Mungkin, seluruh siswa SMA Airlangga juga tahu siapa itu Auriga Jayendra Wardana dan teman-temannya, yang kerap kali menganggu siswa lain. Jay dan beberapa temannya, terkadang Jantaka sering mengusili adik kelas mereka. Bahkan tak sekali dua kali juga mereka memalak uang beberapa adik kelas. Jika si korban melawan, maka siap-siap akan ditandai oleh Jay dan teman-teman nya. Maka sejauh ini, tidak ada yang ingin mencari masalah dengan cowok berhidung mancung itu.
"Beneran deh, Jay, kalau lo gini terus, gue bakalan lapor ke Papi. Uang jajan lo selama sebulan bahkan bisa beli motor. Kenapa masih suka malakin adek kelas, sih?" Sakha mendengkus jijik pada sang kakak yang duduk di sebelahnya. Peluh membasahi seragam Jay, karena cowok itu baru saja bermain basket di siang yang terik ini.
"Lo belum tau sih, sensasinya tuh beda, Sak. Makanya lo harus coba sekali-kali." balas Jay sembari tersenyum kecil.
"Bisa-bisanya lo nyuruh adek sendiri ngelakuin hal nggak bener!!" Geram, Sakha akhirnya tidak bisa menahan diri untuk mendorong kepala Jay. "Jauh-jauh sana lo, bau keringet anjir! Lagian orang gila mana yang siang-siang justru main basket?!"
"Hehe, gue orang gila nya." Jay sedikit menjauh dari Sakha. Takut jika tidak di turuti, maka kepalanya akan menjadi korban lagi.
"Woi, nih minum lo!!" Sebuah botol melayang ke arah Jay. Jika saja cowok itu tidak memiliki reflek yang bagus, botol tersebut pasti sudah mengenai kepalanya.
"Yang bener-bener aja lo, Jantaka! Hampir kena kepala gue, nih!!"
Si pelaku juga tertawa tanpa dosa. "Paling benjol dikit kalau kena."
"Mata lo benjol!!"
"Udah, sih, nggak malu lo berdua teriak-teriak?!" Sakha menyahut. "Jan, pulang nanti mampir ke bengkel. Ambil mobil Mami. Tadi Om Dani kasih tau, kalau mobil nya udah selesai di service."
Jantaka melepas jas almamater miliknya, kemudian menaruhnya di pangkuan Sakha begitu saja. "Iya. Lo mau ikut gue atau Jay?"
"Jay. Males gue sama lo. Pasti bakal mampir-mampir dulu."
"Gue mau ke kamar mandi dulu, deh." Jay berceletuk, bahkan sudah berdiri sembari menyugar surai hitam nya. "Lo berdua langsung ke kelas aja." Tanpa menunggu balasan dari kedua adiknya, Jay berjalan pergi.
Koridor masih di penuhi oleh beberapa siswa, yang masih berkeliaran sembari menunggu bel berbunyi. Jay berjalan santai dengan tangan kiri yang masuk ke saku celana. Sesekali juga melempar sapaan genit kepada beberapa siswi cantik, yang justru di balas dengan dengkusan kesal. Mereka juga tahu, Jay itu hanya main-main dan berniat menggoda mereka.
"Ett ett, mau kemana lo cupu?" Melihat sosok siswa dengan kaca mata tebal, Jay segera menghentikan langkah nya. "Buru-buru amat habis lihat gue. Kenapa, sih? Padahal gue bukan setan. Tapi kayaknya lo takut banget sama gue?"
Siswa laki-laki itu mengumpat di dalam hati. Bagaimana tidak takut, jika setiap bertemu, Jay akan selalu menganggu nya. "M-Mau ke kelas, Jay."
"Boleh. Tapi sebelum lo pergi, seperti biasa lah. Lima ribu aja dah, buat tambahan beli minum. Gue haus, nih, habis main basket." Kini Jay sudah bersandar ke tembok. Dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Blue Sky
Teen FictionSebuah kisah tentang permasalahan kompleks seorang Auriga Jayendra Wardana sebagai sulung dari kedua adik kembarnya, Akhilendra Jantaka Wardana dan Alsaki Shaka Wardana. Tentang si dewasa Heksa Adhrit Mahadevan yang selalu di tuntut untuk menjadi s...