23. Berjalan Seperti Biasanya

695 117 17
                                    

Sisa-sisa kesedihan masih ada, namun, dunia terus berputar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sisa-sisa kesedihan masih ada, namun, dunia terus berputar. Waktu tak pernah menunggu seseorang untuk menyelesaikan luka-lukanya, dan akan terus berputar sebagai mestinya. Meninggalkan mereka yang masih terjebak dalam trauma dan luka. Tidak ada kata nanti, yang ada hanya masa depan yang telah menunggu di depan sana.

Sudah seminggu berlalu, suasana rumah keluarga Wardana masih dingin. Tidak ada lagi tawa dan keributan yang di sebabkan oleh si penghuni rumah. Semuanya memang berjalan seperti biasanya, ada yang bekerja, ada yang bersekolah. Namun, kehangatan di rumah itu kini berbeda.

Jay yang sudah siap dengan seragam sekolah nya, lantas berjalan turun menuju ruang makan. Sepi. Satu kata yang kini bisa mewakili isi hatinya. Tidak ada siapa pun di sana. Sejak sosok Papi tak ada, Mami menjadi semakin sibuk. Kini perusahaan sepenuhnya di urus oleh Mami, sehingga membuat wanita itu harus berangkat pagi-pagi sekali, dan baru kembali setelah larut malam.

Sudah seminggu seperti ini. Dia hanya akan sarapan seorang diri. Sedangkan adik-adiknya, mereka belum sembuh sepenuhnya. Jantaka yang masih sering mengalami mimpi buruk, sehingga menyebabkan trauma nya kambuh. Dan Mami harus mengambil keputusan yang cukup berat, untuk mengundang tutor ke rumah. Karena bagaimana pun, Jantaka sudah berada di kelas dua belas.

Sedangkan Sakha. Keadaan anak itu tak kalah buruk dari Jantaka. Dalam seminggu ini, sudah dua kali anak itu masuk rumah sakit. Dan kedua-duanya selalu berakhir di ruang ICU. Kemarin, dia baru saja menjemput Sakha dari rumah sakit. Dan sekarang anak itu lebih banyak diam, serta mengurung diri di kamar.

Menghela napas, seperti kebiasaan yang sudah di lakukan selama seminggu ini, kini Jay tengah menyiapkan sarapan untuk adik-adiknya. Karena kesibukan Mami, wanita itu tak sempat hanya untuk memasak. Sehingga urusan dapur di serahkan kepada mbak-mbak yang bekerja di sini.

Setelah selesai, Jay membawa dua nampan tersebut kembali ke atas. Pertama-tama, dia akan memberikan sarapan ini kepada Jantaka terlebih dahulu. "Jan, gue masuk, ya?" Tidak mendapat balasan, Jay akhirnya membuka pintu tersebut dengan pelan. Pemandangan kamar yang gelap gulita memang selalu menyambut nya ketika masuk ke sini.

"Ini sarapan buat lo." katanya pada sosok Jantaka yang hanya diam menatap kosong ke arah jendela. "Makam malam semalem nggak lo makan, Jan?" Tak sengaja dia melihat nampan lain di atas meja nakas, masih utuh tanpa tersentuh. Lagi, Jay hanya mampu menghela napas nya.

"Kalau lo mau makan, makan yang ini, ya. Yang semalem biar gue bawa lagi." Tepat setelah mengatakan itu, Jay berlalu keluar tanpa ingin menunggu balasan Jantaka.

Kini cowok berhidung mancung tersebut sudah berdiri di depan pintu kamar Sakha. Sebelum masuk, Jay berusaha mengatur suasana hatinya yang tiba-tiba terasa begitu berat. Kepalanya benar-benar terasa sakit memikirkan ini semua.

"Sakha lo udah bangun?" Sama seperti yang dia saksikan di kamar Jantaka, kondisi kamar Sakha juga tidak sebaik itu. Gelap dan si pemilik kamar tengah meringkuk di pojok ruangan. "Jangan duduk di sana, Sak, dingin. Lo belum sehat, nanti masuk angin."

|✔| Blue Sky Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang