Niran mengerjap sejenak, sebelum akhirnya menyibak selimut dan melangkah turun dari ranjang. Sejenak, dia menatap ruangan dimana kini dirinya berada. Kamar nya yang dulu. Sudah lama sekali dia tidak pernah lagi menginjakkan kaki ke ruangan ini. Sejak memilih keluar dan tinggal bersama Jingga, dia bahkan hampir melupakan tempat paling favorit nya ini.
"Oh, udah bangun? Baru aja Mas mau bangunin. Cepet mandi, habis itu sarapan." kata Jingga, yang muncul di balik celah pintu yang terbuka.
"Iya. Mas jadi menginap semalem?"
"Jadi. Sambil pantau kondisi Mbak Erisha. Kamu udah tidur, waktu Mas dateng."
"Jam berapa Mas dateng?"
"Sekitar jam sebelas, mungkin?"
Setelah itu, Niran memberikan anggukan kepala singkat dan berlalu ke kamar mandi. Entah bagaimana hubungan keluarganya setelah ini, dia juga tidak ingin berharap terlalu banyak. Namun mengingat keadaan Bunda, hanya ada harapan agar Tuhan mengangkat penyakit Bunda, dan membuat wanita itu sembuh.
"Niran udah bangun, Mas?" Melihat Jingga yang turun seorang diri, Heksa melontarkan tanya.
"Masih mandi," jawabnya. Lalu menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Heksa. "Ayah kamu belum keluar?"
"Belum. Kayaknya masih bantuin Bunda bersih-bersih."
Mendengar itu, Jingga mengangguk paham. Mungkin, Pallav memang bukan sosok ayah yang baik, tapi Pallav merupakan suami yang paling siaga dan mendahulukan istirnya di banding apa pun. Jingga juga tidak mengerti dengan isi kepala kakaknya itu. Jika Pallav bisa mencintai Erisha dengan begitu besarnya, lalu mengapa dia memperlakukan anak-anaknya seperti orang asing? Kenapa juga laki-laki itu sangat keras kepada Niran dan Heksa?
Pertanyaan itu selalu hadir di kepalanya. Renungan Jingga buyar, kala melihat Pallav datang dengan setelan baju santai. Hari ini memang akhir pekan, namun biasanya laki-laki itu akan tetap pergi bekerja. Melihat sosok yang pagi ini justru mengenakan pakaian santai, jelas saja Jingga menatap aneh pada yang lebih tua.
"Kenapa kamu natap Mas kayak gitu?" tanya Pallav pada adiknya.
Jingga mengangkat bahu acuh. "Nggak kerja, Mas? Biasanya hari libur pun, tetep kerja."
"Enggak. Mas mau menemani Erisha ke rumah sakit hari ini." Setelah memberikan balasan, Pallav beralih menatap pada putra sulungnya. "Kamu lagi sakit?"
"Ha? Aku?" Di tanya dengan begitu tiba-tiba, Heksa kebingungan. Apalagi kini menyadari jika Ayah menatapnya lekat. "Enggak, Yah. Aku baik-baik aja."
"Kamu kelihatan lebih kurus."
"Ck, nyadar juga akhirnya." celetuk Jingga. "Dia kurus gara-gara tertekan, Mas. Harusnya Mas yang sadar akan itu."
"Mas Jingga." Heksa menggelengkan kepala untuk meminta Jingga agar menutup mulutnya. Kini Heksa menyadari, sikap keras kepala dan berani Niran pasti berasal dari Jingga.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Blue Sky
Teen FictionSebuah kisah tentang permasalahan kompleks seorang Auriga Jayendra Wardana sebagai sulung dari kedua adik kembarnya, Akhilendra Jantaka Wardana dan Alsaki Shaka Wardana. Tentang si dewasa Heksa Adhrit Mahadevan yang selalu di tuntut untuk menjadi s...