27. Sesuatu yang Terbaik

659 106 13
                                    

Jahan mengulas senyum, selepas menghembuskan napas dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jahan mengulas senyum, selepas menghembuskan napas dalam. Memandang bangunan di depannya dengan kedua mata yang berbinar. Kotak berukuran sedang di tangannya, anak itu peluk erat, seiring dengan langkah kakinya yang perlahan masuk ke dalam gedung tersebut.

Seorang pria mengenakan seragam menyapa Jahan sekilas, yang di balas dengan sapaan tak kalah hangat dari si remaja bermata kucing tersebut. Saat sampai di sebuah ruangan yang kecil, Jahan sekali lagi menarik napas.

"Makasih, ya, Pak. Saya masuk dulu."

"Iya, sama-sama. Silahkan. Tapi kamu cuma punya waktu lima belas menit, ya."

"Baik, Pak. Permisi ...,"

Pintu ruangan terbuka, terlihat sosok laki-laki dengan raut wajah datar dan juga lingkaran hitam di bawah matanya, menyambut kedatangan Jahan. "Mau apa lagi kamu?" tanya Davka, masih sama dinginnya seperti berbulan-bulan yang lalu.

Jahan menarik kursi, dan duduk di sana. Meletakkan kotak tersebut ke atas meja, lantas membalas. "Papa apa kabar?"

"Nggak usah basa-basi. Cepat katakan, mau apa kamu ke sini? Muak saya melihat kamu lama-lama." tutur Davka.

"Aku ke sini, cuma mau ngucapin selamat ulang tahun buat Papa." Kemudian, Jahan membuka kotak tersebut. Terlihat sebuah kue berukuran sedang, berwarna biru dan putih, bahkan ada nama Davka di sana. "Selamat ulang tahun, Papa. Semoga Papa sehat selalu." katanya bersungguh-sungguh.

Davka berdecak. "Pulang! Saya nggak butuh hal-hal seperti ini."

Senyum Jahan luntur. "Cicipi dulu, ya, kue nya? Ini enak, Papa pasti suka."

"Saya nggak sudi! Cepet pergi dari sini!"

"Pa—"

"Saya bilang pergi!!" Napas Davka memburu karena amarah. Suara lantang nya lantas menyita perhatian beberapa polisi. Kini tubuh laki-laki itu sudah di tahan—takut-takut bila Davka nekat menerjang Jahan. "Ingat kata-kata saya. Jangan pernah muncul lagi di hadapan saya, anak sial! Jangan sekali-kali kamu datang ke sini lagi!! Pergi!!"

Kalimat itu menjadi akhir dari pertemuan Jahan dan sang ayah siang itu. Karena selepas mengatakan itu, polisi membawa Davka pergi. Jahan menghela napas, lalu menutup kembali kotak kue tersebut. Namun tidak lagi membawanya kembali, Jahan justru memotong kue tersebut menjadi beberapa bagian dan membagikan nya pada beberapa polisi yang tengah bertugas.

Masih berdiri di halaman gedung kantor polisi tersebut, Jahan sekali lagi menatap pintu masuk yang beberapa saat lalu dirinya pijak. "Aku kangen sama Papa. Kalau bisa, aku nggak mau ini semua terjadi sama kita, Pa. Aku masih mau lihat Papa setiap hari, lihat Papa duduk di meja makan setiap pagi. Aku nggak mau kayak gini, aku nggak mau ...,"

Hanya tersisa Papa, dia tidak memiliki yang lain sebagai orang tua. Jahan tak munafik, bila dirinya begitu tersiksa selama ini. Tersiksa batin dan juga pikiran. Mungkin di permukaan, Jahan terlihat ikhlas dan tegar, namun di dalam hatinya, dia selalu menyalahkan diri sendiri. Menyalahkan mengapa harus mengambil keputusan seperti ini. Pada dasarnya, dia hanya seorang remaja dengan penuh kebimbangan.

|✔| Blue Sky Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang