Mungkin tidak ada yang tahu, bahwa seorang Akhilendra Jantaka Wardana pernah memiliki trauma yang sangat besar. Saat itu usia Jantaka masih delapan tahun, kala seseorang menculiknya dan membawanya ke suatu tempat yang sangat gelap. Mulutnya di sumpal kain, kaki dan tangannya di ikat kuat dengan tali. Bahkan saat itu, Jantaka kecil sudah menangis sampai sesak, namun orang-orang tersebut masih juga tidak melepaskannya.
Memang tidak sampai disiksa, tapi melihat bagaimana orang-orang itu menatap tajam ke arahnya, Jantaka benar-benar ketakutan. Dia di sekap dalam ruangan ini selama satu hari satu malam, sebelum Papi datang bersama beberapa orang untuk membawanya pergi. Saat itu, dia hanya bisa menangis ketakutan di dalam gendongan Papi. Bahkan setelah Papi mengusap punggungnya dan berbisik pelan untuk menenangkan, rasa takut nya tak kunjung pergi.
"Butuh waktu lama buat Jantaka untuk bisa jadi seceria ini lagi." Jay menatap kosong ke arah Jantaka yang tengah tertawa bersama teman-teman mereka. "Dulu dia takut ketemu banyak orang, takut untuk keluar dari rumah. Bahkan Jantaka kecil yang harusnya bantuin gue buat jahilin Sakha, hanya pilih diem di sudut kamar sambil nangis ketakutan. Masa-masa itu, bukan cuma kelam buat Jantaka, tapi buat gue dan Sakha juga. Kita hampir kehilangan sosok ceria Jantaka."
Nakala, sosok yang duduk di samping Jay itu hanya diam sembari menyimak. Bisa dikata, Nakala ini salah satu teman terdekat Jay. Mereka sudah saling mengenal sejak sekolah dasar, hingga saat ini. Ada banyak hal yang sudah Jay ceritakan pada Nakala, mungkin cerita ini juga sudah sering Nakala dengar.
"Semalam lihat dia kambuh, dan lihat dia harus minum obat sialan itu lagi, gue ketakutan. Gue sama Sakha bahkan nggak bisa tidur semaleman. Bayang-bayang Jantaka kecil dulu selalu berhasil bikin gue ketakutan."
Entah apa yang memicu Jantaka, sampai rasa trauma anak itu kembali. Namun untung saja, semalam Papi cepat tanggap untuk menenangkan Jantaka lagi. Bahkan tidak beranjak sama sekali dari sisi Jantaka, sampai anak itu benar-benar terlelap damai. Juga ada Mami yang sigap mengusap kepala Jantaka untuk memberi tenang di sampingnya.
"Jan, kayaknya hari ini, bakal jadi hari terakhir lo—"
"Lo nyumpahin gue, ya?!"
"Sabar, anjir! Gue belum selesai ngomong!" Seseorang itu menyentak. Kemudian melanjutkan, "Ini kayaknya bakal jadi hari terakhir lo dengan status jomblo lo itu. Karena gue denger denger, Naura anak kelas sepuluh, bakal nembak lo."
"Mati dong gue?"
"Nggak gitu, tolol!" Sakha dengan geram mendorong kepala Jantaka tanpa perasaan. "Mau nyatain perasaan sama lo. Bukan di tembak pakai pistol. Ihhh, kenapa, sih, gue harus punya kembaran bego kayak lo?"
"Enak aja!" Jelas Jantaka tidak terima dengan kata-kata kurang ajar adiknya itu. "Gini-gini gue selalu juara pertama, ya. Walau setelah Jay, sih. Tapi tetep aja gue nggak sebodoh itu."
"Kalau di pelajaran, sih, lo memang gue unggul. Gue akui itu." celetuk salah satu teman si kembar. Yang mana, seketika membuat Jantaka langsung membusungkan dada bangga. Namun tak lama setelah itu, karena ucapan temannya selanjutnya berhasil membuat Jantaka ingin sekali menggantung nya di tiang bendera. "Tapi untuk masalah percintaan, lo nol! Bahkan masih pinter bocah SD di banding lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Blue Sky
Подростковая литератураSebuah kisah tentang permasalahan kompleks seorang Auriga Jayendra Wardana sebagai sulung dari kedua adik kembarnya, Akhilendra Jantaka Wardana dan Alsaki Shaka Wardana. Tentang si dewasa Heksa Adhrit Mahadevan yang selalu di tuntut untuk menjadi s...