15. Menyulam rindu di udara

87 24 2
                                    


Bumi duduk di kursi kamarnya yang sederhana, memandangi layar ponselnya dengan cemas. Hujan deras mengguyur jendela di sampingnya, menciptakan irama monoton yang entah mengapa membuat perasaannya semakin melankolis. Di kota yang berjarak ratusan kilometer, Aksa, kekasihnya, baru saja pulang dari sekolah SMA dan duduk di sofa rumahnya yang luas namun terasa kosong tanpa kehadiran Bumi. Mereka menjalani hubungan jarak jauh yang baru seumur jagung, namun intensitas dan kedalaman cinta mereka telah membuat segalanya terasa nyata.

Ponsel Bumi bergetar, sebuah panggilan video masuk. Nama Aksa tertera di layar, dan hati Bumi berdegup kencang. Ia segera menjawab panggilan itu, dan wajah Aksa yang tampan dan hangat muncul di layar.

"Hai, Kak," sapa Bumi, suaranya sedikit gemetar karena rasa rindu yang mendalam.

"Hai, sayang. Gimana harimu?" tanya Aksa dengan senyum lembut.

"Hari ini biasa aja, Kak. Sekolah dan tugas numpuk, tapi yang paling berat tuh nahan rindu sama Kak Aksa," jawab Bumi dengan nada bercanda namun jujur.

Aksa tertawa kecil, matanya bersinar penuh kasih sayang. "Kakak juga kangen banget sama kamu, Bumi. Rasanya berat tiap kali harus berpisah setelah kita ketemu."

Bumi mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. "Iya, Kak. Kadang rasanya pengen banget pindah sekolah ke kota kakak biar bisa selalu bareng. Tapi aku tahu itu belum mungkin sekarang."

Aksa mendesah pelan, memahami perasaan Bumi. "Iya, kita harus sabar. Semua ini pasti ada akhirnya, dan saat itu tiba, kita bisa bersama tanpa ada jarak lagi."

Bumi tersenyum, meski hatinya masih diliputi rindu yang mendalam. "Kak Aksa, aku ga tau apa aku bisa kuat terus kayak gini."

Wajah Aksa menjadi serius, matanya menatap Bumi dengan penuh cinta. "Bumi, dengerin kakak. Kakak ga akan pernah ninggalin kamu. Kamu adalah segalanya buat kakak."

Bumi terdiam sejenak, kemudian dengan suara yang lirih namun tegas, dia berkata, "Aku ga mau kehilangan kak Aksa, sekarang aku udah jatuh cinta sama kakak. Jangan tinggalin aku ya?"

Aksa tersenyum, senyum yang tulus dan penuh kelegaan. "Akhirnya, ini yang kakak mau denger dari kamu, Bumi. Kakak janji ga akan ninggalin kamu."

Mereka berdua terdiam, membiarkan momen itu memenuhi ruang antara mereka. Jarak terasa lenyap seketika, digantikan oleh kehangatan cinta yang melingkupi hati mereka.

-

Hari-hari berlalu, dan rutinitas komunikasi melalui ponsel menjadi penopang hubungan mereka. Setiap pagi, sebelum memulai aktivitas, Bumi dan Aksa selalu mengirim pesan selamat pagi, disertai kata-kata penyemangat. Malamnya, mereka selalu menyempatkan diri untuk berbicara melalui panggilan video, berbagi cerita tentang hari mereka, dan mengungkapkan rasa sayang yang tak pernah pudar.

Suatu malam, saat hujan kembali mengguyur kota tempat Bumi tinggal, mereka berbicara seperti biasa. Bumi tampak lelah setelah seharian berkutat dengan tugas sekolah, sementara Aksa, yang baru saja selesai mandi, terlihat santai dengan kaos oblong dan celana pendek.

"Kak, aku capek banget hari ini," keluh Bumi, merebahkan dirinya di tempat tidur.

"Apa yang bikin kamu capek, sayang?" tanya Aksa dengan nada prihatin.

"Tugas sekolah banyak banget, Kak. Kadang aku ngerasa overwhelmed," jawab Bumi dengan suara pelan.

Aksa tersenyum lembut. "Kamu hebat, Bumi. Kakak tahu kamu bisa melalui ini semua. Dan kakak selalu ada di sini buat kamu."

Bumi tersenyum kecil, merasa lebih baik mendengar kata-kata Aksa. "Thanks, Kak. Dukungan kakak bikin aku kuat."

"Kakak selalu akan mendukung kamu, Bumi. Kamu tahu itu," jawab Aksa.

My cousin, My boyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang