus tau motif nya. Jangan sampai dia—“

“Iya, pak. Saya pasti akan lakukan.” Manajer Al lebih cepat menyela.

Ny. Hera mengerutkan kening. Ada sesuatu yang tidak beres. “Jangan sampai dia apa,
mas? Musuhmu yang ingin balas dendam, begitu?”

Pikiran wanita ini tak bisa tenang. “Itu artinya, anakku dalam bahaya. Aku gak bisa
biarkan ini.”

Tn. Raiden juga sama. “Karena dia anakku juta, tak akan kubiarkan sesuatu terjadi padanya. Mereka bahkan sudah keterlaluan. Siapa orang-orang sialan ini?”

Tapi—"Sepertinya kondisi yang dialami Aihara sekarang juga karena Ia sempat berkelahi tadi." Manajer Al memberitahu.

"Aihara berkelahi?" Tn. Raiden mengurut pangkal hidungnya, pusing.

BULAN DI ATAS KOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang