17. Sebuah Keputusan

818 100 12
                                    

"Kak, kita mau kemana?" tanya Jahan, pada Jay yang mengemudikan motor nya ke arah berlawanan dari arah rumah keluarga Wardana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak, kita mau kemana?" tanya Jahan, pada Jay yang mengemudikan motor nya ke arah berlawanan dari arah rumah keluarga Wardana.

"Nanti juga lo tau." Setelah membalas, Jay terus melajukan motor nya membelah jalanan. Bergabung bersama dengan kendaraan lain. Mungkin sekitar sepuluh menit setelahnya, motor itu berhenti di sebuah parkiran.

"Kantor polisi?" Jahan bergumam. "Kita ngapain di sini, Kak?"

"Kalian baru sampai?" Belum sempat Jay menjawab, suara Rola menyambut. "Jahan, sini, Nak." Tangan wanita itu melambai—meminta Jahan untuk mendekat.

Dengan kebingungan yang ada, Jahan menurut. Kini sudah berdiri berdampingan dengan Mami. "Mami ngapain di sini? Mami nggak kenapa-kenapa, 'kan?"

Rola tersenyum. "Mami nggak kenapa-kenapa, sayang. Ayo masuk, Mami nggak bisa cerita di sini. Lebih baik Jahan tau sendiri, ya."

Melihat ke arah Jay yang nampak biasa saja, Jahan menghela napas. Sepertinya, saat ini, hanya dia yang tidak tahu apa-apa. Mengikuti langkah kaki Mami yang mulai masuk ke dalam kantor polisi, Jahan tidak berbohong, bahwa kini jantung nya berdetak lebih kencang dari biasanya. Rasa gugup tiba-tiba mengambil alih ketenangan yang dia miliki.

Seakan tahu tentang kegelisahan Jahan, Jay langsung merangkul bahu anak itu. Tadi, Mami sudah menceritakan semua padanya, Jantaka dan Sakha. Mami juga yang meminta agar dia mengantarkan Jahan ke sini, sedangkan Jantaka dan Sakha akan menyusul menggunakan mobil nanti.

"Kakak?" Melihat sosok Samasta yang tengah duduk di sofa, sendirian, Jahan sontak berlari. "Kakak kenapa di sini? Kakak nggak pa-pa, 'kan?"

"Jahan?" Tangan Samasta meraba ke depan, berusaha meraih adiknya. Saat tangannya di genggam erat oleh seseorang, baru lah dia menghela napas lega. "Baru pulang sekolah, ya? Pasti capek, sini duduk samping Kakak."

"Kak—"

"Duduk dulu. Nanti Kakak ceritain semuanya." Merasakan bahwa Jahan sudah duduk di sampingnya, Samasta kembali membuka suara. "Sebelumnya, Kakak mau minta maaf dulu ke kamu. Kalau kamu berpikir keputusan Kakak salah, maka Kakak akan cari jalan keluar yang lain."

"Maksudnya? Aku nggak paham ...,"

"Sayang," Kini Rola mengambil tempat di sebelah Jahan—sehingga posisinya Jahan berada di tengah-tengah antara Rola dan Samasta. Sedangkan Jay berdiri tak jauh dari mereka. "Biar Mami saja yang menjelaskan. Samasta keberatan?"

"Enggak, Mami." Justru Samasta merasa terbantu. Dia tidak sanggup harus menceritakan semuanya pada Jahan. "Makasih, ya, Mami."

"Sama-sama, sayang." Dan fokus Rola kembali jatuh pada Jahan. Tangannya mengusap surai hitam dan halus milik anak itu. "Tadi ceritanya, tuh, Mami minta temenin Samasta ke mall. Karena Mami mau belanja gitu, bosan juga kalau cuma di rumah terus. Setelah selesai belanja, niatnya kami mau makan siang. Tapi sebelum itu, Mami mau ke toilet dulu. Dan akhirnya ninggalin Samasta sendirian. Untuk ini, Mami mau minta maaf sama Jahan, ya. Maaf karena udah ninggalin Samasta sendirian."

|✔| Blue Sky Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang