Heksa tahu, sebagai seorang anak, tak layak baginya untuk mendebat permintaan Ayah dan Bunda nya. Tak pantas baginya untuk melawan dan membuat mereka terluka. Tak pantas juga baginya untuk mengeluh lelah, di saat Ayah dan Bunda pasti jauh lebih lelah. Hanya saja, kali ini, Heksa benar-benar tidak bisa menahan diri lagi.
Kepala nya penuh akhir-akhir ini. Banyak masalah yang datang padanya satu per satu. Tentang kuliah, teman, belum lagi tuntutan Ayah di perusahaan yang selalu memintanya untuk membantu serta berpartisipasi. Heksa bahkan tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Di usia dua puluh satu tahun, Heksa bahkan tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Bagaimana rasanya bersama seorang wanita yang juga mencintai nya.
Karena, keadaan tidak mengijinkan Heksa untuk merasakan itu.
Rasa lelah tersebut, membuat emosinya tidak stabil. Sehingga Heksa tidak sengaja membentak Bunda. Tidak sengaja juga melukai hatinya. Sungguh, dia benar-benar tidak sengaja.
"Bunda, aku minta maaf. Aku ... aku beneran nggak ada maksud seperti itu. Aku minta maaf, Bunda ...,"
Namun Erisha Ishwari hanya menangis. Hatinya terasa sakit sekali. Bahkan enggan bersuara untuk menyahut ucapan maaf dari si sulung.
"Bunda tolong bicara. Jangan gini, Bunda, tolong. Heksa beneran minta maaf." Getar suara Heksa tak lagi dapat di sembunyikan. "Aku bakal lakuin apa yang Bunda bilang tadi. Aku janji. Tapi tolong, jangan nangis. Tolong maafin aku, Bunda."
"Keluar, Kak. Keluar dulu. Bunda juga masih nggak tau harus bagaimana menghadapi kamu." balas Erisha. Setelah itu mendorong Heksa keluar dari kamar nya. Bahkan menutup pintu kamar tersebut dengan sedikit kencang.
Bersamaan dengan itu, Pallav datang. Laki-laki tinggi tersebut menatap penuh tanya pada putranya yang hanya berdiri diam di depan pintu kamar. "Kenapa kamu berdiri di sini?"
Suara itu menyentak Heksa. Ragu, dia mendongak. "Ayah ... aku—"
"Bunda tadi udah cerita." Tanpa menunggu Heksa menyelesaikan kalimatnya, Pallav menyela. "Kamu ini kenapa sebenernya? Mau belajar jadi anak kurang ajar, iya? Atau mau seperti adik kamu yang tidak berguna itu? Heksa, kamu ini 'kan sudah besar, apa nggak malu masih melawan orang tuanya seperti ini? Nggak malu kamu?"
Heksa bungkam. Pemuda itu tetap bungkam tanpa berniat untuk membela diri. Cukup lama sampai Pallav akhirnya menyuruh sang putra untuk kembali ke kamar.
"Biar Ayah nanti yang bicara sama Bunda kamu. Sudah sana masuk ke kamar."
Malam itu sungguh dingin bagi Heksa. Padahal tidak sedang hujan, padahal sedang tidak berangin. Tetapi, Heksa merasa tubuhnya kedinginan. Dia butuh kehangatan.
Mengunci pintu kamar, Heksa berjalan menuju ke arah meja belajar miliknya. Membuka satu laci, dan mengambil botol obat berwarna hitam. Heksa tersenyum. Tubuhnya sangat kedinginan semakin lama. Kepala nya juga sangat berisik. Hatinya sakit. Tapi dia tidak bisa menangis. Tidak tahu harus bagaimana agar semua rasa tak nyaman ini pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Blue Sky
Fiksi RemajaSebuah kisah tentang permasalahan kompleks seorang Auriga Jayendra Wardana sebagai sulung dari kedua adik kembarnya, Akhilendra Jantaka Wardana dan Alsaki Shaka Wardana. Tentang si dewasa Heksa Adhrit Mahadevan yang selalu di tuntut untuk menjadi s...