17. Lintang :(

90 26 3
                                    


Pagi itu, Bumi bangun dengan perasaan bersemangat. Setelah menghabiskan malam dengan berbicara panjang lebar bersama kak Aksa tentang masa depan mereka, hatinya dipenuhi harapan dan kebahagiaan. Dia bersiap-siap dengan cepat, mengenakan seragam sekolahnya yang rapi dan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Sebelum berangkat, dia sempat mengirim pesan singkat kepada kak Aksa.

"Selamat pagi, Kak. Aku akan pergi ke sekolah sekarang. Have a great day! :)" tulis Bumi.

Ponselnya bergetar beberapa detik kemudian dengan balasan dari Aksa. "Selamat pagi, sayangku Bumi. Semoga harimu menyenangkan juga. Ingat, kamu selalu ada di pikiranku."

Bumi tersenyum lebar membaca pesan itu, merasa lebih bersemangat untuk menghadapi hari. Dia turun ke ruang makan dan sarapan dengan cepat sebelum berangkat ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, Bumi langsung disambut oleh teman-temannya. Sekolah itu merupakan sekolah menengah pertama yang cukup besar dengan halaman yang luas dan bangunan yang megah. Bumi berjalan menuju kelasnya, menyapa teman-teman yang ditemuinya di koridor.

"Hai, Bumi! Gimana kabar lo hari ini?" sapa Fello, salah satu teman sekelasnya.

"Baik, Fell. Lo sendiri gimana?" jawab Bumi dengan senyum ramah.

"Gue juga baik. Eh, nanti istirahat kita ke kantin bareng, ya?" ajak Fello.

"Sure, Fell. Kita ketemu di kantin nanti," jawab Bumi.

Pelajaran pertama hari itu adalah matematika. Bumi duduk di bangkunya dan menyiapkan buku catatannya. Saat pelajaran dimulai, dia berusaha fokus meskipun pikirannya sesekali melayang memikirkan kak Aksa. Jam demi jam berlalu, dan akhirnya bel istirahat pun berbunyi.

Bumi mengambil tasnya dan berjalan menuju kantin bersama fello. Di sana, dia melihat Lintang, teman dekatnya, duduk sendirian di salah satu meja. Lintang adalah teman yang selalu ada untuk Bumi sejak mereka masuk sekolah ini. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, belajar, dan berbagi cerita.

"Hai, Lintang! Kita boleh duduk di sini?" tanya Bumi sambil menarik kursi.

"Tentu. Duduk aja," jawab Lintang dengan senyum.

Mereka mulai makan bersama, berbincang tentang berbagai hal. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada Lintang hari ini. Dia terlihat lebih serius dan cemas.

"Bumi, ada yang mau gue bicarain sama lo," kata Lintang tiba-tiba, suaranya terdengar gugup.

"Ada apa, Lintang? lo kelihatan serius banget," kata Bumi dengan alis terangkat.

Lintang menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Bumi, gue suka sama lo. Lebih dari sekadar teman. Gue udah lama ngerasain ini, tapi gue takut buat ngasih tau lo."

Bumi terdiam, terkejut mendengar pengakuan Lintang. Dia tidak pernah menyangka bahwa Lintang menyimpan perasaan seperti itu padanya. Apalagi Fello yang duduk di samping Bumi begitu terkejut atas penuturan Lintang

"Nta, gue... gue ga tahu harus bilang apa," kata Bumi dengan suara pelan.

"Gue ngerti, ini pasti bikin lo kaget. Tapi gue ga bisa terus-terusan nyimpen perasaan ini sendiri. Gue harus ngasih tau li," kata Lintang dengan nada yang tulus.

Bumi menghela napas panjang, mencoba menata kata-katanya. "Nta, lo temen yang sangat berarti buat gue. Tapi gue udah punya seseorang."

Lintang tersenyum pahit, meskipun matanya terlihat sedih. "Gue tahu, Bumi. Gue udah liat status kalian di media sosial. Tapi aku ga bisa bohong sama perasaan gue sendiri."

"Gue menghargai kejujuran lo, Nta. Dan gue ga mau ini merusak persahabatan kita. Gue harap lo bisa ngerti posisi gue," kata Bumi dengan lembut.

Lintang mengangguk pelan. "Gue ngerti, Bumi. Gue ga mau maksa lo. Gue cuma pengen kamu tahu perasaan ini."

My cousin, My boyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang