Pintu kamar itu di buka dengan perlahan oleh Rola. Sejenak, mengamati ruangan yang begitu sepi itu, lalu mulai melangkah masuk ke dalam. Netra nya terkunci pada sosok yang kini berbaring di atas kasur, dengan selimut yang membungkus hampir seluruh tubuhnya. Rola tersenyum tipis, kemudian duduk di tepian. Tangannya juga tergerak untuk mengusap surai hitam yang menyembul dari balik selimut.
"Keringetan gini. Jan lagi mimpi apa, Nak? Ini Mami, jangan takut ...," Sakit hati terbesarnya adalah, saat akhir-akhir ini Rola menyadari jika dirinya terlalu sibuk dengan urusan perusahaan. Bahkan setelah hampir sebulan berlalu, Rola tahu, bahwa dirinya jarang sekali melihat putra-putranya. Dengan jahatnya, dia serahkan segala urusan rumah kepada Jay—si sulung.
"Maafin Mami, ya, Jan. Mami lupa, kalau Jan juga butuh seseorang yang bisa support kamu, yang temenin kamu, yang dengerin semua keluh kesah kamu. Sudah sebulan lho, Nak, tapi kata tutor kamu, masih belum ada perubahan."
Pada akhirnya, Jantaka benar-benar tidak kembali ke sekolah. Dan Rola menyewakan seorang tutor belajar untuk anak itu. Tutor yang Rola pekerjakan selalu berkata, bahwa susah sekali membuat Jantaka fokus dan di ajak bicara. Anak itu hanya diam sepanjang waktu, mengunci mulut dan tidak berbicara kepada siapa pun. Bahkan kepada Jay dan Sakha sekalipun.
"Mami?" gumam Jantaka, yang kini berusaha membuka kedua matanya.
"Hey? Iya sayang, ini Mami. Mami ganggu tidur kamu, ya?"
"Enggak," Setelah itu, Jantaka mencoba untuk bangkit dan duduk. "Mami dari mana aja? Kenapa nggak pernah jenguk aku? Aku selalu nunggu Mami ke sini setiap malem."
Rola mengigit bibir bawahnya kuat. Sebenarnya dia sesekali datang ke kamar putra-putranya, hanya saja, saat sudah waktu tengah malam. "Maaf, ya. Mami jahat ya, Jan, karena udah buat kamu nunggu. Maaf, ya, Nak."
"Mami, peluk."
"Sini, Nak." Tubuh yang Rola rasa semakin kurus itu, akhirnya dia peluk erat. "Tadi, kamu udah makan malam belum?"
"Belum."
"Lho kenapa?"
"Lupa."
Mungkin jika bisa, sekarang Rola ingin menangis. "Makan, yuk, Mami temenin? Mau, nggak?"
"Nggak usah. Aku nggak laper, Mami. Aku cuma mau di peluk kayak gini."
"Oke, oke. Ini Mami bakal peluk kamu yang erat, yang lama. Ya, Nak?"
"He'eum. Makasih Mami. Aku takut ... aku selalu mimpi buruk."
Tangan Rola mengusap kepala Jantaka dengan lembut. "Mimpi buruk? Jantaka mau tau nggak, caranya biar mimpi buruk itu hilang?" Merasakan Jantaka mengangguk, Rola melanjutkan. "Besok ikut Mami, ya? Kita pergi sama Jay dan Sakha juga. Jantaka mau, 'kan?"
"Kemana?" Jantaka mendongak, bertemu dengan netra sebening kaca milik Mami.
"Rahasia. Mami nggak bisa bilang sekarang. Tapi intinya, Mami akan buat Jantaka sembuh, nggak takut lagi, nggak mimpi buruk lagi. Ya, Nak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Blue Sky
Fiksi RemajaSebuah kisah tentang permasalahan kompleks seorang Auriga Jayendra Wardana sebagai sulung dari kedua adik kembarnya, Akhilendra Jantaka Wardana dan Alsaki Shaka Wardana. Tentang si dewasa Heksa Adhrit Mahadevan yang selalu di tuntut untuk menjadi s...