1. Kesan Pertama

1.7K 141 24
                                    

Masih cukup pagi, namun mood Sakha sudah turun bebas ke dasar jurang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih cukup pagi, namun mood Sakha sudah turun bebas ke dasar jurang. Melirik pada dua orang yang berdiri masing-masing di samping kanan dan kirinya, Sakha lagi-lagi harus mengembuskan napas entah untuk yang keberapa kalinya pagi ini.

"Hormat yang bener!! Kalau Bapak masih lihat ada yang nggak bener, kalian nggak boleh masuk kelas!!" Suara guru laki-laki menggema, membuat beberapa siswa yang tadinya mengangkat tangan dengan malas, kini mulai memperbaiki posisi tangan masing-masing.

"Sudah kelas dua belas, tapi masih saja suka terlambat! Kalian ini harusnya jadi contoh yang baik untuk adik-adik kelas kalian!" Lagi, suara itu kembali menggema di tengah teriknya matahari pagi. "Ini lagi, masih orang-orang yang sama! Kalian nggak mau berubah?! Nggak takut, kalau semisal nggak lulus?!"

"Kalau nggak lulus, tinggal kasih amplop aja, Pak, ke Kepala Sekolah. Masalah beres, deh." Jay berceletuk sembarang.

"Nah, setuju, Pak!" imbuh yang lainnya. Lebih tepatnya seseorang yang berdiri di belakang Jay. Merupakan teman sekelasnya juga.

"Kalian ini!" Pak Darmo menggeram kesal atas jawaban aneh dari kedua muridnya barusan. "Tolong yang lain, jangan di contoh! Ini dua anak yang pasti di masa depan nggak bakal jadi apa-apa!"

"Bapak sok tau, ih, kayak peramal aja." balas Jantaka kali ini. Biarpun membalas dengan candaan, sebenarnya Jantaka agak kesal dengan ucapan Pak Darmo. "Bapak nggak boleh gitu. Seharusnya doain yang baik-baik ke anak didiknya. Sekarang nakal, belum tentu di masa depan nggak jadi apa-apa. Bisa aja justru besok saya yang jadi presiden, Pak."

"Halahh, sudah, sudah! Jangan kebanyakan mimpi kamu, Jantaka!" Tatapan Pak Darmo beralih menatap ke tujuh remaja yang kini berbaris di depannya. "Masih ada setengah jam lagi. Bapak akan awasi kalian dari dalam kantor. Awas, ya, kalau kalian berani kabur! Bapak pastikan ada surat cinta yang sampai ke tangan orang tua kalian. Paham?!"

"Iya, Pak. Kalau inget ...," cicit Jay di akhir kalimat. Yang sepertinya juga tidak di dengar oleh Pak Darmo. Begitu guru laki-laki yang hobby sekali menghukum para murid ini pergi, Jay menurunkan tangan nya yang sudah pegal luar biasa. Lalu menoleh pada Sakha. "Neduh aja sana. Gue nggak mau lo pingsan di sini, males gendong nya."

"Ck. Ini semua juga gara-gara lo! Kenapa nggak di cek dulu, sih, kalau mobil lo belum isi bensin dari kemaren?!" Wajah putih Sakha sudah memerah dengan peluh yang terus menetes.

"Ya maaf, namanya juga manusia. Tempat nya salah dan dosa. Gue manusia biasa, Sak."

"Banyak alesan lo, kayak nasabah bank aja!" Karena akibat dari kecerobohan Jay ini, mereka akhirnya terlambat dan berakhir di hukum oleh Pak Darmo.

"Iya dah, iya, maaf."

"Nih, pake jaket gue." Tahu-tahu, Jantaka sudah menyampirkan jaket jeans nya ke bahu Sakha. "Kalau nggak kuat, mundur aja. Biar Pak Darmo jadi urusan gue sama Jay." katanya.

|✔| Blue Sky Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang